Pajak (Sumber: Pexels.com)
Akhir tahun, rakyat berbondong-bondong mendemo ke Istana Negara, buntut kenaikan PPN menjadi 12% yang akan berlaku sejak 1 Januari 2025. Pada 19 Desember 2024 lalu, massa yang mayoritas merupakan generasi muda memenuhi jalan di depan Istana Negara dari siang sampai sore menjelang maghrib. Alasannya satu, penolakan terhadap pemberlakuan PPN 12%. Petisi penolakan PPN 12% pun diterbitkan dan telah diisi oleh 113.000 orang.
Menanggapi hal ini, Presiden Prabowo angkat bicara bahwa kebijakan Pajak Pertambahan Nilai akan tetap dilaksanakan sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan kenaikan akan dikhususkan pada barang-barang mewah. Hal tersebut sejak awal telah disepakati oleh Pemerintah dan DPR, dengan mulanya menaikkan tarif secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Prabowo juga berkata bahwa ia memahami keberatan dan kritik dari masyarakat terkait kebijakan ini dan menyatakan bahwa semua pandangan, kritik, dan saran yang berkembang di masyarakat akan diterima sebagai catatan sebelum keputusan akhir diambil.
Â
Pernyataan Presiden Indonesia yang telah menjabat selama dua setengah bulan ini rupanya tidak menenangkan masyarakat, khususnya mahasiswa. Pada Jumat, 27 Desember 2024, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia turun berdemo ke depan Istana Negara. Mereka mengutarakan kekhawatiran bahwa kenaikan pajak akan memperburuk kondisi ekonomi rakyat kecil juga mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian Indonesia apabila daya beli turun. Masalahnya, meski disebutkan bahwa PPN 12% hanya untuk barang mewah, namun pada kenyataannya, banyak barang dan jasa yang telah mulai mengalami kenaikan harga sekali pun PPN 12% belum diberlakukan. Harga kebutuhan pokok naik drastis sebab banyak penjual yang tidak ingin merugi dan penyedia jasa sudah mulai meninggikan harga jasa. Â
Â
Kebijakan kenaikan PPN yang menuai kontroversi dan tanggapan Presiden terkait hal ini membuat janji Presiden Prabowo dalam pidato Kampanye Pilpres kembali disorot. Salah satu janjinya ialah tidak akan menaikkan pajak. Prabowo berjanji tidak akan menaikkan pajak jika terpilih sebagai presiden. Namun, kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% yang tetap akan berlaku pada Januari 2025 kini pun dianggap sebagai pelanggaran janji kampanye.
Â
Pada akhirnya, kebijakan kenaikan PPN ini perlu dipertimbangkan ulang oleh Presiden Indonesia, Prabowo Subianto. Mayoritas masyarakat merasa khawatir bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% akan menambah beban ekonomi mereka. Terutama dalam kondisi dua tahun pasca pandemi, di mana ekonomi masih dalam tahap pemulihan, tambahan pajak ini dianggap tidak tepat waktu dan bisa memperburuk keadaan. Mereka merasa bahwa kenaikan PPN ini akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang pada akhirnya akan mempengaruhi daya beli. Kekhawatiran ini terutama dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah yang pendapatannya masih terbatas. Banyak yang berharap pemerintah dapat menunda atau mengkaji ulang kebijakan ini agar tidak memberatkan masyarakat. Apalagi, jika kenaikan PPN tetap dilaksanakan, maka Indonesia akan menjadi negara dengan pajak tertinggi se-Asia Tenggara, menyandingi Filipina.
Â
Harapannya, Presiden dapat membatalkan kenaikan PPN sebab beliau memiliki kewenangan untuk membatalkan undang-undang yang akan berlaku serta dapat menemukan solusi untuk biaya pembangunan negara selain dari meningkatkan PPN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H