Mimpi Syafa
Untuk bermimpi memang gratis. Setiap orang bebas untuk bermimpi setinggi-tingginya. Namun, untuk mewujudkannya, setiap orang butuh tekad untuk membuat nyata.
Kertas kusut akibat remasan, dilemparkan ke tong sampah di pojokan. Syafa merasa kesal sekali. Mengapa semua hal, yang dipelajarinya tadi sore, buyar begitu saja.
Dia mengingat apa saja, yang dikatakan Kak Awa tadi sore.
"Aku sering memberi saran, untuk meletakkan kain di bawah tangan, agar tidak kotor gambarnya!" ujar Kak Awa lembut.
Dia masih mengenakan baju seragam sekolah. Aku menunggunya, karena ingin minta saran untuk lomba besok.
Sosok Kak Awa yang sabar, berprestasi dan cantik menurutku, sangat menginspirasiku.
Dia kakak kelas dua tingkat di atasku. Waktu masih sekolah dasar, dia sering kena bully. Namun, dia tidak terpuruk. Diam-diam dia terus mengupgrade diri, dan terus berprestasi di setiap ajang.
Menurutku Kak Awa ini paket komplit. Dia pandai melukis, menulis, dan berjiwa sosial. Dia tidak pelit ilmu. Selalu senang berbagi ilmu dan pengalaman.
Seperti hari itu, dia dengan ramah tersenyum padaku. Padahal dia tahu, aku akan membuatnya menyisihkan waktu. Padahal dia sangat lelah, karena baru pulang sekolah.
"Kamu sudah punya ilmu di atas adik-adik lain, Syafa. Hanya kurang latihan dan tehnik saja, kok!" ujarnya lagi.