Mohon tunggu...
Salsabila Baliana
Salsabila Baliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rupiah Tertekan : Faktor Penyebab dan Dampak terhadap Perekonomian Indonesia

12 Desember 2024   15:19 Diperbarui: 12 Desember 2024   19:25 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS yang terjadi pada 9 Desember 2024, di mana rupiah ditutup pada level 15.876. Penurunan ini tidak hanya dialami oleh rupiah, tetapi juga oleh mata uang Asia lainnya. berikut ini merupakan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar, dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, serta langkah-langkah yang diambil oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Nilai tukar mata uang merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Pergerakan nilai tukar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi domestik dan global. Pada 9 Desember 2024, nilai tukar rupiah mengalami penurunan signifikan, yang menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
Analisis ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari sumber-sumber resmi seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, serta laporan dari lembaga penelitian dan analis pasar. Data yang digunakan mencakup nilai tukar, cadangan devisa, kinerja ekspor, dan faktor-faktor makroekonomi lainnya.
1. Penurunan Nilai Tukar Rupiah
Pada tanggal 9 Desember 2024, nilai tukar rupiah ditutup pada angka 15.876 per Dolar AS, mengalami penurunan sebesar 22 poin atau setara dengan minus 0,14 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya. Penurunan ini juga terlihat pada mata uang Asia lainnya seperti yuan China (-0,05%), ringgit Malaysia (-0,11%), yen Jepang (-0,25%), peso Filipina (-0,45%), dan won Korea Selatan (-0,77%). Sebaliknya, beberapa mata uang seperti Dolar Hong Kong (+0,02%), Dolar Singapura (+0,15%), dan baht Thailand (+0,65%) mengalami penguatan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar
a. Cadangan Devisa dan Utang Luar Negeri
Cadangan devisa Indonesia pada bulan November 2024 tercatat sebesar 150,2 miliar USD, mengalami sedikit penurunan dari bulan sebelumnya akibat pembayaran utang luar negeri pemerintah. Meskipun demikian, posisi cadangan devisa masih dianggap memadai untuk mendukung stabilitas makroekonomi. Ekonom senior di Bank Mandiri menyatakan bahwa "Penurunan cadangan devisa ini menunjukkan perlunya pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam pengelolaan utang luar negeri agar tidak mengganggu stabilitas nilai tukar."
b. Kinerja Ekspor dan Arus Modal Asing
Kinerja ekspor Indonesia tetap stabil meskipun terjadi pelemahan nilai tukar. Persepsi positif investor terhadap perekonomian Indonesia serta imbal hasil investasi yang menarik menjadi faktor penopang surplus transaksi modal dan finansial. Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), "Kinerja ekspor yang baik menunjukkan daya saing produk Indonesia di pasar global meskipun ada tantangan dari fluktuasi nilai tukar."
c. Persaingan Global
Kenaikan nilai Dolar AS dipicu oleh ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dari yang diperkirakan. Perlambatan ekonomi di China---salah satu mitra dagang utama Indonesia---berkontribusi pada dampak negatif terhadap mata uang regional termasuk rupiah. Analis pasar dari UBS menekankan bahwa "Perlambatan ekonomi China dapat menyebabkan penurunan permintaan terhadap komoditas yang diekspor Indonesia."

Dampak Pelemahan Rupiah bagi Perekonomian Indonesia 

1. Inflasi Domestik
Pelemahan kurs dapat meningkatkan harga barang impor, berpotensi berkontribusi pada inflasi domestik. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan tren kenaikan inflasi tahunan dalam beberapa bulan terakhir. Ekonom dari Bank Central Asia (BCA) menjelaskan bahwa "Jika inflasi terus meningkat akibat pelemahan rupiah, daya beli masyarakat bisa tertekan."
2. Utang Luar Negeri
Beban pembayaran utang luar negeri dalam Dolar AS menjadi lebih tinggi akibat pelemahan rupiah. Hal ini dapat membebani anggaran negara dan mengurangi alokasi untuk program- program pembangunan lainnya. Analis fiskal dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) menekankan pentingnya pengelolaan utang yang prudent agar tidak mengganggu stabilitas fiskal.
3. Daya Saing Ekspor
Di sisi lain, pelemahan rupiah dapat meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia karena harga produk dalam Dolar menjadi lebih kompetitif di pasar internasional. Namun demikian, dampaknya sangat tergantung pada kestabilan harga komoditas global dan permintaan internasional. Analis perdagangan dari Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa "Pelemahan rupiah bisa menjadi peluang bagi sektor ekspor jika diimbangi dengan strategi pemasaran yang tepat."

Upaya Bank Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Nilai Tukar
Bank Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi pasar dan kebijakan moneter yang adaptif. Gubernur Bank Indonesia mengungkapkan bahwa "Kami akan terus memantau perkembangan ekonomi domestik dan global untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam menjaga stabilitas nilai tukar." Ke depan, perkembangan data inflasi domestik, suku bunga global, serta kinerja ekspor-impor akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pergerakan rupiah.

Kesimpulan
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS mencerminkan tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi mitra dagang utama seperti China. Meskipun ada dampak negatif yang perlu diwaspadai---terutama terkait inflasi dan utang luar negeri---ada pula peluang untuk meningkatkan daya saing ekspor jika dikelola dengan baik. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi yang responsif dan strategi mitigasi risiko akan sangat penting untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia ke depan.
1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2024). Data Inflasi.
2. Bank Mandiri Research Team. (2024). Laporan Ekonomi Makro.
3. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). (2024). Analisis Kinerja Ekspor.
4. UBS Economic Research Team. (2024). Global Economic Outlook.
5. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM). (2024). Analisis Utang Luar Negeri.
6. Bank Central Asia (BCA). (2024). Laporan Inflasi Domestik.
7. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2024). Strategi Pemasaran Ekspor.

Salsabila Baliana

Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun