Mohon tunggu...
salsabilla fitra maulida
salsabilla fitra maulida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswi semester 1 , Prodi Manajemen Pendidikan ,Fakultas Ilmu Pendidikan ,Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Lembaga P2TP2A kabupaten Lampung Timur, Melindungi atau Mengkhianati?

20 Oktober 2021   22:00 Diperbarui: 20 Oktober 2021   22:09 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kasus yang terjadi di P2TP2A Lampung Timur telah menghianati upaya pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.  Pada hakikatnya, perempuan akan melahirkan generasi penerus cita – cita dan pelopor kemajuan bangsa , oleh karena itu pemerintah harus mengupayakan kesejahteraan dan perlindungan terhadap perempuan dan anak dengan cara membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) ditengah masyarakat agar perempuan dan anak dapat terhindar dari kekerasan, ekspoitasi,  diskriminasi,  dan kejahatan lainnya.  

Dengan pembentukan P2TP2A tersebut diharapkan perempuan dan anak dapat merasa aman dan terlindungi serta dapat diberdayakan dengan baik untuk menjalani kehidupannya.  Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan kasus yang terjadi di P2TP2A Lampung Timur yang mana seharusnya melindungi , justru malah menjadi musuh dalam selimut. Maka dari itu,  dengan penulisan artikel ini, akan dijelaskan hal – hal yang terkait dengan kasus P2TP2A di Lampung Timur, agar dapat menjadi pembelajaran dan evaluasi bagi pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia.

Kasus bermula dari NF , yaitu korban pemerkosaan pamannya sendiri pada tahun 2019 yang dititipkan oleh Ayahnya untuk menjalani rehabilitasi psikologi di P2TP2A Lampung Timur pada pertengahan April 2020.  Namun,  selama direhabilitasi NF mengaku mengalami tindakan pemerkosaan yang dilakukan oleh DA,  yaitu oknum P2TP2A yang menjadi pendamping rehabilitasinya.  Aksi bejat tersebut dilakukan dengan membawa NF ke rumah DA dengan beberapa ancaman jika menolak berhubungan badan dengan DA, bahkan NF juga pernah ditawarkan dengan sejumlah uang 700 ribu rupiah kepada teman DA untuk diperkosa kembali.  

Pada akhir Juni,  NF yang sudah tidak kuat lalu mengadu ke kerabatnya dan berujung terungkapnya kasus ini.  Kasus ini membuat geram berbagai instansi dan seluruh masyarakat.  Pasalnya P2TP2A yang telah dianggap rumah yang aman bagi perempuan dan anak,  justru menjadi rumah bagi pelaku kekerasan seksual dan perdagangan orang.  

Dalam kasus ini,  DA bukan hanya melanggar kode etik sebagai petugas yang memberikan pelayanan masyarakat,  namun juga melakukan tindak pidana terhadap Hak Asasi Manusia dan UU Perlindungan anak pasal 81 No 23 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa,  “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan denganya atau dengan orang lain,  dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) Tahun dan paling singkat (3) tahun dan denda paling banyak Rp 300. 000. 000, 00 ( tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60. 000. 000, 00 ( enam puluh juta rupiah)”.  

Hal tersebut juga bertolak belakang dengan upaya pemerintah untuk memberikan jaminan keselamatan dan perlindungan untuk kelangsungan hidup anak sebagaimana tertuang dalam Pasal 20 Undang - Undang No.  23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,  yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak adalah negara,  pemerintah,  masyarakat,  keluarga,  dan orang tua.

Kasus P2 TP2A di Lampung Timur telah membuat kepercayaan masyarakat terhadap pusat pelayanan menjadi berkurang,  oleh karena itu pemerintah diharuskan untuk mengambil peran dan tindakan seperti berikut agar kepercayaan tersebut dapat terbentuk kembali :

(1) Melakukan pengawasan langsung terhadap mitra masyarakat yang ada di daerah – daerah.

(2) Mengevaluasi kinerja dan tata kelola pusat pelayanan daerah.

(3) Merubah dan memperketat sistem pengrekrutan petugas atau pejabat  di pusat pelayanan.

(4) Membuat sanksi dan hukuman tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh petugas,  pejabat,  ataupun anggota pusat pelayanan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun