Pertama, adanya sistem masyarakat Jepang yang vertikal. Misalnya, meskipun karyawan perusahaan mungkin serupa dalam hal kemampuan, mereka selalu diberi peringkat menurut usia, tahun masuk ke dalam organisasi, dan masa kerja berkelanjutan. Seorang senior atau sepuh disebut senpai, orang yang lebih muda atau bawahan adalah kouhai.Â
Dikotomi senpai ke kouhai ini ada hampir semua organisasi perusahaan, pendidikan, dan pemerintahan Jepang. Sampai anak-anak lulus dari sekolah dasar, mereka tidak sepenuhnya menyadari hubungan vertikal ini.Â
Kedua, adanya keigo atau penyampaian dan klasifikasi bahasa yang sesuai dengan tingkat kesopanan dan kebutuhan. Karena adanya keigo, bahasa Jepang memiliki salah satu klasifikasi bahasa kesopanan yang paling rumit di dunia.Â
Pada dasarnya ada tiga jenis keigo yaitu teineigo yang merupakan ucapan sopan, sonkeigo yang merupakan ucapan kehormatan, dan kenjougo yang merupakan ucapan rendah hati.Â
Teineigo digunakan dalam percakapan sopan dan normal serta ditandai oleh bentuk akhiran kata desu dan masu dari kata kerja lain. Meskipun keigo digunakan untuk memanggil atasan atau orang yang sangat dihormati juga banyak digunakan dalam berbicara dengan orang-orang tidak dikenal dengan baik, atau yang lebih tua. Terlebih lagi, sudah umum bagi karyawan perusahaan untuk menggunakan keigo dalam berkomunikasi dengan bosnya.Â
Faktanya, keigo tidak digunakan oleh anak-anak untuk menyapa orang tua mereka di rumah, begitu pula siswa dalam menyapa guru mereka dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga keigo lebih banyak digunakan dalam lingkungan kerja seperti bawahan kepada atasan.Â
Contoh teineigo sebagai berikut:Â
1. Futsukei seperti kaku yang artinya menulis, yomu yang artinya membaca.
2. Masukei seperti kakimasu yang artinya menulis, yomimasu yang artinya membaca.
Contoh sonkeigo sebagai berikut:Â
 1. Pola o-ni naru, contohnya yaitu kaku menjadi okakininaru, yomu menjadi oyomoninaru.Â