Sosial media kini telah menjadi bagian dalam kehidupan modern ini. Dengan dampak berbagai aspek, seperti komunikasi, bisnis, hiburan dan bahkan politik. Di satu sisi, sosial media memungkinkan pengguna untuk saling terhubung satu sama lain, berbagi informasi dan edukasi, serta mengakses berita terkini secara cepat. Jenis platform yang sering digunakan antara lain Whatsapp, Tik Tok, Instagram dan Twitter. Dengan hal ini memungkinkan individu dapat mengekspresikan diri mereka secara kreatif serta membangun komunitas dengan memiliki ketertarikan yang sama. Namun dibalik kemudahan yang ditawarkan, muncul dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental penggunanya. Sehingga banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa penggunaan sosial media yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan psikologis, meningkatkan rasa kecemasan dan depresi, serta berpengaruh terhadap rasa kepercayaan diri seseorang.
      Salah satu dampak yang sering dialami oleh pengguna sosial media adalah meningkatnya rasa kecemasan atau depresi. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Cyberpsychology, Behavior and Social Networking menunjukan bahwa individu cenderung merasakan cemas berlebih apabila menggunakan lebih banyak waktu di sosial media. Dikarenakan banyaknya konten diberbagai platform yang sering menampakan kehidupan yang tampak sempurna seperti memamerkan momen-momen bahagia dan pencapaian hidup mereka sehingga pengguna sosial media sering mengalami rendah diri dan mengalami ketidakpuasan dalam hidup karena pengguna sering membanding-bandingkan dirinya sendiri dengan apa yang mereka lihat di sosial media serta menciptakan tekanan untuk selalu tampil dengan sempurna. Fenomena ini dikenal dengan istilah social comparison theory. Dalam banyak kasus, perbandingan ini menyebabkan stress dan rasa tidak cukup baik yang akhirnya berujung pada kecemasan sosial.
      Selain kecemasan dan depresi, media sosial dapat memengaruhi harga diri penggunanya, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Konten yang menggambarkan standar kecantikan yang tidak realistis atau kehidupan yang tampak sempurna dapat menimbulkan perasaan rendah diri. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Body Image Journal menemukan bahwa paparan gambaran tubuh ideal di media sosial dapat meningkatkan ketidakpuasan terhadap tubuh seseorang dan berkontribusi terhadap gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia. Meskipun banyak platform media sosial telah memulai upaya untuk memitigasi dampak negatif ini, seperti menghapus konten berbahaya dan menerapkan filter moderasi, banyak pengguna yang masih merasakan dampaknya. Ketika orang merasa tidak memenuhi standar kecantikan dan kesuksesan yang digambarkan di media sosial, hal ini dapat menimbulkan perasaan rendah diri yang mendalam, yang dapat menyebabkan berkembangnya penyakit mental yang lebih serius.
Meskipun media sosial mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan mental, ada aspek positif yang tidak dapat diabaikan. Media sosial dapat menjadi alat yang memberikan peluang bagi individu untuk menciptakan dukungan sosial, memperluas jaringan, dan mengakses sumber daya kesehatan mental yang bermanfaat. Beberapa pengguna media sosial telah menemukan komunitas yang mendukung di platform tertentu tempat mereka dapat berbagi pengalaman, mengatasi masalah bersama, dan mendapatkan saran dari orang lain yang pernah mengalami pengalaman serupa. Selain itu, banyak organisasi kesehatan mental kini menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan informasi kesehatan mental, mengurangi stigma, dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.
Namun, penting bagi pengguna media sosial untuk menyadari batasan dan mengembangkan pengendalian diri yang sehat saat menggunakan media sosial. Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak negatif antara lain membatasi waktu pemakaian perangkat, menghindari perbandingan sosial yang tidak sehat, dan lebih selektif terhadap konten yang Anda konsumsi. Penelitian dari Royal Society of Public Health menyarankan agar masyarakat mengambil tindakan yang lebih sadar ketika menggunakan media sosial, termasuk mengatur jadwal penggunaan dan fokus pada interaksi yang lebih bermakna, baik online maupun offline.
Secara keseluruhan, dampak media sosial terhadap kesehatan mental sangatlah kompleks dan beragam. Penggunaan media sosial secara cerdas dan sadar dapat memaksimalkan manfaatnya, namun penggunaan berlebihan dan tidak terkontrol dapat memperburuk penyakit mental. Oleh karena itu, penting untuk terus mempelajari dampak media sosial terhadap psikologi individu dan menyediakan alat yang lebih efektif untuk melindungi kesehatan mental di era digital ini.
Â
Referensi:
- American Journal of Preventive Medicine. (2019). "Social Media Use and Depression in Adolescents". https://www.ajpmonline.org.
- Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. (2018). "The Impact of Social Media Use on Mental Health: A Review". https://www.liebertpub.com.
- Fardouly, J., Diedrichs, P. C., Vartanian, L. R., & Halliwell, E. (2015). Social comparisons on social media: The impact of Facebook on young women's body image concerns and mood. Body Image, 13, 38-45.
- Royal Society for Public Health. (2017). Status of Mind: Social Media and Young People's Mental Health. https://www.rsph.org.uk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H