Mohon tunggu...
Salsyabila Aulia
Salsyabila Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Senang membaca buku-buku fiksi

Selanjutnya

Tutup

Book

Refleksi Tak Terdengar: Antologi Puisi

25 Juni 2023   14:23 Diperbarui: 25 Juni 2023   14:40 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

**Resensi

Judul Buku: Kumpulan Puisi Ko Hyeong Ryeol "Ikan Adalah Pertapa"
Pengarang: Ko Hyeong Ryeol
Penerjemah: Kim Young Soo & Nenden Lilis Aisyah
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta
Tahun Terbit: 2023
Tebal: xxiii + 259 halaman

           Puisi masih menjadi salah satu karya sastra yang menarik untuk dibahas. Alasan puisi masih diminati hingga saat ini adalah karena puisi menjadi salah satu cara untuk menyampaikan emosi dengan menggunakan keindahan kata-katanya. Puisi mampu memikat jiwa dan merangkul hati, meskipun perkembangan digitalisasi tengah menjadi tantangan tersendiri. Dengan puisi, penyair memiliki kebebasan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan mereka melalui bahasa dan gaya penulisan sebagai ciri khasnya. Puisi menyampaikan bahwa keindahan kata-kata dapat menjadi obat untuk hati yang terluka.
          Menjadi hal yang menarik ketika terbit sebuah antologi puisi dengan menggunakan dua bahasa. Antologi puisi dwi bahasa menjadi menarik sebab terjadi perjalanan luar biasa di dalam dunia kesusastraan dengan kata-kata yang menyentuh hati dan merangkai makna melalui dua bahasa yang saling berdampingan. Dengan kontras, puisi-puisi ini memancarkan keindahan di setiap barisnya dan memiliki kekuatan tersendiri. Dengan menggabungkan bahasa asal dan bahasa lain, tentu kumpulan puisi dwi bahasa akan memberikan pengalaman yang berbeda, membuka mata kita, dan mengundang kita untuk merenung di dalam dua budaya dan kebahasaan yang berbeda. Selain itu, antologi puisi yang hadir dengan dua bahasa tentu akan menarik perhatian pembaca lebih banyak baik dari negara asalnya, maupun dari negara yang menerjemahkan karya tersebut. Seperti melintas di atas jembatan, antologi puisi dwi bahasa hadir untuk membawa kita ke dalam perjalanan yang melintasi perbedaan budaya melalui permainan kata.
          Sebagai contoh, antologi puisi dwi bahasa yang baru saja terbit Mei lalu yaitu kumpulan puisi karya Ko Hyeong Ryeol dengan judul Ikan Adalah Pertapa. Ikan Adalah Pertapa hadir sebagai antologi puisi dwi bahasa yang memakai bahasa Korea sebagai bahasa asal dan bahasa Indonesia sebagai bahasa penerjemahnya. Antologi puisi ini mengisahkan tentang hiruk-pikuk yang terjadi di Korea Selatan. Ryeol menggambarkan sisi gelap Korea Selatan dengan permainan kata-katanya yang indah. Ryeol juga menyingkap luka-luka sosial yang terjadi di negara yang kita anggap sebagai negara yang indah dan sejahtera. Kata demi kata yang digoreskan oleh Ko Hyeong Ryeol tentu menggiring emosi setiap pembaca untuk lebih mengenal Korea Selatan yang tidak selalu indah seperti yang orang-orang bicarakan.
          Antologi puisi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ini tentu telah mengalami berbagai penyesuaian agar masyarakat umum dapat menikmati keindahan permainan kata yang diberikan oleh Ko Hyeong Ryeol. Tanpa mengubah makna yang ada, antologi puisi terjemahan ini tetap menyampaikan isi yang ingin disampaikan oleh Ko Hyeong Ryeol.
          Ko Hyeong Ryeol membuka antologi puisi ini dengan sepatah kata-kata penyair berjudul Indonesia, Negeri Khatulistiwa yang Dirindukan. Ia menuliskan "Wanita itu," alias Indonesia, adalah negara kepulauan yang baik hati dan mempesona. Dia menunjukkan waktunya dengan ujung rok yang serupa tirai langit, dalam keseimbangan matahari yang terbenam di sebelah barat setelah melintasi langit biru khatulistiwa nan panas. Itu sebabnya saat nama "Indonesia" disebut, timbul hasrat di dalam hatiku untuk pergi ke suatu tempat, ucap Ko Hyeong Ryeol sebagai sapaan untuk membuka antologi puisi ini.
          Antologi Puisi Ikan Adalah Pertapa dibuka dengan judul puisi Mulai Gelap di Indonesia. Disusul dengan puisi-puisi lainnya yang berisikan 14-16 buah puisi pada setiap bab. Puisi yang dituliskan oleh Ko Hyeong Ryeol memiliki ciri khas yang menandakan bahwa puisi tersebut adalah miliknya. Ia memiliki kepekaan yang tajam hingga ia mampu mengungkap momen-momen yang ditangkap pandangannya dalam bait-bait puisi. Tak hanya pandai menorehkan kata pada puisi, Ko Hyeong Ryeol juga unjuk bakat dalam karya sastra lainnya. Pada akhir buku antologi puisi ini, disisipkan secarik karya prosa dengan judul Puisi yang Turun di Peron, Kereta Api yang Berangkat Lagi. Dengan bekal lautan kata, penyair mampu memasukan imajinasinya ke dalam cerita prosa yang tak kalah menarik dari puisi-puisinya.
          Ko Hyeong Ryeol, lahir di pantai utara kota Sokcho, Provinsi Gangwon Korea pada tanggal 8 November 1954. Ko memulai karirnya di dunia kesusastraan dimulai pada tahun 1979 melalui puisi "Chuangtzu" yang terbit di majalah sastra Hyundaemoonhak. Selain puisi tersebut, Ko Hyeong Ryeol juga berhasil menerbitkan buku kumpulan puisi lainnya yaitu Bunga Embun Beku. Selain buku tersebut, Ko juga menerbitkan kumpulan puisi bersama penyair asal Vietnam bernama Mai Van Phan yang berjudul Anak Kembar Samudera. Ko Hyeong Ryeol mendapatkan Hadiah Penghargaan Hyundaemunhak, Hadiah Penghargaan Kebudayaan dan Kesenian Republik Korea, dan Hadiah Penghargaan Era Penulis Esai.
          Selain Ko Hyeong Ryeol, peran penerjemah tidak kalah penting dalam penerbitan buku ini. Kolaborasi antara Kim Young Soo dan Nenden Lilis Aisyah sebagai penerjemah berhasil menerjemahkan puisi-puisi milik Ko Hyeong Ryeol hingga kita dapat menikmati puisi-puisi tersebut. Kim Young Soo lahir di Seoul, Korea Selatan. Kim Young Soo aktif menerjemahkan sejumlah buku dari bahasa Korea ke bahasa Indonesia, dan sebaliknya. Kim menyelesaikan studi S1-nya di Jurusan Bahasa Malay-Indonesia dan melanjutnya studi S2-nya di program studi Kesusastraan Modern Indonesia. Nenden Lilis Aisyah lahir di Garut, Jawa Barat, Indonesia. Ia merupakan seorang penulis puisi, esai, dan cerpen yang dimuat di berbagai media nasional maupun internasional. Karya-karyanya seringkali diterjemahkan ke dalam bahasa asing. Selain diterjemahkan, Nenden juga aktif menerjemahkan karya-karya asing, contohnya karya sastra dari Korea, antara lain Antologi Puisi dan Prosa Langit: Angin, Bintang, dan Puisi karya penyair Korea Yun Dong Ju. Karya tersebut diterjemahkan bersama Prof. Shin Young Duk. (Salsyabila Aulia P.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun