Berawal dar hasil pengamatan kelompok 127- E KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengeni sampah laut sangat banyak ditemui di lokasi wisata Pantai Karangsong, Indramayu ini yang kemudian setelah ditelusuri sumber datangnya sampah, aliran sungai di sekitar lautlah yang menjadi sumber sampah kiriman tersebut.
Banyaknya aliran aliran sungai yang ada di sekitar Desa Karangsong inilah penyebabnya, terlebih lagi sungai - sungai tersebut membawa sampah “kiriman” dari berbagai macam kegiatan rumah tangga hingga industri di sekitar desa Karangsong maupun yang berasal dari perumahan dan permukiman warga diluar wilayah desa Karangsong.
Aliran sungai yang bermuara ke laut ini dikhawatirkan membawa polusi limbah sampai ke laut uang pada akhirnya meracuni satwa laut bahkan mencemari lingkungan sekitar dengan berbagai macam sampah.
Oleh sebab itu, untuk mencegah sampah yang berasal dari aliran sungai ini terbawa terus sampai ke laut, kelompok 127- E KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) membuat sebuah alat penangkal sampah di aliran air sungai sejenis trash barrier yang berfungsi untuk memblokade sampah di aliran sungai, biasanya dipasang di muara sungai untuk menangkap sampah sungai agar tidak bocor ke laut. Ini adalah salah satu teknologi yang membantu pengelolaan sampah sungai.
Ide ini muncul ketika kelompok 127- E KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan survei permasalahan yang ada di desa Karangsong khususnya masalah sampah “Salah satu masalah yang ada di Desa ini (Karangsong) ialah masalah sampah yang ikut bermuara ke laut, sehingga pantai yang menjadi tempat wisata juga terpengaruh sampah” ujar Kepala Desa Karangsong, Bapak Kadbarih, Senin (11/7/2022).
Sesuai dengan tema yang diangkat oleh KKN kelompok ini yaitu tema “Desa Peduli Lingkungan Laut”. Kelompok 127- E KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pun memulai pembuatan program ini namun dengan tetap memanfaatkan limbah sekitar yaitu dengan menggunakan galon bekas dan jaring nelayan bekas.
Kedua bahan ini digunakan juga bukan tanpa alasan, melainkan merupakan pemanfaatan limbah yang paling banyak ditemukan, seperti penggunaan galon sekali pakai yang banyak ditemukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan jaring nelayan yang sudah tak terpakai, karena penggunaan jaring menurut nelayan sekitar itu ada batas waktunya atau batas kadaluwarsa nya, kekuatan jaring untuk menangkap ikan di laut akan melemah seiring bertambahnya usia jaring.
Meskipun demikian, jaring ini masih bisa di manfaatkan oleh Kelompok 127- E KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk membuat trash barrier.
Untuk konsep trash barrier ini sendiri kelompok 127- E KKN Tematik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengaku terinspirasi oleh salah satu organisasi peduli lingkungan yang beraktivitas di Bali, yaitu Sungai Watch. Yang dimana organisasi ini juga sering menggalakkan aksinya dalam “menghadang” sampah di pulau dewata. “Kelompok kami setelah melihat permasalahan yang ada di sini (Desa Karangsong), langsung teringat oleh video video di akun Tiktok Sungai Watch, dan jadilah kami mempraktekkannya langsung di Desa Karangsong ini” ujar anggota kelompok 12-E, Salva, Sabtu (30/7/2022). Teknologi ini terbilang cukup baru, terutama di Indonesia. Penggunaannya pun masih belum merata tersebar di seluruh sungai di Indonesia. Wajar saja, Indonesia punya setidaknya 5.590 aliran sungai utama. Di Indonesia, konsep teknologi ini ada yang dibuat dari bahan tradisional maupun teknologi khusus.
Trash barrier tradisional bisa dibuat dari jaring bahkan jerigen atau galon yang dirangkai memanjang. Alat tersebut bisa jadi alternatif jika belum mampu untuk menyediakan alat yang lebih mutakhir. Trash barrier yang lebih mutakhir biasanya terbuat dari baja dan aluminium. Bentuknya saat mengapung menyerupai tabung yang dirangkai memanjang. Ada alat yang dibagian bawahnya terdapat jaring besi. Ini berfungsi untuk memberi jalan ikan. Alat ini sangat mudah dipasang dan dioperasikan. Selain itu, alat ini juga dapat bekerja 24 jam non stop untuk menangkap sampah. Untuk menggunakan alat ini, kita harus menentukan lokasi bantaran sungai yang masih terjangkau moda transportasi. Ini penting karena lokasi harus bisa diakses alat transportasi angkutan sampah. Trash barrier sebaiknya dipasang di muara sungai untuk mencegah sampah bocor ke laut.
Sampah yang terkumpul kemudian dibawa ke daratan dengan diangkut menggunakan perahu atau conveyor. Selanjutnya, sampah bisa dimasukkan ke gerobak atau mobil pengangkut sampah menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Setelah melakukan proses pembuatan, kelompok 127 – E KKN UPI ini kemudian melakukan pemasangan thrash barrier di sungai sekitar daerah Talang Tembaga yang berlokasi di Desa Karangsong, Indramayu. Lokasi ini dipilih karena melihat daerah tersebut merupakan salah satu titik ramai sampah di daerah Karangsong. Pemasangan thrash barrier di Talang Tembaga dilakukan pada pada hari Rabu (3/8/2022). Alat ini dipasang melintang dari tepi sungai satu ke tepi sungai lainnya. Setelah dipasang, alat akan berfungsi otomatis menangkap sampah yang hanyut melewatinya.Harapan dari Kelompok 127 – E KKN Tematik UPI ini agar laut tempat banyaknya masyarakat di Indramayu menggantungkan hidup dan hasil laut yang merupakan komoditas unggulan daerah ini dapat terbebas dari sampah yang mencemari laut, sesuai dengan tema kelompok yaitu Desa Peduli Lingkungan Laut, di harapkan juga warga sekitar lebih peduli mengenai pentingnya menjaga laut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H