Mohon tunggu...
Salsabila Putri
Salsabila Putri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Representasi dan Pelanggengan Budaya Patriarki dalam Film Barbie (2023), Sebuah Analisis Gender

6 November 2024   15:18 Diperbarui: 6 November 2024   15:33 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Hal ini membawa film ini untuk mengeksplorasi tema yang lebih kompleks mengenai identitas perempuan dan tekanan sosial yang sering kali membayangi. Meskipun karakter Barbie digambarkan sebagai sosok yang berani dan mandiri, tetap saja penggambaran tersebut tidak lepas dari banyaknya stereotip gender yang masih ada.

Karakter Ken, yang diperankan oleh Ryan Gosling, berfungsi sebagai pelengkap bagi Barbie, sekaligus mencerminkan dinamika patriarki dalam hubungan mereka. Ken digambarkan sebagai sosok yang bergantung pada Barbie untuk mendapatkan validasi dirinya, yang menciptakan gambaran bahwa laki-laki sering kali terjebak dalam peran tradisional yang dibentuk oleh masyarakat. 

omen-momen di mana Ken berusaha menunjukkan kekuatannya dan meraih perhatian Barbie menggambarkan bagaimana norma-norma patriarki masih mendominasi narasi mereka.

Film ini berusaha menampilkan keseimbangan antara kekuatan perempuan dan peran laki-laki, tetapi tetap menyiratkan tantangan yang dihadapi oleh keduanya dalam masyarakat yang masih terpengaruh oleh norma-norma gender tradisional. Dengan menyelami permasalahan identitas dan tekanan sosial, Barbie tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajak penonton untuk merenungkan peran gender dan harapan masyarakat terhadap mereka, menciptakan ruang untuk diskusi yang lebih dalam mengenai kesetaraan dan identitas.

Pesan pemberdayaan perempuan yang disampaikan dalam film tidak dapat diabaikan, meskipun disertai dengan berbagai kontradiksi. Dalam perjalanan karakter utama, penonton disuguhkan dengan situasi di mana Barbie mengeksplorasi identitasnya dan berjuang melawan ekspektasi yang dilekatkan padanya. Momen-momen ini tidak hanya menghibur tetapi juga mengajak penonton untuk merenungkan makna sejati dari kekuatan perempuan dan bagaimana individu dapat berkontribusi untuk merubah persepsi yang ada.

Selain itu, film ini juga menciptakan ruang bagi penonton untuk berpikir kritis tentang apa artinya menjadi perempuan dalam dunia yang sering kali dikuasai oleh norma-norma patriarkal. Dengan menyajikan berbagai tantangan yang dihadapi Barbie, film ini mengundang audiens untuk mempertimbangkan pengalaman perempuan di luar batasan yang telah ditentukan. Ini memungkinkan penonton, terutama perempuan, untuk merasa terwakili dan terinspirasi dalam upaya mereka sendiri untuk menghadapi tantangan yang serupa dalam kehidupan nyata.

Dengan demikian, Barbie bukan sekadar film hiburan, tetapi juga sebuah karya yang memiliki makna lebih dalam tentang identitas, pemberdayaan, dan perjuangan perempuan. Film ini berhasil menyampaikan pesan yang kuat tentang pentingnya mematahkan stereotip dan membangun kesadaran akan hak-hak perempuan, sekaligus mendorong penonton untuk berpikir lebih jauh tentang peran mereka dalam menciptakan dunia yang lebih setara.

Film Barbie (2023) merupakan contoh menarik tentang bagaimana tayangan media dapat berperan dalam pelanggengan budaya patriarki. Meskipun film ini berusaha untuk menampilkan pemberdayaan perempuan dan menantang stereotip gender, elemen-elemen yang memperkuat norma patriarkal masih tampak jelas. Sebagai penonton, penting untuk mengkaji dan mengkritisi pesan-pesan yang disampaikan oleh media agar kita dapat memahami dan mendiskusikan isu-isu gender dengan lebih mendalam.

Hasil analisis ini menunjukkan perlunya kesadaran yang lebih besar dalam konsumsi media, serta pentingnya mendorong representasi yang lebih adil dan setara dalam film. Untuk menciptakan perubahan sosial yang nyata, diperlukan upaya kolektif untuk menghilangkan budaya patriarki yang telah mengakar, dan film Barbie dapat menjadi titik awal untuk diskusi yang lebih luas tentang gender dan peran media dalam membentuk persepsi masyarakat. 

Dengan demikian, penonton diharapkan dapat terlibat aktif dalam mempromosikan kesetaraan gender dan memperjuangkan hak-hak perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun