Mohon tunggu...
Salsabila Safri
Salsabila Safri Mohon Tunggu... Jurnalis - (road to be) Journalist

Sangat mengapresiasikan segala jenis saran dan masukan. Berusaha menjadi lebih baik dengan belajar menulis dengan baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pencerahan Antara Polemik Liberalisme dan Realisme

31 Oktober 2019   22:44 Diperbarui: 31 Oktober 2019   22:44 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: globalagemagazine.kipscss.net

Hubungan Internasional (HI) merupakan kajian ilmu sosial dengan objek interaksi masyarakat. Ilmu ini sudah lama ditekuni para ilmuan barat, namun baru menjadi disiplin ilmu dan memisahkan diri dari ilmu sosial setelah Perang Dunia I. Salah satu penyebab pecahnya perang dan  melibatkan negara-negara di dunia yaitu ambisi manusia dalam mencapai kepentingan nasional masing-masing negara. Contohnya Jerman, sebagai tokoh yang genjar dalam Perang Dunia II. Hal ini dilatarbelakangi dendam dan keinginan balas dendam atas kekalahan Jerman pada Perang Dunia I.

Studi Hubungan Internasional melahirkan teori-teori sebagai hasil pengamatan sifat manusia dan tindakan yang diambil. Diantara teori-teori HI, terdapat dua teori yang mendominasi, yaitu Teori Realisme dan Teori Liberalisme.

Dua teori tersebut memiliki perspektif yang sangat bertolak belakang. Maka tak heran jika Realisme dan Liberalisme sering menjadi perdebatan sampai saat ini. Bahkan melatar belakangi lahirnya teori-teori lain yang mengkritiki dua teori tadi.

Liberalisme lahir pasca Perang Dunia I. Tokoh Liberalisme daintaranya John Locke, Jeremy Bentham dan Immanuel Kant. Liberalisme berasumsi manusia memiliki sifat baik dan menyukai kerjasama. Perdamaian tidak perlu dicapai melalui perang, namun dengan cara melakukan kerjasama demi mencapai kesepakatan untuk kehidupan yang lebih baik. Bagi kaum liberal, negara adalah entitas konstutisional yang membentuk dan menjalankan aturan yang menghormati hak warga negara untuk hisup, bebas, dan sejahtera.

Realisme lahir pasca Perang Dunia I. Realisme mulai dikenal melalui tulisan Hans J. Morgenthau dalam bukunya "Politic Among Nations: The Struggle of Power and Peace" (1947).

Menurut kaum Realis, manusia memiliki sifat buruk dan selalu ingin menang sendiri. Mereka mengutamakan power untuk mencapai peace. Hubungan Internasional bagi realis yaitu tentang bagaimana negara-negara membendung power sebanyak dan sekuat mungkin agar tercipta kedamaian. Jika terjadi ketimpangan power maka perang akan terjadi. Perang bukanlah hal yang harus dihindari, justru itulah jalan menuju kedamaian. Contohnya antara Korea Utara dan ...

Jauh sebelum terjadinya Perang Dunia I, seorang utusan bernama Muhammad menerima wahyu berupa Al Qur'an. Hingga saat ini Al-Qur'an menjadi pedoman seluruh umat muslim di dunia. Al-Qur'an tak hanya menjadi pedoman, namun menjawab segala pertanyaan dan permasalahan dalam kehidupan. Contohnya dalam Surah At-Tin ayat 3-5, yang artinya:

"sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya."

Penggalan surah dalam Al-Qur'an ini jika ditelaah kembali, dapat diaplikasikan dalam HI. Ketiga ayat tersebut dapat dijelaskan, bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dibandingkan makhluk-makhluk lain. Manusai tidak sama dengan tumbuhan, hewan, syaitan, maupun malaikat.

Namun manusia juga dapat jatuh ke dalam tempat yang paling hina (neraka), jika ia tidak beriman dan lalai dalam beramal shaleh. Artinya berpotensi untuk menjadi baik atau buruk. Maka yang membentuk sifat manusia adalah anugerah yang hanya dimiliki manusia, yaitu akal.

Islam tidak menentang baik Liberal maupun Realis. Dalam perspektif Islam manusia terlahir dengan keistimewaan dan dianugerahi fitrah untuk berbuat baik (kemanusiaan). Namun tidak memungkiri bahwa manusia dapat melakukan tindakan keburukan, Yaitu apabila mereka tidak beriman dan melakukan amal shaleh. Allah memberikan manusia akal, namun manusia sendiri yang kemudian menggunakan akal tersebut untuk berbuat baik atau berbuat buruk.

Sumber:

Robert Jackson dan George Sorensen, Pengantar Hubungan Internasional

Schott Burchill, Teori Hubungan Internasional

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun