Mohon tunggu...
Salwa Nabihah
Salwa Nabihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Matematika

Seseorang yang mempunyai hobi membaca buku, novel serta gemar mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Mapati dan Mitoni di Kudus

14 Juni 2024   00:35 Diperbarui: 14 Juni 2024   00:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tradisi yang sering dilakukan masyarakat Kudus khususnya daerah Gebog adalah syukuran 4 bulan dan 7 bulan bayi dalam kandungan, yang biasanya disebut mapati lan mitoni. Sebenarnya tradisi itu bukanlah hal yang diharamkan melainkan tradisi suatu warisan turun temurun dari nenek moyang kita. 

Jika ada pertanyaan apa landasan dari tradisi syukuran 4 bulan dan 7 bulan bayi dalam kandungan? "Jawabannya tidak akan pernah ditemukan di sumber hukum islam manapun baik dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Tapi jika kita ingin mempelajari tradisi tersebut dengan baik, kita bisa menemukan dalil-dalil secara substansi yang menjadi dasar keabsahan melakukan acara selamatan atau kenduren semacam itu" Ucap K.H. Ali Imron .

Seperti Hadits dari Imam Muslim, Beliau mengatakan etelah kurun waktu empat bulan itu barulah Allah memerintahkan satu malaikat untuk melakukan dua hal, pertama meniupkan ruh ke dalam janin tersebut. Dengan ditiupnya ruh maka janin yang pada mulanya hanya seonggok daging kini menjadi hidup, bernyawa. Ia tak lagi hanya sekedar makhluk mati tak ubahnya sebuah tembikar yang terbuat dari tanah liat, tapi kini ia telah menjadi makhluk hidup. Kedua, malaikat tersebut diperintah untuk mencatat empat perkara yang berkaitan dengan rejeki, ajal, amal, dan bahagia atau celakanya si janin ketika ia hidup dan mengakhiri hidupnya di dunia kelak.

Jika ada pertanyaan apakah tradisi mapati lan mitoni bertentangan dengan Tauhid ? "Menurutku ya nduk, selamatan pas kehamilan seperti mapati ketika kandungan berusia 4 bulan atau mitoni ketika kandungan berusia 7 bulan, tidak dilarang oleh agama dan tidak bertentangan dengan ajaran tauhid, bahkan substansinya memang menganjurkan untuk memanjatkan permohonan-permohonan yang baik bagi sang janin dan tradisi itu pernah dilakukan oleh keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali. " Ucap K.H. Ali Imron.

Dengan mengadakan acara selamatan (kenduren), kita bisa mengundang keluarga, sanak saudara, dan para tetangga untuk ikut mendoakan agar janin dalam kandungan diberi kesempurnaan rupa, keselamatan, kesehatan dan kemudahan ketika pada saat lahiran.

Kemudian, apakah ada nilai tasawuf dalam tradisi syukuran 4 bulan dan 7 bulan bayi dalam kandungan? "Tentu ada nduk, menurut pendapatku nduk setiap kita melakukan kegiatan apapun akan berkaitan dengan tasawuf. Karena tasawuf sendiri pengertiannya yaitu upaya yang dilakukan manusia untuk memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada agama dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. 

Contohnya bersedekah, menjauhi larangannya, berdzikir, puasa, dll. Dengan kita melakukan tradisi selamatan (kenduren) terdapat nilai-nilai tasawuf di dalamnya, Seperti menjaga tradisi dari nenek moyang, menghormati warisan leluhur, membagikan rezeki kita dengan mengadakan acara syukuran" Ucap K.H. Ali Imron.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun