Dalam menjalankan dakwah di era digital ini, seorang dai perlu memahami bahwa pola komunikasi telah berubah seiring dengan berkembangnya teknologi. Audiens saat ini lebih beragam dan kritis, sehingga pendekatan dakwah harus lebih dinamis dan relevan. Menyesuaikan gaya bahasa dengan karakteristik pendengar, seperti menggunakan bahasa yang santai namun tetap sopan bagi kalangan muda, dapat menciptakan ikatan yang lebih kuat. Penting juga bagi dai untuk menghindari nada menggurui, melainkan menggunakan bahasa yang merangkul dan memotivasi agar pesan yang disampaikan terasa lebih dekat dan mudah diterima.
Selain itu, pemanfaatan media digital adalah langkah strategis dalam menjangkau khalayak yang lebih luas. Platform seperti media sosial, YouTube, dan podcast menawarkan cara penyampaian pesan yang menarik dan sesuai dengan minat generasi sekarang. Dai bisa menggunakan metode bercerita atau storytelling yang dikemas dalam format video atau audio yang menarik sehingga pesan dakwah lebih mudah dipahami dan dinikmati. Keterampilan dalam menggunakan visual dan infografis sederhana juga dapat membantu audiens menangkap inti pesan dengan lebih efektif.
Pada akhirnya, seorang dai di era modern harus tetap relevan dengan isu-isu sosial yang sedang berkembang. Memahami tantangan dan kekhawatiran yang dialami masyarakat, seperti kesehatan mental, etika media sosial, hingga toleransi antarumat beragama, dapat membantu dai menyampaikan pesan yang aplikatif dan solutif. Dengan mengedepankan nilai-nilai yang mencerminkan Islam yang ramah, penuh kasih, dan universal, dai tidak hanya berperan dalam menyampaikan pesan agama, tetapi juga menjadi sumber inspirasi positif yang mampu memperkuat harmoni sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H