Asal usul logika sulit untuk ditentukan dengan pasti. Namun, menurut Bertrand Russell dalam bukunya "History of Western Philosophy," istilah logika pertama kali diperkenalkan oleh Zeno dari Citium. Russell juga menyatakan bahwa Socrates, Plato, dan Aristoteles adalah tokoh-tokoh kunci dalam perkembangan ilmu logika. Di sisi lain, K. Bertens berpendapat bahwa logika mulai dikenal pada zaman Cicero (abad ke-1 SM) dan dipandang sebagai seni berdebat. Kemudian, pada masa Aristoteles, istilah "analitika" muncul untuk menggambarkan penyelidikan terhadap argumen yang didasarkan pada keputusan yang benar.
Falasi dapat diartikan sebagai kesalahan dalam berpikir yang menyebabkan argumen palsu diterima sebagai valid dan benar . Istilah falasi berasal dari kata "fallo," yang berarti "saya menipu." Sebuah argumen mungkin tampak benar dan sah pada awalnya, tetapi sebenarnya tidak, karena kesimpulannya terlihat valid tetapi tidak benar, atau premis-premisnya tampak benar namun pada kenyataannya salah. Oleh karena itu, falasi bisa dijelaskan sebagai jenis argumen yang tampak akurat, tetapi setelah diteliti lebih lanjut, terbukti tidak benar dan tidak sah. Hal ini membuat argumen yang mengandung falasi bisa sangat membingungkan (Musa dan Bidin, 2020).
Menurut Musa dan Bidin (2020), falasi dibedakan menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah falasi formal. Sebagai contoh: Premis 1 menyatakan bahwa semua kelinci adalah binatang (benar), Premis 2 menyatakan bahwa semua anjing juga binatang (benar), namun kesimpulannya---yaitu, semua kelinci adalah anjing---adalah tidak benar. Kategori kedua adalah falasi tidak formal. Contohnya adalah pernyataan, "Kamu tidak bisa mempercayai pendapatnya tentang kesehatan karena dia sendiri tidak menerapkan gaya hidup sehat."
Dalam artikel ini, kita telah melihat bagaimana silogisme, logisme, dan falasi berperan penting dalam cara kita berpikir. Silogisme membantu kita menarik kesimpulan dari informasi yang ada, sementara logisme mengajarkan kita untuk berpikir secara logis dan teratur. Di sisi lain, mengenali falasi penting agar kita tidak terjebak dalam kesalahan berpikir yang bisa membingungkan. Dengan memahami konsep-konsep ini, kita bisa menjadi pemikir yang lebih kritis dan membuat keputusan yang lebih baik. Mari terus belajar dan menerapkan cara berpikir ini dalam kehidupan sehari-hari!
Asmorojati, B. P., Oesman, N. A., Hayah, R. A. R., Salsabilla, N., & Alfarisi, M. M. (2024). PENERAPAN NILAI-NILAI PENALARAN SILOGISME DALAM CASE FUZZY LOGICS. Jurnal Cakrawala Ilmiah, 3(11), 3147-3152 https://bajangjournal.com/index.php/JCI/article/view/8159
Musa, N. Y., & Bidin, A. (2020). Psikologi dan Sosiologi (Konsep Insan). http://myscholar.umk.edu.my/bitstream/123456789/1696/3/MODUL%20FALSAFAH%20DAN%20ISU%20SEMASA_21092020%20semakan%20ke-2%20%281%29_organized.pdf
Sobur, K. (2015). Logika dan Penalaran dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan. TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 14(2) https://www.tajdid.uinjambi.ac.id/index.php/tajdid/article/view/28.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H