Mohon tunggu...
Salsabilla
Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa..

*

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Hukum Pemilihan Umum di Indonesia: Dampak Kuota 30% Perwakilan Perempuan

9 Desember 2023   08:54 Diperbarui: 9 Desember 2023   08:56 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan umum (pemilu) adalah salah satu instrumen penting dalam sistem demokrasi, karena melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang akan membentuk pemerintahan dan membuat kebijakan publik. Namun, dalam praktiknya, keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia masih rendah, padahal perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik dan mempengaruhi kebijakan publik yang berkaitan dengan kepentingan dan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, salah satunya adalah dengan menerapkan kuota 30% perwakilan perempuan dalam partai politik dan daftar calon anggota legislatif (caleg).

Kuota 30% perwakilan perempuan merupakan salah satu bentuk affirmative action yang diatur dalam hukum pemilihan umum di Indonesia. Affirmative action adalah kebijakan yang bertujuan untuk memberikan perlakuan khusus atau preferensial kepada kelompok-kelompok yang dirugikan atau didiskriminasi dalam masyarakat, agar dapat mencapai kesetaraan dan keadilan. Kuota 30% perwakilan perempuan diharapkan dapat mengatasi hambatan-hambatan struktural, kultural, dan institusional yang menghalangi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Kuota 30% perwakilan perempuan juga sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan gender, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Dampak dari penerapan kuota 30% perwakilan perempuan dalam partai politik dan daftar caleg terhadap keterwakilan perempuan di parlemen dan kualitas demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:

  • Aspek kuantitatif, yaitu jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif. Berdasarkan data KPU tahun 2019, terdapat 103 perempuan yang terpilih menjadi anggota DPR, atau sekitar 20,5% dari total 560 kursi. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu 97 perempuan atau 17,3% pada tahun 2014, dan 101 perempuan atau 18% pada tahun 2009. Namun, jumlah ini masih jauh di bawah target 30% yang diharapkan. Di tingkat daerah, jumlah perempuan yang terpilih menjadi anggota DPRD provinsi rata-rata 17,8%, sedangkan di DPRD kabupaten/kota rata-rata 15,4%. Jumlah ini juga masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Filipina (30,8%), Vietnam (26,7%), dan Thailand (23,8%).
  • Aspek kualitatif, yaitu peran dan kontribusi perempuan yang terpilih menjadi anggota legislatif dalam membuat dan mengawasi kebijakan publik, khususnya yang berkaitan dengan isu-isu gender. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2019, terdapat 19 undang-undang yang disahkan oleh DPR, di mana 10 di antaranya memiliki perspektif gender, yaitu memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan perempuan dan laki-laki secara adil dan merata. Beberapa contoh undang-undang yang memiliki perspektif gender adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Namun, masih ada beberapa undang-undang yang belum memiliki perspektif gender, seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2019 tentang Sistem Pemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2019 tentang Kebudayaan, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Dari aspek kuantitatif dan kualitatif tersebut, dapat disimpulkan bahwa kuota 30% perwakilan perempuan dalam partai politik dan daftar caleg telah memberikan dampak positif terhadap keterwakilan perempuan di parlemen dan kualitas demokrasi di Indonesia, namun masih perlu ditingkatkan dan diperkuat. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya lebih lanjut untuk memperkuat implementasi kuota 30% perwakilan perempuan, seperti memberikan sanksi bagi partai politik yang tidak memenuhi kuota, mendorong perempuan untuk lebih aktif dan berdaya dalam politik, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keterwakilan perempuan yang adil dan merata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun