Mohon tunggu...
Salsabila FirdausiaDarojat
Salsabila FirdausiaDarojat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student

Santai tapi serius

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Praktik Penanaman Nilai Jawa dalam Pengasuhan Keluarga Jawa Militer?

13 Desember 2021   08:00 Diperbarui: 13 Desember 2021   08:03 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Ilustrasi Keluarga. (Source : Pixabay)

                                                                                 

Keluarga merupakan unit sosial yang terkecil dari masyarakat dan merupakan suatu sendi dasar dalam organisasi sosial. Sebagai unit sosial terkecil, umumnya keluarga memiliki konsepsi pembagian tugas, wewenang, kewajiban, hak dan tanggung jawab bagi tiap anggota keluarganya. Secara umum, pembagian kerja itu dapat dilihat sebagai dimulai dari peran ayah yang merupakan pengawas, pencari nafkah, pengendali dan pemegang kontrol terhadap seluruh anggota keluarga. Kemudian Ibu, merupakan pengasuh, pembimbing, pengelola dan perawat terhadap seluruh anggota keluarga, dan anak merupakan penyeimbang, pemersatu dan pengontrol dalam keluarga. 

Keluarga adalah institusi pendidikan primer, sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di lembaga lain. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami pengasuhan. Keberhasilan seorang anak dalam kehidupnya dengan hubungan sosialnya tergantung dari pola pengasuhan yang diterapkan orangtua dalam keluarga. Pengasuhan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan anak-anak. Melalui pengasuhan, orang tua menjalankan perannya yakni memberikan perawatan, memberikan dukungan emosional, serta melakukan sosialisasi mengenai keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai yang perlu dimiliki anak untuk menjadi anggota masyarakat (Grusec, 2002; Maccoby, 1992).

Greetz (1983) mendefinisikan keluarga Jawa merupakan keluarga yang terdiri dari orang tua, anak-anak, dan biasanya suami atau istri merupakan orang yang terpenting di dunia ini. Mereka memberi bimbingan moral, membantu anak-anak mereka dari usia kanak-kanak hingga menempuh usia dewasa dengan memperlajari nilai-nilai budaya Jawa. Secara idealnya dalam budaya Jawa, pembagian peran dalam sebuah keluarga meliputi keberadaan ayah menjadi seseorang yang bekerja untuk mencari sumber penghidupan, sedangkan pengasuhan akan lebih banyak dilakukan oleh ibu. Hal itu disebabkan karena posisi ibu m bemiliki peran besar dalam proses pembentukan karakter anak dan pemberian makna dalam keluarga. Namun dalam keluarga modern ayah juga memiliki porsi yang sama dengan ibu dalam pengasuhan anak. Ayah juga memiliki sebuah peran untuk mengsosialisasikan sebuah nilai kepada anaknya sama seperti yang dilakukan oleh sang ibu. Sehingga ayah juga dapat menentukan karakter dan kepribadian sang anak.

Tata krama merupakan hal yang dijunjung tinggi dalam sebuah keluarga Jawa. Menurut Kartodirdjo (1998) orang Jawa menerapkan sebuah prinsip untuk menjadi seseorang yang susila, yaitu orang yang sanggup menguasai (watak) diri sendri dan harus dapat menghargai orang lain supaya orang lain menghargai dirinya (tepo seliro). Dalam hidup di dunia orang Jawa juga harus dapat seimbang dan selaras seperti keseimbangan dan keselarasan lahir dan batin. Pengasuhan ideal dalam masyarakat Jawa diharuskan dapat mengajarkan anak untuk hidup seimbang dan dapat menguasai dirinya. Karenanya setiap perilaku dan ucapan seorang anak harus diperhatikan. Pada awalnya anak akan mempraktikkannya di lingkungan keluarga terdekat, misalnya dalam bertutur kata. Seorang anak mempelajari bahasa krama dari orang yang lebih tua darinya. Anak juga belajar sopan santun pada konteks perilaku sehari-hari seperti tata cara saat makan, mengenakan baju, maupun bersikap. Selain tata krama, kerukunan juga menjadi sebuah prinsip penting yang harus dipegang teguh, sehingga seseorang yang berasal dari Jawa diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai agar tidak terjadi perselisihan.

Dalam proses pengasuhan yang dilakukan oleh keluarga Jawa terdapat tujuh nilai Jawa yang digunakan dalam pengasuhan keluarga Jawa (Etikawati dkk, 2019). Nilai-nilai Jawa tersebut yaitu :

  • Hormat dan sopan santun : Cara-cara yang dilakukan orang tua agar anak mampu menunjukkan rasa hormat pada orang yang lebih tua.
  • Rukun : Cara-cara yang digunakan orang tua agar anak mampu menghindari konflik dan menjalin hubungan baik dengan orang lain di sekitarnya.
  • Kendali perilaku : Cara-cara yang digunakan orang tua agar anak mampu mengendalika n diri sedemikian rupa sehingga perilakunya tidak mengganggu ketenangan lingkungan.
  • Nrimo (sikap menerima) : Cara-cara yang digunakan orang tua agar anak memiliki sikap menerima (tidak protes) dan tetap beraktifitas dalam keadaaan apapun.
  • Disiplin : Cara-cara yang digunakan orang tua agar anak dapat mengarahkan dirinya dalam menjalankan tugas dan kegiatannya sehari-hari.
  • Jujur : Cara-cara yang digunakan orang tua agar anak mencapai sesuatu secara benar dan berbicara sesuai dengan kenyataan.
  • Tresno (cinta) : Cara-cara yang digunakan orang tua agar anak memperoleh rasa cinta dan dukungan dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari

Tidak berbeda jauh dengan keluarga Jawa yang berlatarbelakang pekerjaan sebagai militer juga menerapkan nilai-nilai budaya jawa yang telah dijelaskan diatas. Dalam penerapan penanaman nilai-nilai budaya Jawa yang dilakukan orang tua Jawa militer kepada anak-anaknya, mayoritas hampir keseluruhan nilai diajarkan dan diterapkan dalam bentuk perilaku sehari-hari agar anak lebih mudah memahaminya. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai praktik penanaman nilai-nilai budaya Jawa yang diterapkan dalam keluarga Jawa yang berlatarbelakang militer, penulis melakukan wawancara singkat dengan tiga anak dari keluarga militer Jawa. Dari ketiga subjek wawancara tersebut penulis menemukan kesamaan dalam penerapan nilai-nilai Jawa dalam pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya yang berlatarbelakang militer.

Pertama-tama adalah nilai hormat dan sopan santun. Subjek menjelaskan orang tuanya menerapkan nilai ini melalui cara pengasuhan yaitu memberikan pengertian tentang kedudukan anak dan orang lain, bahwa orang yang lebih tua harus dihormati, membiasakan menyapa atau memberi salam lebih dulu saat bertemu orang yang lebih tua, dan mengajarkan cara merespon orang yang lebih tua (“dalem”, “inggih”). Kedua, adalah nilai rukun. Kerukunan dalam keluarga Jawa militer diterapkan melalui cara pengasuhan yakni mendorong anak untuk bersabar, meminta anak untuk mengalah atau tidak memperbesar masalah, menasehati anak agar menghargai perbedaan, membiasakan anak untuk berbagi, dan mengajak anak untuk bergotong royong, mendorong anak mengikuti kegiatan di lingkungan. Nilai Jawa ketiga yang diterapkan adalah nrimo (sikap menerima). Nilai ini diterapkan dengan cara memberikan pengertian bahwa tidak semua keinginan harus terpenuhi menasehati anak untuk menerima apa yang dimiliki dalam keluarga (misal menikmati makanan yang ada), dan membiasakan anak untuk bersyukur. Nilai Jawa yang keempat yaitu jujur. Penanaman nilai kejujuran dalam keluarga Jawa militer dilakukan dengan menasehati anak untuk tidak mencontek, mengingatkan anak saat bermain curang, membiasakan anak untuk bericara sesuai kenyataan, menasehati anak untuk berbicara sesuai kenyataan, dan membiasakan anak berpamitan ke mana akan pergi.

Nilai Jawa terakhir yang ditanamkan dalam keluarga Jawa militer adalah nilai disiplin. Pada keluarga Jawa militer lebih menekankan sikap disiplin pada anak-anaknya. Anak dituntut untuk dapat mengerjakan sesuatu dengan hasil yang maksimal dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan (Depdiknas dalam Dewi, 2015). Nilai disiplin menjadi nilai utama yang diajarkan dalam keluarga militer Jawa. Dari berbagai latar belakang pekerjaan yang dikaji oleh Depdiknas, hanya keluarga militer Jawa saja yang memberikan pembiasaan disiplin dengan cara yang kaku seperti dengan cara kekerasan yang maksudnya adalah anak diperintah  dan harus melakukan perintah tersebut. Tentunya hal ini juga disebabkan adanya hirarki yang tertinggi dalam keluarga sehingga anak harus mematuhi orang tua. Budaya patriarki masih kental dalam keluarga Jawa, maka seorang ayah menduduki hirarki yang paling tinggi dalam keluarga, sedangkan ibu dianggap sebagai teman diskusi ayah dan memiliki tanggung jawab untuk mengasuh anak dan memberikan penanaman nilai kepada anak.

Adanya perpaduan latar belakang pekerjaan orang tua sebagai anggota militer dan latar belakang etnis Jawa yang dimiliki dapat menghasilkan pola asuh yang memadukan antara keduanya. Perpaduan gaya asuh dari dua latar belakang ini sama-sama baik dan dapat membentuk anak untuk menjadi anak memiliki kepribadian yang baik dan dapat berguna untuk masyarakat sekitar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun