Koalisi partai politik diartikan sebagai kerja sama antar partai politik dalam rangka memperoleh suara dalam pemilihan umum. Pada dasarnya, koalisi partai politik tidak terlalu dibutuhkan di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer yang membutuhkan kehadiran koalisi partai.Â
Dalam sistem parlementer, perdana menteri tidak memiliki periode tetap. Perdana menteri dapat sewaktu-waktu diturunkan melalui adanya  mosi tidak percaya. Sehingga, masa jabatan perdana menteri bergantung pada apakah ia dapat menciptakan mayoritas koalisi di parlemen. Sedangkan, dalam sistem presidensial, presiden memiliki masa jabatan yang telah ditetapkan sehingga presiden tidak dapat diturunkan kecuali menunggu masa jabatannya habis atau terbukti melakukan pelanggaran sesuai dengan yang ditetapkan oleh konstitusi.Â
Namun, Indonesia yang merupakan negara dengan sistem pemerintahan presidensial sangat gencar menjalankan koalisi, khususnya menjelang pemilu. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi adanya koalisi partai di Indonesia ialah adanya aturan mengenai presidential threshold yang tertulis dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berbunyi:
"Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya"
Adanya aturan mengenai presidential threshold memberikan 'lampu hijau' kepada partai politik untuk menjalin koalisi. Pada dasarnya, tidak ada yang salah dengan adanya koalisi partai dalam sistem presidensial seperti Indonesia. Apalagi, Indonesia merupakan negara dengan sistem multipartai, sehingga bentuk interaksi yang paling cocok antar partai politiknya ialah koalisi. Berbeda dengan sistem dwi partai dimana bentuk interaksinya lebih condong ke arah kompetisi.Â
Namun, tampaknya koalisi partai politik di Indonesia hanya dimaknai sekadar bagi-bagi jabatan politik. Hal ini terlihat dari inkonsistensi partai politik yang menyebabkan koalisi menjadi mudah goyah. Banyak kasus dimana partai politik dari kubu oposisi secara tiba-tiba bergabung dengan kubu koalisi. Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa koalisi yang tercipta di Indonesia tidak didasari pada orientasi atau ideologi yang jelas, melainkan didasari oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H