Mohon tunggu...
salsabilaalya
salsabilaalya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

buku (& media sosial) adalah jendela dunia

Selanjutnya

Tutup

Book

Menghadapi Kegelapan: Sebuah Perjalanan Emosional dalam Novel 'Laut Bercerita'

27 Desember 2024   21:45 Diperbarui: 27 Desember 2024   21:56 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Beberapa waktu lalu sempat ramai di perbincangkan sebuah novel berjudul "Laut Bercerita". Karena penasaran saya meluangkan waktu untuk membaca novel tersebut. "Laut Bercerita" merupakan novel karya Leila S. Chudori yang pertama kali diterbitkan oleh KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) pada Oktober 2017. Leila S. Chudori juga merupakan seorang wartawan Tempo mengungkapkan bahwa ide nya menulis tentang mereka yang dihilangkan terlahir ketika beliau meminta Nezar Patria untuk menuliskan pengalamannya saat diculik Maret 1998.

Novel dengan 379 halaman ini bercerita tentang seorang anak muda dan kawan-kawannya yang mengalami horor penyiksaan karena dianggap menggugat Indonesia di masa Orde Baru yang nyaris tanpa demokrasi. Tentang para aktivis yang diculik, yang kembali dan yang tidak kembali, keluarga yang mencari kejelasan makam anaknya. Novel ini mendapatkan penghargaan dari S.E.A. Write Award 2020.

Kisahnya dituliskan dengan dua sudut pandang yang berbeda dan alur cerita bolak-balik. Pada bab pertama merupakan sudut pandang dari Biru Laut. Pada bab ini mengambil latar tahun 1991 sampai 1998. Laut adalah seorang mahasiswa Universitas Gajah Mada program studi Sastra Inggris yang gemar membaca buku Pramoedya Ananta yang saat itu ilegal penyebarannya. Hal tersebut membawanya mengenal sebuah organisasi Winatra dan Wirasena. Sejak saat itu Laut jadi aktif berdiskusi dengan teman-temannya, tidak hanya membahas buku, tapi perkumpulan itu juga suka berdiskusi tentang bagaimana pemerintahan Indonesia saat itu berjalan. Laut bersama teman-temannya melakukan beberapa aksi untuk menyuarakan isi hati rakyat kecil yang dirampas haknya. Hingga pada suatu kejadian Laut bersama teman-temannya, yaitu Bram dan Alex ditangkap dan dibawa ke sebuah markas tentara antah berantah. Di sana mereka diintrogasi dan mengalami sebuah pengalaman yang sangat memilukan. Mereka diperlakukan tidak manusiawi, seperti dipukul, disetrum, diinjak, dikurung dalam sebuah tempat tidak layak, bahkan di sanalah terungkap sebuah kisah pengkhianatan yang sakitnya melebihi siksaan fisik yang mereka terima.

Pada bab kedua novel ini merupakan sebuah sudut pandang dari Asmara Jati yang merupakan adik dari Biru Laut berlatarkan tahun 2000-an. Pada saat itu Laut dan 13 temannya menghilang tidak diketahui kabarnya. Asmara mengajak teman-temannya dan keluarga 13 orang yang hilang itu mendirikan sebuah lembaga khusus menangani orang yang dipaksa hilang dengan harapan bisa menemukan sang kakak. Mereka sering melakukan pertemuan untuk membahas perkembangan dari kasus tersebut. Sampai suatu saat ditemukan sebuah tulang-belulang di Kepulauan Seribu. Ada yang langsung dikebumikan, ada pula yang dilakukan penelitian oleh pihak forensik. Asmara tentu saja tidak dengan mudah percaya bahwa itu tulang sang kakak. Ia dan keluarganya masih berharap bisa kembali kumpul di meja makan pada hari Minggu dan menikmati masakan Ibu seperti tradisi yang biasa mereka lakukan. Pada bab ini banyak menceritakan pilunya kehilangan yang dirasakan keluarga dan teman yang dipaksa lenyap tanpa tahu alasan dibalik itu semua. Mereka yang ditinggalkan hanya bisa menerka.

Dari ringkasan diatas bisa diketahui bahwa novel ini adalah cerita fiksi yang terinspirasi dari kisah nyata dan mengambil latar sejarah Indonesia pada masa Orde Baru dibawah pemerintahan Presiden Jendral Soeharto yang berlangsung selama 32 tahun tanpa pergiliran kekuasaan. Pada masa itu banyak organisasi yang dianggap berbahaya dan aktivisnya di culik bahkan dihilangkan secara paksa. Peristiwa penculikan mahasiswa dan aktivis tersebut menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dengan lahirnya Reformasi tahun 1998 yang dipelopori oleh kalangan intelektual reformis, mahasiswa, dan aktivis yang ditandai dengan kehidupan berbangsa dan bernegara dengan memberikan kebebasan berekspresi, kehidupan demokrasi, dan sistem pemerintahan yang terbuka dan demokratis. Tumbangnya Orde Baru juga menandai berakhirnya era otoritarianisme dan memasuki kehidupan demokrasi.

Banyak hal menarik dari buku ini menurut saya, salah satunya adalah rasa yang muncul dan membekas setelah selesai membaca buku ini. Saat itu hampa dan kosong yang saya rasakan seolah ikut tenggelam dalam penderitaan yang tokoh-tokoh tersebut alami karena visualisasi dan penggambaran suasananya terasa realistis, terutama saat bagian penyiksaan. Kisah ini di angkat dari kisah nyata pengalaman seorang aktivis yang diculik tahun 1998 lalu kembali 9 orang dan 13 orang lainnya dinyatakan hilang. Setiap karakter dalam novel ini memiliki kisah dan daya tariknya masing-masing. Interaksi antartokoh membuat buku ini menjadi tidak terlalu kaku dan membosankan. Novel ini juga mengandung pesan pendidikan tentang pengetahuan keadilan sosial, prinsip demokrasi, dan sejarah tentang Indonesia. Penyusunan kata dan penggunaan bahasanya cukup mudah di cerna sehingga saya cukup menikmati saat membaca buku ini.

Meskipun begitu novel ini juga memiliki kekurangan, awal saya membaca buku ini agak bingung dengan alurnya maju mundur di setiap bab nya. Bagi pembaca yang belum terbiasa dengan alur cerita campuran seperti ini mungkin akan butuh waktu awalnya untuk mencerna alur ceritanya. Dan ada sedikit adegan dewasa yang mungkin kurang nyaman dibaca yang sebetulnya menurut saya tanpa ada adegan itu tidak akan mengganggu alur utama ceritanya dan juga beberapa adegan penyiksaan yang cukup kejam.

Demikianlah pendapat saya tentang "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori. Semoga yang saya sampaikan diatas bisa membantu pertimbangan kalian untuk membaca novel ini.

Penulis: Salsabila Alya Ramadhanie Putri Sucipto

Mahasiswa Universitas Airlangga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun