Definisi partai politik menurut R.H Soltau, "partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memiih bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka".Â
Partai politik memiliki peran yang begitu penting dalam sistem politik Indonesia, yakni sebagai pilar yang paling utama dalam proses menciptakan negara yang demokratis. Untuk dapat menumbuhkan partai politik yang menjalankan fungsinya secara maksimal, maka perlu adanya perundangan yang mana diharapkan dapat menjamin hal tersebut.Â
Apabila dikaitkan dengan kontestasi pemilu, parpol tidak hanya menjunjung tinggi kepentingan partai politik. Partai politik memiliki tugas yang tidak kalah penting, memberikan kesempatan yang luas bagi seluruh masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu ataupun kegiatan politik lainnya yang merupakan bagian dari demokrasi. Hal terpenting bagi partai politik dalam pelaksanaan kontestasi pemilu adalah bukan soal menang ataupun kalah, namun yang terpenting partai politik haruslah memberikan kontribusi terhadap demokrasi. Partai politik menjadi jembatan yang menghubungkan rakyat dengan pemerintah.Â
Secara umum, partai politik dianggap sebagai perwujudan dari sistem politik, baik yang telah modern, ataupun yang masih dalam tahap modernisasi. Oleh karena itu partai politik merupakan lembaga politik yang memiliki posisi dan peran dalam suatu negara, khususnya di negara yang menganut sistem demokrasi.Â
Dengan adanya peran dari partai politik, diharapkan mampu mewujudkan pemerintahan yang memiliki tanggung jawab, mengutamakan kepentingan bersama, serta menutup kemungkinan adanya pemerintah yang bertindak sewenang-wenang.Â
Partai politik sebagai organisasi idealnya memiliki peran untuk memobilisasi masyarakat, menjadi wakil terkait kepentingan masyarakat, dan menjadi alat untuk suksesi kepemimpinan politik yang aman dan damai. Selain peran, partai politik memiliki fungsi. Utamanya, fungsi partai politik adalah mencari, memperoleh, serta mempertahankan suatu kekuasaan. Untuk bisa mendapatkan kekuasaan, maka partai politik harus mengikutsertakan diri dalam kontestasi pemilu.Â
Partai politik umumnya melakukan bebarapa hal untuk melaksanakan berbagai fungsi yang dimiliki, yaitu antara lain: menyeleksi para calon, berkampanye, dan yang terakhir adalah melakukan fungsi legislatif, atau eksekutif. Adapun fungsi partai politik yang disebutkan secara rinci oleh Miriam Budiardjo, antara lain: sarana komunikasi politik, yang memiliki fungsi untuk menerima informasi dari pemerintah mengenai hal-hal seperti regulasi, kebijakan, dan keputusan. Selain itu, berfungsi untuk menyampaikan aspirasi masyarakat yang telah ditampung sebelumnya. Kedua, fungsi partai politik adalah sarana sosialiasi politik. Sosialiasi politik dapat dilakukan secara formal atau non formal. Dengan adanya sosialiasi politik, diharapkan tertanam nilai-nilai ideologi pada diri masyarakat. Fungsi ketiga partai politik adalah rekrutmen politik. Partai politik sebagai salah satu lembaga politik melaksanakan rekrutmen politik yang bertujuan untuk mengisi kursi-kursi kosong di politik. Fungsi partai politik yang keempat adalah pengatur konflik, yang mana partai politik berkompromi dengan wakil rakyat untuk meredakan konflik yang ada dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
Selanjutnya masih berkaitan dengan partai politik, keberadaan partai politik pada kontestasi pemilu tidak jauh dari sistem parliamentary threshold atau dapat juga disebut ambang batas. Parliamentary threshold merupakan batas minimal suara yang harus diperoleh oleh partai politik agar para calon legislatif yang diusung dapat menempati kursi di parlemen. Suara yang telah diperoleh dikatakan hangus, apabila batas minimal tidak terpenuhi oleh partai politik. Pada dasarnya, tujuan adanya parliamentary threshold adalah guna mengefektifkan representasi suara masyarakat. Adapun tujuan lain dari parliamentary threshold, yaitu bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian, mewujudkan Presidensial kuat, yang ditopang oleh lembaga legislatif yang baik, dan dengan adanya parliamentary threshold  diharapkan tidak terulang kembali partai politik yang tidak lolos electoral threshold pada pemilu selanjutnya. Penentuan batas parliamentary threshold di suatu negara tidak terikat oleh ketentuan, tidak ada angka resmi terkait dengan batas minimal perolehan suara. Maka dalam menentukannya bebas dapat disesuaikan dengan situasi, kondisi, budaya, dan sejarah pada masing-masing negara yang kemudian menunjukkan bahwa tiap negara memiliki angka yang berbeda-beda.
Sejak dimulainya penerapan parliamentary threshold bahkan hingga saat ini menjelang penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 di Indonesia masih menuai pro kontra. Untuk pertama kalinya, ketika dilaksanakannya pembahasan mengenai Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum konsep tentang parliamentary threshold muncul di Indonesia. Awal kemunculan konsep tentang parliamentary threshold terdapat persoalan yang disorot, yaitu menurut (M. Lukmab Edy, 2017:178) yang pertama adalah terkait dengan angka ambang batas keterwakilan untuk DPR, dan yang kedua adalah terkait dengan penerapan hasil ambang batas di DPR untuk diberlakukab secara nasional kepada kursi parlemen daerah DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/ Kota. Dengan adanya persoalan, maka munculah perdebatan antar partai politik dikarenakan parliamentary threshold menjadi penentu keberhasilan partai politik dalam mendapatkan kursi di parlemen. Persoalan tersebut pada akhirnya selasai, dan ditandai dengan pengajuan judicial review terhadap UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD lalu Mahkamah Konstitusi mengularkan Putusan No. 51/PUU-X/2012. Pada Pemilihan Legislatif mendatang, parliamentary yang diterapkan adalah sebesar 4%.Â
Secara umum, dipandang oleh DPR atau para pengamat secara teori parliamentary threshold bertujuan baik bagi negara, tetapi dapat mengalami hambatan apabila kesadaran politik pada masyarakat rendah dan berkembangnya dinamika pada penerapannya.
Sedangkan anggapan kontra terkait dengan parliamentary threshold, keberadaan parliamentary threshold dalam pemilu dianggap dapat menghambat demokrasi, tidak mencakup kepentingan seluruh elemen. Selain itu berdasarkan penilaian pihak kontra, parliamentary threshold dinilai tidak adil bagi parpol baru. Dani Mardani, SH.,MH selaku Anggota DPRD Kota Cirebon dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) meranggapan bahwa penerapan parliamentary threshold dengan batas minimal 4% sangatlah berat dan membebani terutama bagi peserta parpol yang baru terjun, karena artinya para parol yang baru harus melakukan promosi terkait dengan visi dan misi partai secara maksmial. Dikhawatirkan penerapan parliamentary threshold sebesar 4% pada Pemilu 2024 mendatang akan memberikan pengaruh yang buruk terhadap demokrasi di negara ini, karena melihat pemilu yang dilaksanakan pada tahun 2019 kemarin ditemukan partai-partai yang tidak mencapai ambang batas 4% sehingga tidak memperoleh kursi di parlemen. Hal ini dikaitkan dengan hak yang melekat pada bangsa ini yaitu Hak Asasi Manusia (HAM). Ketidakadilan yang dihadirkan dari penerapan parliamentary threshold menyalahi konstitusi di Indonesia yang mana  konstitusi tersebut menjamin warga negara berkumpul, berserikat termasuk dengan mendirikan parpol. Dengan dibatasinya partai politik oleh penerapan parliamentary threshold, maka dianggap oleh pihak kontra sebagai kemunduran demokrasi.