Tahun baru 2014 baru saja berlalu tapi Rakyat sudah dihadang oleh naiknya gas LPJ 12 kg yg berdampak kepada LPJ 3 kg.“what next ?” itulah pertanyaan yg muncul kemudian apa lagi yang akan terjadi pada kepentingan rakyat berikutnya.Dampak naiknya BBM, sampai hari ini menyisakan naiknya bahan-bahan kebutuhan pangan dan sandang lainnya.Yang lucunya termasuk uang kenaikan papan alias sewa rumah. Padahal tidak ada efek langsung dari BBM terhadapnaiknya sewa rumah. Kecuali pemilik rumah ingin beban hidupnya tidak terbebani, oleh kebutuhan harian mereka yang juga ikut naik.
Efek karambol dari kenaikan BBM dan Gas sebentar lagi akan terasa para penjual makanan akan merasakan keuntungan yang berkurang karena kenaikan gas. Terutama catering dan penjual makanan matang siap santap. Penghasilan Buruh dengan UMR sebesar 1.200.000 rupiah sebulan jelas tidak cukup. Untuk sandang dan pangan serta memenuhi hajat hidup lainnya terasa ngoyo bagi buruh.
Memang yang dikonsumsi buruh LPJ 3 kg tapi buruh juga butuh panganan matang.Yang tadinya buruh dan keluarga melakukan industri rumahan untuk menambah penghasilan, dengan melejitnya harga gas 12 kg yg dipakai sebagai salah satu kebutuhanproduksi mengakibatkan penghasilan mereka bukan bertambah tetapi bisa nombok bila terus dilakukan produksi tanpa menaikan harga jual. Kalaupun tidak menaikan harga mereka tentu akan memperkecil takaran.
Bune, begitulah wanita separuh baya, seorang penjual makanan jajan pasar dan gorengan yang berjualan di ujung jalan dekat rumah saya akrab disapa yang beberapa hari ini berhenti jualan gorengan. Dia terpaksa berhenti berjualan karena dia khawatir tidak laku ketika harga jual makanannya naik. Susah juga buat dia untuk membuat perubahan harga dengan mendadak. “Kenapa musti kenaikan gas itu mendadak ?” keluhnya. Keluhan tersebut sudah bisa di tebak yang pasti merembet pada hal-hal lain yang sifatnya politis.
Jadi serba salah bagi Pertamina ketika sosialisasi kenaikan harga disampaikan jauh hari, maka yang akan memanfaatkan adalah orang-orang yg berspekulasi, dengan menimbun tabung gas isi untuk tidak di jual sampai harga gas benar-benar melonjak. Tetapi sebaliknya ketika tidak ada sosalisasi, ada ketidaksiapan dari para pedagang makanan siap santap untuk menentukan perubahan harga.
Tahun baru 2014 ternyata hujan protes bagi Petamina yang niatnya ingin memperbaiki income sektor gas. Rakyat jelasprotes walaupun dengan gerundel tanpa penyaluranekpresi, Anggota dewanpun takmau ketinggalan protes menolak kenaikan Gas LPJ 12 Kg.Bisa dipahami bagi Anggota Dewan ditingkatan manapun protesnya lebih kepadakepentingan politik menjelang pemilu 2014.Sebab apapun bentuknya akan selalu diusahakan kepada kepentingan mereka dalam menarik minat rakyat.
Pertanyaannya sekarang, siapa yg sesungguhnya peduli kepada Rakyat, mana kala pertamina mengklaimkeniakan LPJ 12 Kg bukan domain pemerintah ? Tanpa disadarai oleh para petinggi pertamina, bahwa BUMN bukan milik swasta tetapi milik pemerintah, sebab anggaran yg mereka pakai berasal dari APBN. Lantas apakah pertamina tidak menyadari bahwa keberadaan mereka adalah sebagai suatu alat bagi pemerintah untuk juga mensejahterakan Rakyat NKRI sesuai dengan UUD 45 pasal 33 ayat 3 “Bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh Negara yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran Rakyat Indonesia.” Pertamina diberi kewenangan secara ekonomi untuk mengelola minyak dan gas, bukan melulu untuk kemakmuran para pekerjanya atau para petingginya yang bergaji besar tetapi untuk mensejahterakan Rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H