Makna profesionalisme dalam keperawatan terus berkembang seiring dengan perkembangan dalam konteks sosial, teknologi, dan budaya dalam pelayanan kesehatan. Perubahan ini mendorong perawat untuk memaknai ulang identitas profesional mereka yang awalnya hanya berfungsi teknis, kini menjadi lebih komprehensif dengan mempertimbangkan nilai, karakteristik, serta norma yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Godfrey & Crigger (2017) menyatakan bahwa dalam keperawatan, identitas profesional merupakan sikap yang terbentuk dari nilai-nilai disiplin dalam keperawatan. Para perawat harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien.
Dalam upaya memahami perkembangan profesionalisme keperawatan, Benner (2001) telah mengidentifikasi lima tingkatan keterampilan yang menunjukkan proses pembentukan identitas profesional, yaitu pemula, pemula tingkat lanjut, kompeten, mahir, dan ahli. Pengalaman lapangan memainkan peran penting dalam membentuk identitas profesional pada setiap tingkatan tersebut. Misalnya pada perawat Unit Gawat Darurat (UGD) yang memperoleh pengalaman unik melalui penanganan situasi berisiko dan berbahaya yang tidak dapat ditemukan di unit perawatan lainnya.
Seiring dengan berkembangnya pemahaman tentang kompleksitas pelayanan kesehatan, pemahaman terhadap aspek budaya pasien menjadi elemen penting dalam mengeksplorasi makna profesionalisme keperawatan modern. Budaya tidak hanya mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang tetapi juga mencakup keyakinan, ideologi, pengetahuan, agama, dan tata kelola dalam konteks kesehatan. Leddy (2006) menekankan bahwa perawat harus memberikan perhatian khusus terhadap aspek budaya ketika merencanakan, merancang, dan mengimplementasikan kegiatan promosi kesehatan.
Menyadari pentingnya aspek budaya ini, Kemenkes (2022) menggarisbawahi pentingnya perawat memahami pengalaman dan nilai-nilai yang memengaruhi psikologis pasien dari latar belakang, etnis, dan bahasa yang beragam. Di Indonesia, keragaman budaya menciptakan tantangan unik dalam pelayanan keperawatan. Misalnya, dalam merawat pasien dari suku Baduy yang memiliki pantangan terhadap pengobatan modern (Permana, 2009), perawat perlu mengembangkan pendekatan yang menghormati keyakinan mereka dengan tetap memberikan perawatan yang optimal.Â
Selain aspek budaya, perkembangan inovasi digital telah memberikan perspektif baru dalam memaknai profesionalisme keperawatan. Berman (2022) menjelaskan bahwa penerapan Electronic Health Records (EHR) telah memungkinkan perawat untuk mengelola data pasien dengan lebih efisien dan membangun hubungan yang lebih harmonis dengan pasien. Sebagai contoh dari manfaat teknologi ini, perawat UGD dapat mengakses riwayat medis dan informasi alergi pasien dengan cepat melalui EHR, sehingga mempercepat proses penanganan darurat.
Namun di tengah kemajuan teknologi ini, profesionalisme keperawatan di era digital menghadapi tantangan dalam mempertahankan aspek kemanusiaan yang menjadi inti profesi ini. Banyak perawat menemukan bahwa aplikasi konsultasi jarak jauh memiliki keterbatasan dalam membangun empati dan kepedulian dibandingkan dengan interaksi langsung. Selain itu, era digital memunculkan tantangan etis baru, terutama dalam menjaga kerahasiaan informasi medis pasien di media sosial.
Di sisi lain, platform digital juga telah mengubah cara perawat berkolaborasi dengan profesional medis lainnya. Berman (2022) mengamati bahwa teknologi telah memfasilitasi pertukaran informasi secara real-time di antara tenaga kesehatan, yang mendukung pengambilan keputusan klinis yang lebih baik. Perubahan ini memperkaya makna profesionalisme keperawatan dalam konteks kerja tim dan kolaborasi interprofesional.
Eksplorasi makna profesionalisme keperawatan dalam konteks perkembangan teknologi dan budaya menunjukkan perlunya keseimbangan antara adaptasi teknologi dan pemahaman nilai budaya. Seperti yang tercermin dalam kasus suku Baduy dan penerapan EHR, pengembangan identitas profesional keperawatan harus mencakup kemampuan mengintegrasikan teknologi dengan tetap mempertahankan kepedulian sebagai esensi profesi. Keberhasilan perawat dalam menghadapi transformasi ini  akan ditentukan oleh kemampuan mereka beradaptasi dengan perubahan teknologi dengan tetap menjaga kualitas dan keamanan layanan kesehatan yang berpusat pada pasien, sembari menghormati keragaman budaya yang ada dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Benner, P. (2001). From novice to expert: Excellence and power in clinical nursing practice. Prentice Hall Health.
Berman, A. T., Snyder, S., & Frandsen, G. (2022). Kozier & erb's fundamentals of nursing, global edition (11th ed.). Pearson Education.
Godfrey, N., & Crigger, N. (2017). Professional identity. In J. Giddens (Ed.), Concepts of nursing practice (pp. 1259--1283). Elsevier.
Kemenkes. (2022). Budaya dan Integrasi Promosi Kesehatan yang Harus Diperhatikan Perawat. Kemkes.Go.Id. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/242/budaya-dan-integrasi-promosi-kesehatan-yang-harus-diperhatikan-perawat
Leddy, S. K. (2006). Integrative health promotion: conceptual bases for nursing practice. Jones and Bartlett Publisher.
Permana, R. C. E. (2009). Masyarakat Baduy dan pengobatan tradisional berbasis tanaman. Wacana Journal of the Humanities of Indonesia, 11(1), 81. https://doi.org/10.17510/wjhi.v11i1.145
Weberg, D., & Davidson, S. (2024). Leadership for evidence-based innovation in nursing and health professions (3rd ed.). Jones and Bartlett.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H