Bagi pegiat ilmu sastra, siapa yang tidak mengenal Socrates? Socrates adalah seorang filsuf yang berasal dari kota Athena, Yunani. Sosoknya merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Sebelum namanya dikenal dunia sebagai salah satu pencetus sebuah pemikiran yang masih diperkenalkan hingga masa kini, Socrates mengalami berbagai tantangan dalam mempertahankan keyakinannya.
Disebutkan bahwa Socrates merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar di Yunani, yaitu Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates merupakan guru dari Plato, dan Aristoteles adalah murid dari Plato. Dengan masa hidup yang berbeda, ketiganya berhasil menjadi penggagas dari pemikiran-pemikiran filsafat pada era masing-masing. Meski karya-karya mereka tidak pernah terlepas dari bayangan gurunya, namun ketiganya berhasil memperkenalkan ilmu-ilmu baru bagi dunia dengan ciri khas yang berbeda.
Socrates dikenal dengan budinya yang baik. Selain itu, sosok jujur dan adil juga melekat pada dirinya bagi kesan orang-orang semasa hidupnya. Profesi ibunya sebagai seorang bidan juga menginspirasinya untuk memberikan metode berfilsafatnya dengan nama metode kebidanan. Metode tersebut adalah metode tanya jawab kepada para pemuda. Oleh karenanya, Socrates dari para pemuda di negerinya memperoleh banyak simpati.
Metode dialog atau percakapan yang mempunyai peranan yang hakiki ini dinamakan dialektika. Namun, dalam suatu kutipan yang terkenal disebutkan bahwa Socrates mengusulkan nama lain untuk menunjukkan metodenya, yakni seni kebidanan seperti yang telah disebutkan.
Ketika menjalani tugas militer, dalam Symposium dikisahkan bahwa Socrates menjalani tugasnya lebih tangguh dibandingkan teman-teman seperjuangannya. Saat dalam keadaan terputus dalam perbekalan dan terpaksa berangkat tanpa makanan, sosoknya tetapk perkasa dibandingkan yang lain. Ketika cuaca sedang beku, tanpa menghiraukan rasa dingin Socrates tetap melangkah dengan pasti di atas tumpukan es yang membatu dengan pakaian seperti biasanya, kumal dan bertelanjang kaki. Dari hal-hal tersebut, dapat kita lihat kemampuannya dalam mengendalikan semua nafsu jasmani ditonjolkannya terus-menerus.
Akan tetapi, pemikirannya yang sebenarnya dapat memajukan bangsanya yang masih kuno itu dianggap sebagai bentuk menentang agama yang diakui negara pada saat itu. Dirinya pun didakwa oleh seseorang bernama Melithus yang mengatakan bahwa Socrates adalah seorang tak bertuhan. Tentu saja dakwaan tersebut dibantahnya dengan memaparkan berbagai pandangannya yang lebih luas.
Pada akhirnya, Socrates dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun. Proses pengadilannya dinyatakan bersalah dengan suara 280 melawan 220 (Bertens, 1975: 82). Meski begitu, cara kematian Socrates memberikan kita semua teladan, bahwa betapa sosok Socrates begitu setia kepada ajarannya dan tetap memegang teguh keyakinannya meskipun nyawa yang menjadi taruhannya. Socrates memang telah meninggalkan dunia, tetapi nama dan pemikiran-pemikirannya tetap hidup untuk selamanya.
Sumber: Endraswara, Suwardi, dkk. 2021. Teori Sastra Masa Depan. Malang: Intrans Publishing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H