Penuaan merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Seiring bertambahnya usia, banyak hal yang berubah dalam hidup seorang individu, termasuk perubahan fisik dan psikologis. Selain itu, perubahan sosial juga kerap dialami oleh lansia seperti kehilangan dukungan dari lingkungan sekitar, merasakan kehilangan atas jabatan yang dimiliki di masa muda, merasakan stress dan tekanan sosial, kehilangan anggota keluarga, meningkatnya potensi terkena penyakit, dan berbagai perubahan lainnya yang cenderung menyebabkan individu mengalami berbagai gangguan mental termasuk depresi.
Menurut teori Erik Erikson mengenai tahap perkembangan manusia, lansia berada pada tahap perkembangan intregrity vs despair. Jika individu merasakan telah menjalani kehidupan dengan baik dan memiliki kepuasan ketika melihat kehidupan di masa mudanya, maka lansia mencapai tahap integrity. Sementara ketika individu memiliki perasaan kecewa, malu, dan menyesal saat melihat kehidupannya di masa lalu, maka individu mengalami tahap despair. Mengalami tahap despair juga dapat menjadi salah satu penyebab adanya kecenderungan lansia mengalami depresi.
Menurut data badan kesehatan dunia (WHO), individu dengan gangguan depresi paling banyak dialami oleh lansia. Berdasarkan survei yang dilakukan di seluruh dunia, terdapat rata-rata prevalensi sebanyak 13,5% lansia yang memiliki gangguan depresi dengan perbandingan 14,1 pada wanita dan 8,5 pada pria.Â
Depresi dapat mempengaruhi keberfungsian individu sehingga individu tidak dapat berfungsi secara optimal dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki resiko bunuh diri. Depresi juga memiliki pengaruh negatif terhadap kesehatan fisik dan mental individu sehingga individu cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah. Pada lansia, kesedihan bukan gejala utama depresi, melainkan perasaan kurangnya ketertarikan dalam beraktivitas. Selain itu, depresi juga meningkatkan berbagai gejala penyakit fisik, seperti diabetes, penyakit jantung, dan stroke.
Besarnya pengaruh depresi terhadap kesehatan fisik dan mental lansia membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan kepada individu lanjut usia yang mengalami depresi adalah terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yang menarik dan mudah diterapkan adalah terapi musik klasik. Terapi musik adalah terapi yang menggunakan musik untuk mengatasi berbagai masalah perilaku, emosional, sosial, kognitif dari berbagai kalangan usia.
Pada umumnya, musik klasik memiliki peran penting untuk mendukung manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik membantu bayi mengembangkan ikatan yang sehat dengan orang tuanya, menurunkan potensi stress pada bayi hingga dapat menurunkan tingkat depresi pada lansia ((Siedliecki (2006), Chan, et.al (2009), Moradipanah (2009), Guetin (2009), kartinah (2011)). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa musik klasik tidak hanya memiliki efek menurunkan tingkat depresi tetapi juga dapat menurunkan tingkat kecemasan individu. Selain itu, terapi musik juga dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mengurangi rasa nyeri pada individu.
Hal ini dapat terjadi karena musik memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan gelombang pada otak. Pada otak terdapat gelombang alfa dan beta, gelombang beta meningkat ketika terjadi kondisi di mana individu memberikan atensi pada perasaan negatif, sementara peningkatan gelombang alfa dapat mengeluarkan perasaan tenang dan sadar pada individu. Terapi musik dapat meningkatkan gelombang alfa pada otak. Selain itu, musik juga meningkatkan kinerja sistem limbik di otak yang berfungsi untuk mengelola emosi dan menghubungkan otak sadar dan bawah sadar. Musik klasik juga dapat menurunkan tingkat depresi karena adanya pelepasan hormon serotonin dan endorfin saat mendengarkannya.
Pemberian terapi musik dapat diberikan oleh profesional. Pada umumnya, terapi musik dimulai dengan menilai kebutuhan lansia yang membutuhkan terapi musik menggunakan geriatric depression scale (GDS) atau beck depression inventory (BDI) selanjutnya melakukan perencanaan terapi dengan memilih musik dan menetapkan tujuan terapi secara spesifik. Langkah berikutnya adalah pelaksanaan sesi terapi dengan menentukan durasi dan frekuensi sesi terapi musik. Pemberian terapi ini akan terus dievaluasi oleh profesional menggunakan alat yang sama (GDS dan BDI) untuk melihat perubahan tingkat depresi setelah beberapa sesi.
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa terapi musik klasik memiliki pengaruh positif terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia. Selain terapi musik klasik, lansia juga membutuhkan dukungan sosial dan perhatian dari lingkungan sekitar untuk membantu lansia mengatasi gangguan depresi yang dialaminya.
DAFTAR PUSTAKAÂ
Rebecchini, L. (2021). Music, mental health, and immunity. Brain, behavior, & immunity-health, 18, 100374.