Mohon tunggu...
salwa salsabila
salwa salsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Saya suka mengexplore topik topik tentang berita terkini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Lebih dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia

29 Maret 2023   21:20 Diperbarui: 29 Maret 2023   21:39 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa itu Hukum Perdata Islam di Indonesia? 

Dalam fiqih Islam Hukum perdata Islam biasa dikenal dengan istilah fiqih mu'amalah, yaitu ketentuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-perorangan. Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam diartikan sebagai norma hukum yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam, seperti hukum perkawinan, hukum perceraian, hukum waris, wasiat dan perwakafan. 

Menurut Muhammad Daud Ali Hukum Perdata Islam ialah sebagian dari hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari lingkup mu'amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang- undangan.

Menurut Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam ialah semua yang berkaitan dengan hukum perkawinan, hukum kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

Jadi Hukum Perdata Islam di Indonesia adalah hukum Islam yang menjadi hukum positif dalam tata hukum yang berlaku di Indonesia yang berasal dari hukum Islam dan berkaitan dengan hukum perkawinan, hukum kewarisan dan pengaturan masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan dalam jual beli, pinjam meminjam, persyarikatan (kerjasama bagi hasil), pengalihan hak dan semua yang berkaitan dengan transaksi dan hukum ini bersifat privat karena mengatur kepentingan perorangan.

Apa saja prinsip-prinsip perkawinan?

UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa prinsip-prinsip perkawinan yang Pertama yaitu Sahnya sebuah perkawinan bergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing calon suami dan istri. Yang Kedua, Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Pasangan suami isteri harus bisa menjaga hubungan pernikahannya agar dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Yang Ketiga adalah Asas monogami. Yaitu pria hanya boleh mempunyai seorang istri begitupun sebaliknya dalam waktu tertentu.

Keempat yaitu Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya artinya jika calon suami dan istri belum memasuki batas umur melakukan perkawinan yaitu 19 tahun, maka harus mengikuti prosedur dispensasi nikah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kasus perceraian karena banyaknya pernikahan dini. Kelima yaitu Mempersulit terjadinya perceraian. Dalam islam perceraian termasuk perbuatan halal yang dibenci Allah, begitu juga dalam UU No.1 Tahun 1974 sangat menghindari terjadinya perceraian. Dan yang Keenam Suami dan isteri memiliki hak dan kedudukan seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.

Lalu prinsip perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) Yang Pertama yaitu Perkawinan berdasar dan untuk menegakkan hukum Allah. Yang Kedua, Ikatan perkawinan adalah untuk selamanya. Ketiga, Suami sebagai kepala rumah tangga, isteri sebagai ibu rumah tangga, masing masing bertanggung jawab. Dan yang Keempat, Monogami sebagai prinsip, poligami sebagai pengecualian.

Pentingkah Pencatatan Pernikahan?

Pada Pasal 2 ayat (2) UU No. 1/1974 dijelaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi pencatatan pernikahan sangat penting dilakukan, selain karena dijelaskan dalam UU pencatatan pernikahan akan mempermudah kita dalam urusan administrasi dan mendapatkan perlindungan hukum. Jika sebuah pernikahan tidak dicatatkan nantinya akan menimbulkan beberapa akibat seperti tidak mendapatkan kepastian hukum, status sosial, hak waris, dan sulit dalam mengurus administrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun