Mohon tunggu...
Salva Azzahra
Salva Azzahra Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa S-1 Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Citizen Journalism Dapat Disebut sebagai Jurnalisme?

8 Juni 2022   23:50 Diperbarui: 8 Juni 2022   23:57 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernahkah kalian mendengar istilah citizen journalism atau jurnalisme warga? Jurnalisme warga merupakan bentuk partisipasi warga untuk ikut serta dalam kegiatan jurnalistik, seperti mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, serta mendistribusikan berita (Kotaku, 2008). Melalui keterlibatan masyarakat luas dalam jurnalisme, cakupan berita bisa menjadi lebih luas, merata, dan informasi yang diperoleh menjadi lebih lengkap. Jurnalisme warga ini biasanya banyak ditemukan di media sosial, seperti Twitter, Instagram, hingga Facebook. Formatnya beragam, mulai dari foto, komentar, video pendek, maupun panjang. Disamping itu, banyak pula jurnalisme warga yang terpublikasi secara resmi melalui portal berita. 

Sayangnya, jurnalisme warga menuai berbagai pro dan kontra. Banyak orang yang menganggap bahwa jurnalisme warga kontroversial karena telah mengubah esensi dari jurnalisme itu sendiri. Isi dari jurnalisme warga yang beredar seringkali sensasional dan berpotensi memperparah konflik. Selain itu, beberapa aspek lain yang disorot adalah aktualitas, objektivitas, kredibilitas, perlindungan privasi, dan masih banyak lagi. Contohnya, berita-berita mengenai artis yang beredar di media sosial seringkali sensasional, memihak, hanya spekulasi atau rumor, dan belum terbukti kebenarannya. Bahkan, judul berita dibuat nyeleneh atau tidak berkaitan dengan isinya. Tak hanya itu, banyak beredar pula komentar-komentar yang kurang pantas atau bersifat provokasi. Hal-hal seperti ini banyak terjadi dan salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah jumlah likes, viewers, atau tingkat impression lainnya. Dokumentasi yang diambil pun terkadang melanggar privasi dari pihak yang diliput. 

Pada kenyataannya, dalam dunia jurnalisme, penulisan berita harus memenuhi sifat-sifat berita, seperti akurasi, keseimbangan, objektivitas, aktualitas, kepadatan, dan kejelasan berita. Tak hanya itu, para jurnalis pun memiliki kode etik yang harus dipatuhi dalam menjalankan profesinya. Melalui citizen journalism, warga secara tidak resmi memang dapat disebut sebagai seorang jurnalis. Akan tetapi, apabila berita yang mereka sampaikan tidak memenuhi kode etik jurnalistik, maka kontennya tidak dapat dikatakan sebagai jurnalisme. 

Lalu, bagaimana bentuk jurnalisme yang sebenarnya? Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, jurnalisme yang sebenarnya memiliki aturan dan kode etik sebab jurnalis memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi melalui berita yang mereka sampaikan. Jurnalisme tidak sekadar menulis, melaporkan, dan mendistribusikan berita. Jurnalisme yang sebenarnya memiliki esensi profesi yang jauh lebih tinggi dibandingkan ketiga kegiatan tersebut. Pada hakikatnya, jurnalisme menjadi sarana pengungkapan suatu peristiwa atau kebenaran, sumber informasi terbaru dan terpercaya, atau bahkan menjadi wadah demokrasi. 

Berita pun demikian. Inti dari berita bukan hanya isi berita tersebut, tetapi juga unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Apakah berita tersebut benar-benar terjadi, apakah berita tersebut aktual, apakah berita mengandung subjektivitas, apakah berita disampaikan secara lengkap dan seimbang antara satu pihak dengan yang lain, apakah sumber berita dapat dipercaya, dan apakah penulisan berita telah memenuhi kaidah penulisan yang jelas serta tepat.

Dengan segala persyaratan dan kode etik yang perlu dipenuhi, apakah ada jurnalisme warga yang sedemikian rupa? Tentu saja ada. Jurnalisme warga yang kredibel dapat ditemukan di portal-portal berita terpercaya. Beberapa portal berita memang menyediakan tempat bagi warga untuk membagikan berita yang mereka miliki untuk diunggah ke dalam laman berita tersebut. Berita yang dilaporkan pun tak dapat semena-mena diunggah. Biasanya, berita tersebut akan diselidiki kebenarannya terlebih dahulu. Setelah itu, melewati proses penyuntingan agar berita dapat dipahami dengan mudah dan tidak menimbulkan interpretasi yang bertentangan. Tak hanya itu, bahkan ada pula warga yang mendapat pelatihan terlebih dahulu dari pihak instansi berita. Tujuannya supaya warga dapat memahami esensi berita dan kode etik. Selain itu, agar warga mampu menyajikan berita yang memenuhi sifat-sifat berita dan kode etik jurnalistik. 

Dengan semua pro dan kontra yang naik ke permukaan, masih pantaskah jurnalisme warga dikatakan sebagai jurnalisme yang sebenarnya? Jurnalisme warga masih bisa disebut sebagai jurnalisme yang sesungguhnya, selama memenuhi persyaratan berita dan kode etik jurnalistik. Menyebut jurnalisme warga yang tidak kredibel dan tidak sesuai kode etik sebagai jurnalisme justru akan menodai jurnalisme itu sendiri. Oleh karena itu, kita harus bisa membedakan manakah jurnalisme warga yang kredibel dan yang tidak.

Untuk mengatasi masalah ini, tentu saja harus ada pengetahuan dan kesadaran dari masyarakat mengenai jurnalisme, terutama jurnalisme warga. Perlu ada pemahaman mengenai keragaman bentuk jurnalisme warga, mulai dari komentar, foto, cuitan, hingga video. Oleh karena itu, pertama-tama kita harus mengedukasi masyarakat mengenai jurnalisme warga terlebih dahulu. Kemudian, masyarakat harus didorong untuk menjadi lebih kritis dan jeli dalam mengumpulkan, membuat, mendistribusikan, dan menerima informasi. 

Pemerintah, lembaga, maupun mahasiswa dapat bersinergi untuk menangani jurnalisme warga yang tidak memenuhi persyaratan sekaligus literasi warga terhadap suatu pemberitaan. Sejauh ini, pemerintah telah berupaya dengan menggalakkan webinar literasi digital, memberantas berita hoaks, hingga membentuk UU ITE. Lembaga sendiri, seperti universitas, berperan dalam memberikan pendidikan mengenai komunikasi, literasi, hingga jurnalistik. Universitas pun mendorong mahasiswanya untuk berpikir kritis, logis, dan rasional melalui pembelajaran, maupun keikutsertaan mereka dalam suatu organisasi. Lembaga lainnya, seperti perusahaan berita, telah bekerja sama dengan pemerintah untuk memberantas hoaks. Mereka pun memfasilitasi masyarakat yang ingin terlibat dalam jurnalisme warga melalui pemberian pendidikan dan pelatihan yang memadai. 

Sebagai seorang mahasiswa sendiri, peran kita adalah menjadi agent of change. Kita harus bisa membuat jurnalisme warga ini menjadi sarana penyampaian berita yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas, tetapi juga sesuai dengan kaidah jurnalistik. Kita pun harus membentuk masyarakat yang lebih kritis dalam membaca maupun menulis suatu konten atau berita. Caranya, dimulai dari diri mahasiswa itu sendiri terlebih dahulu. Pemahaman mendalam tentang jurnalisme oleh mahasiswa memungkinkan mereka untuk dapat mempraktikkan sekaligus mengajak masyarakat untuk mewujudkan perubahan yang diinginkan. Tulisan ini pun menjadi salah satunya, salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman mengenai jurnalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun