Manusia pastinya membutuhkan seorang pasangan, dan akhirnya akan dinikahi. Pernikahan sendiri artinya, merupakan  upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang pria dan wanita dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.Â
Setelah menikah pun akan menjadi sebuah keluarga. Padahal arti dari keluarga sendiri menurut Friedman adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.Â
Keluarga merupakan unit yang paling kecil di masyarakat. Tetapi meskipun sudah menikah atau berkeluarga, masalah itu tidak hentinya dating terus menerus. Sehingga membuat pasangan tersebut mengalami perpisahan.
Perpisahan ini mengakibatkan adanya single parent. Single parent merupakan keluarga yang terdiri dari orangtua tunggal baik ayah atau ibu sebagai akibat perceraian dan kematian.Â
Single parent juga dapat terjadi pada lahirnya seorang anak tanpa ikatan perkawinan yang sah dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab sendiri.Â
Lebih lanjut yang dimaksud dengan orang tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangannya (Bani  2021).  Single parent ada dua yaitu single mother dan single father.
Banyak sekali faktor-faktor dari utuhnya sebuah keluarga lalu mereka berpisah dan menjadi single parent. Contoh nya yaitu perceraian, cerai mati atau kematian, dan hidup berpisah atau LDR dengan pasangan. Itulah yang menyebabkan adanya single parent.Â
Tentunya seorang single parent adalah sosok yang sangat kuat, berat dan tidak mudah dalam menjalaninya. Banyak sekali masalah-masalah yang datang menghampirinya. Tantangan yang dihadapi itu seperti:
- Masalah ekonomi
Menjadi single parent tentunya sangat sulit karena harus mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan anaknya. Harus bisa membagi keungan dengan baik dan benar.
- Sulitnya mengatur antara anak dan pekerjaan
Karena harus bekerja sendiri jadi agak susah untuk lebih fokus pada salah satunya karena semuannya penting dan juga tidak dapat ditinggalkan semua jadi harus biga membagi waktu dengan baik. Meskipun sudah lelah dengan pekerjaannya tetapi harus selalu ingat akan kewajiban anaknya yang butuh orang tuanya.
- Masalah emosional
Menjadi single parent tentunya sudah tidak memiliki pasangan untuk bercerita lagi. Apa yang dilakukannya harus dilakukan sendiri. Hal itulah yang dapat menimbulkan masalah emosional karena terus merasa sendiri dan trauma akan masa lalu.
- Stigma buruk tentang single parent
Janda atau duda memiliki konotasi atau stigma yang buruk dimasyarakat. Banyak orang yang malu untuk mengungkapkan status tersebut karena takut di gunjing oleh masyarakat, padahal mereka tidak tahu sebenarnya betapa berat menjaid single parent.
- Merasa tidak mampu mengasuh anak dan mengelola rumah tangganya
Karena rumah tangganya gagal single parent merasa sudah tidak dapat mengelola rumah tangganya dengan baik. Anak-anaknya pun terdampak akan hal itu, ia menjadi susah untuk mengasuh anaknya.
- Sulitnya mendidik anak sendiri
Sulit sekali para single parent untuk mendidi anaknya sendiri. Karena anak dalam perpisahan tersebut juga memiliki trauma tersendiri. Jangan sampai anak tersebut malah terlantar dan salah pergaulan jika tidak diurus dengan benar.
- Masalah hak asuh
Pastinya saat orang tua bercerai dan memiliki anak, anak tersebut adalah harta mereka yang paling penting. Hal itulah yang akan diperebutkan mereka sampai mereka dapat. Meskipun telah ditentukan oleh undang-undang tetap saja banyak yang masih menginginkan hak asuh anak tersebut.
- Masalah seksual
Hasrat seksual memanglah alami terjadi apa alagi dikarenakan menjadi single parent dan sudah tidak memiliki pasangan pasti memiliki masalah tersebut.
Itulah masalah atau tantangan yang dihadapi oleh single parent. Seharusnya masyarakat harus lebih memahami single parent dan terus men supportnya.Â
Jangan sampai stigma buruk tersebut malah membuat mental mereka rusak. Semua yang telah saya paparkan merupakan hasil diskusi dari program matakuliah Sosiologi Kinship dan Keluarga, Universitas Muhammadiyah Malang yang telah saya pelajari.
Sumber Referensi: