Mohon tunggu...
Salsabila LailiRamadhanti
Salsabila LailiRamadhanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tetaplah melakukan hal-hal baik!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Ditinggalkannya Filsafat terhadap Kemunduran Umat Islam

31 Oktober 2021   23:58 Diperbarui: 1 November 2021   00:05 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Islam sebagai agama yang mengandung ajaran secara universal atau menyeluruh memiliki makna ajarannya yang mencakup seluruh masalah kehidupan manusia dan mendorong umat manusia untuk belajar sebanyak mungkin. Di dalam Al-Qur'an ataupun hadis mengandung ajakan kepada umat manusia untuk senantiasa menggunakan akal pikirannya dalam memandang alam ini. Umat Islam diwajibkan untuk melihat serta mempelajari realita dan fenomena alam sebagai laboratorium dari kekuasaan Allah SWT. agar menjadi orang beriman. Oleh karena itu, tidak heran lagi apabila umat Islam pada masa lampau sangat berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Secara umum, pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat sejarah Islam dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama adalah penerjemahan bahasa asing ke bahasa Arab. Tahap ini berlangsung sekitar tahun 750-850 M. Pada tahap ini, kitab ilmu pengetahuan serta filsafat Yunani, Persia, dan Romawi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang pada kala itu telah menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa komunikasi yang umum digunakan di seluruh dunia Islam.

Tahap kedua merupakan penegasan bahwa karya ilmiah yang telah diterjemahkan dapat diberi komentar atau syarah oleh umat Muslim dan diberikan penyesuaian dengan agama. Pada tahap tersebut lahirlah sekian komentator Muslim terhadap karya ilmiah orang Yunani dan Persia seperti yang telah dilakukan oleh filsuf Islam, kemudian hasil terjemahan umat Muslim dalam beragam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat dikoreksi dan teorinya dilengkapi dengan penjelasan para ahli. Dari rasa peka dan kepedulian para pemikir Islam, maka hasil koreksi yang ada terkadang menimbulkan lahirnya teori baru sebagai hasil dari renungan mereka sendiri.

Menjelang pada abad pertengahan dalam perjalanan sejarah Islam, dunia Islam terpecah menjadi 3 khilafah besar, yaitu Abbasiyah, Umayyah di Spanyol, dan Fatimiyah.

Sejak abad ke-10 M terdapat beberapa dinasti kecil yang otonominya tanpa mengakui salah satu khalifah yang ada. Dinasti tersebut berusaha untuk menaklukkan daerah yang dikuasai oleh dinasti lain. Dengan demikian, dunia Islam dilanda krisis yang hebat. Sementara itu, umat Kristen di Eropa melancarkan perang Salib serta gerakan pengusiran Islam di Spanyol, sedangkan dunia Islam di bagian Timur sedang menghadapi serbuan dari bangsa Mongol. Umat Muslim tengah menghadapi goncangan sosial, politik, dan ekonomi yang berdampak pada kelumpuhan keilmuan dalam dunia Islam.

Pada abad ke-13 M, setelah serbuan bangsa Mongol atas Baghdad dan proses peralihan kekuasaan dari Islam ke Kristen di Spanyol serta berakhirnya perang salib, praktik kebudayaan Islam pada masa itu menyebabkan hampir semua wilayah Islam mengalami krisis. Gerak maju yang laju mendadak menjadi terhenti bahkan pada beberapa sektor menjadi lumpuh total.

Faktor yang melatarbelakangi krisis tersebut adalah karena tersingkirnya unsur Arab yang menjadi kebudayaan Islam pada masa awal pertumbuhan dan pada fase pengembangan oleh unsur Persia dan Turki. Masyarakat Persia mulai menghidupkan bahasa dan kebudayaannya serta enggan untuk mengembangkan kebudayaan Arab sebagaimana tampak pada kerajaan Bani Buwaihi al-Farisi. Selain itu, ilmu dan kebudayaan Islam sudah bersifat aristokrat, tidak merakyat, tetapi terbatas hanya sekedar diterapkan di istana keluarga kerajaan, sehingga dalam dunia Islam membuat kedudukan ilmu dan kebudayaan Islam menjadi merosot.

Di sisi lain, kemerdekaan untuk berpikir dan berijtihad yang satu arah dengan aliran Mu'tazilah telah terbelenggu, sama halnya dengan keberagaman aqidah berserta kepercayaan yang lambat laun cenderung menjadi statis seiring dengan berkembangnya aliran Asy'ariyah yang menggantikan metode aqli menjadi metode naqli. Khalifah Mutawakkil melindungi ajaran Asy'ariyyah yang bertentangan dengan kebijakan Khalifah al-Ma'mun yang melindungi ajaran Mu'tazilah. Akibatnya, tercerminlah dalam kebudayaan yang maju berkembang menjadi krisis dan kehilangan cahaya untuk berkreasi.

Faktor penting lainnya adalah musnahnya pusat kebudayaan Islam di Baghdad oleh serangan bangsa Mongol, termasuk buku-buku yang merupakan khazanah penyimpanan dan warisan kebudayaan Islam dari abad sebelumnya. Sementara itu juga terjadi permusuhan serta persaingan antara beragam paham dan aliran keagamaan yang makin lama kian memburuk. Masing-masing bersikap tertutup dan membanggakan kebaikan dan kebenaran yang terdapat pada paham dan alirannya, oleh karena itu terjadilah perselisihan paham antara Fuqaha dan Sufiyah, antara Mu'tazilah melawan Asy'ariyyah atau antara pengikut Syiah melawan pengikut Sunni, antara Syafi'iyah dan Hanafiyah atau antara Hanabilah dan madzhab lainnya.

Lebih memprihatinkan lagi ialah akibat pertentangan itu tidak terbatas hanya pada kalangan ulama dan cerdik cendikiawan saja, tetapi juga berdampak ke masyarakat umum yang tidak mengerti toleransi terhadap lawan dan musuhnya. Hal tersebut berakibat sangat buruk bagi aktivitas keilmuan dan kebudayaan. Para ulama yang sedang menyaksikan gejolak permasalahan yang terjadi pada masa itu tidak merasa tentram dalam memberikan gagasan baru yang menyangkut kepentingan umat, karena mereka lebih suka menutup diri dan kurangnya rasa untuk berijtihad.

Jika  terdapat negeri  Islam  yang  terbebas  dari  kehancuran  akibat  dari serangan bangsa Mongol, maka tidak lain dan tidak bukan negeri itu adalah Mesir yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Mamalik, karena negeri itu terhindar dari kehancuran, maka  tersambungnya  perkembangan  peradaban  dengan masa klasik relatif "terlihat" dan terdapat beberapa prestasi yang pernah dicapai pada masa klasik masih tetap terjaga bertahan di Mesir. Kendati demikian, kemajuan yang diraih oleh Dinasti tersebut masih jauh tertinggal daripada prestasi yang pernah dicapai oleh umat Islam pada masa klasik. Hal itu kemungkinan besar terjadi karena cara berpikir tradisional sudah tertanam kuat sejak berkembangnya ajaran teologi Asy'ariah, saat filsafat mendapat berbagai kecaman sejak pemikiran al-Ghazali mewarnai pemikiran mayoritas umat Islam, dan yang lebih pentingnya lagi adalah karena adanya Baghdad dengan fasilitas ilmiahnya yang banyak memberikan gagasan ke pusat peradaban Islam telah sirna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun