Mohon tunggu...
Salsabilla Faiqah
Salsabilla Faiqah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 22107030002_UIN Sunan Kalijaga

A dreamer who love travel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rimpu: Warisan Budaya yang Tak Lekang oleh Waktu

15 Mei 2023   22:51 Diperbarui: 15 Mei 2023   22:54 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: Kahaba.net
Source: Kahaba.net
Masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya di wilayah Bima-Dompu memiliki cara berbusana yang khas. Masyarakat setempat menyebutnya Rimpu. Rimpu merupakan rangkaian busana yang menggunakan dua lembar sarung tenun khas Bima-Dompu. Kedua sarung tersebut digunakan sebagai bawahan dan atasan.

Secara historis, tradisi menutup aurat bukanlah hal yang baru, dalam arti kata bahwa menggunakan hijab telah lama ada dan mengakar di beberapa tempat sebelum datangnya ajaran agama Islam.

Budaya Rimpu sebagai busana adat harian tradisional wanita muslimah kali pertama diperkenalkan setelah masuknya ajaran Islam akhir abad ke XVII di Bima yang ditandai dengan berubahnya status kerajaan menjadi kesultanan. 

Ajaran Islam masuk di Bima pada 15 Rabiul Awwal 1050 H bertepatan dengan 5 Juli 1640 M. Pembawanya adalah Dato Ri Bandang dan Dato Ri Tiro yang berasal dari Sumatera. Mereka diutus oleh pihak Kesultanan Gowa untuk menyiarkan agama Islam di daerah Bima. 

Pada saat itu, hampir semua perempuan yang ada di wilayah Bima masih mengenakan pakaian warisan leluhurnya dengan kain seadanya. Oleh kedua ulama tersebut memperkenalkan kepada masyarakat Bima khususnya perempuan cara berpakaian yang sesuai dengan ajaran Islam.

Sejak Islam diperkenalkan, sarung-sarung tradisional khas Bima-Dompu mulai digunakan untuk menutup anggota tubuhnya dan dikenal dengan nama Rimpu. 

Populernya budaya Rimpu di masa-masa awal karena pada saat itu masyarakat belum mengenal mesin jahit untuk menyambung kain yang akan di jadikan barang yang bermanfaat misalnya pakaian. 

Pada saat itu mereka hanya mengenal yang namanya tenunan sarung, bahan dasarnya adalah kapas yang diolah menjadi benang dan selanjutnya ditenun menjadi sarung.

Budaya Rimpu semakin mengental setelah Raja pertama dari Kesultanan Bima Sultan Abdul Kahir menerima ajaran Islam dan mulai menginstruksikan kepada kaum wanita untuk menutup auratnya dengan sempurna. 

Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita yang berasal dari Arab dan Melayu menjadi inspirasi tersendiri bagi wanita di Bima untuk mengidentikan pakaian mereka dengan menggunakan Rimpu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun