Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Pemberlakuan Wajib Kerja Dokter Spesialis, Lanjut atau Tidak?

26 Maret 2017   05:52 Diperbarui: 26 Maret 2017   16:00 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan Kesehatan Indonesia

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap negara memiliki cita-cita untuk bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Begitu pula yang terjadi pada Indonesia. Negara tercinta kita ini terus menerus berusaha untuk bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat dimulai dari penyelesaian berbagai masalah yang dimiliki Indonesia. Permasalahan yang hendak diselesaikan oleh pemerintah begitu beragam salah satunya permasalahan di bidang kesehatan. Permasalahan kesehatan di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 4 transisi yaitu transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi, dan gaya hidup. Pada transisi demografi, jumlah usia harapan hidup masyarakat Indonesia meningkat sehingga penduduk usia lanjut bertambah banyak dan menimbulkan tantangan tersendiri bagi bidang kesehatan dikarenakan maraknya kasus kasus terkait pasien geriatri sedangkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan ibu hamil, bayi, balita dan remaja masih belum terselesaikan. Transisi epidemiologi ditandai dengan maraknya kasus penyakit menular seperti TBC, HIV, Malaria, DBD dan kasus penyakit  tidak menular seperti penyakit stroke, jantung, hipertensi. Transisi gizi ditandai dengan adanya kasus malnutrisi dan obesitas. Transisi gaya hidup ditandai dengan adanya pola hidup masyarakat yang serba instan yang meningkatkan risiko terserang berbagai penyakit lebih mudah. Sebenarnya, tidak hanya sampai disitu saja permasalahan di bidang kesehatan.  Saat ini, Indonesia sedang dihadapkan dengan permasalahan kerugian program BPJS yang mencapai triliunan rupiah, sarana dan prasarana kesehatan yang masih belum memadai di berbagai wilayah , serta persebaran tenaga medis yang tidak merata termasuk persebaran dokter spesialis.    

Wajib Kerja Dokter Spesialis

Persebaran dokter spesialis yang tidak merata di Indonesia menjadi salah satu perhatian pemerintah saat ini. Salah satunya, saat ini terjadi ketimpangan perbandingan rasio dokter spesialis di ibukota negara dan wilayah timur yaitu Papua. Rasio dokter spesialis di DKI Jakarta mencapai 52,2 per 1000 penduduk. Sedangkan, rasio di Papua sebesar 3 per 1000 penduduk. Begitu jauh bukan perbedaannya? Untuk mengatasi masalah pemerataan dokter spesialis. Pada tanggal 12 Januari 2017, presiden kita, Bapak Joko Widodo baru saja mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis. Wajib Kerja Dokter Spesialis merupakan suatu program yang dicanangkan pemerintah berupa penempatan dokter spesialis di rumah sakit milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Wajib Kerja Dokter Spesialis ini wajib hukumnya untuk dilaksanakan oleh setiap dokter spesialis lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari Universitas Negeri ataupun Universitas Swasta. Jangka waktu untuk melaksanakan wajib kerja dokter spesialis dari jalur mandiri paling singkat selama 1 tahun. Sedangkan untuk yang menerima bantuan beasiswa diatur sesuai ketentuan perundang undangan. Pada tahap awal program wajib kerja dokter spesialis, diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis obstetric dan ginekologi, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam dan spesialis anastesi dan terapi intensif. Perihal penempatan dokter spesialis menjadi wewenang menteri yang dibantu oleh Komite Penempatan Dokter Spesialis (KPDS).

Berbagai pertimbangan masih perlu dilakukan....

Dalam peraturan presiden Nomor 4 Tahun 2017, Gubernur dan Walikota/Bupati bertanggung jawab dalam memenuhi sarana dan prasarana spesialistik di rumah sakit yang akan dijadikan tempat dokter spesialis bekerja. Wajib Kerja Dokter Spesialis dalam pelaksanaanya juga harus didukung dengan adanya visitasi rumah sakit. Tujuannya untuk pendataan semua kebutuhan dokter spesialis, kesiapan rumah sakit daerah dilihat dari fasilitas dan sumber daya dan pendataan jumlah tenaga kesehatan serta saranan dan prasarana yang ada. Tercatat bahwa 121 RS dari 144 RS sudah dilakukan visitasi. Pemerintah telah melakukan usaha yang cukup signifikan namun seharusnya pemerintah bisa bertindak lebih cepat dalam melakukan evaluasi terhadap hasil visitasi. Seharusnya, pemerintah segera melengkapi hal hal yang kurang dalam pendataan tersebut. Namun sampai sekarang, masih saja ada daerah yang mengeluh bahwa mereka tidak mendapatkan fasilitas kesehatan memadai di rumah sakit setempat. Alangkah lebih baiknya, jika pemerintah sebelum benar benar melanjutkan program wajib kerja dokter spesialis melakukan pembenahan terlebih dahulu terhadap kondisi-kodisi tersebut. Karena dengan adanya dokter spesialis saja tidak akan dapat menyelesaikan masalah masalah kesehatan yang kompleks apabila sarana dan prasarana penunjang kesehatannya masih belum memadai.

Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri mengatakan bahwa pemerintah pusat akan memberikan insentif berupa uang 23-30 juta disesuaikan lagi dengan wilayah kerja penempatan dokter spesialis. Sedangkan dalam peraturan presiden nomor 4 tahun 2017 disebutkan bahwa pemerintah daerah juga wajib memberikan insentif kepada dokter spesialis yang bekerja di wilayahnya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam Penpres juga diatur bahwa dokter spesialis yang mengikuti program ini akan mendapat fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas. Dengan adanya kebijakan seperti ini memang mendorong lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis untuk mengikuti program wajib kerja dokter spesialis, namun memungkinkan pula untuk sebagian orang yang mengikuti program wajib kerja dokter spesialis memiliki tujuan yang tidak tulus. Mereka mungkin saja terpaksa mengikuti hanya karena mereka ingin mendapatkan insentif dari pemerintah. Selain itu, dalam beberapa kasus, pemerintah juga sering lalai dalam menepati janjinya untuk membayar insentif. Seringkali,  pembayaran insentif telat sampai berbulan bulan lamanya.

Untuk sebagian dokter spesialis, kewajiban ini menjadi salah satu beban bagi mereka. Sebab mereka merasa semakin lama saja waktu yang mereka butuhkan untuk benar benar mendapatkan surat izin praktik. Belum lagi, kewajiban ini terkesan sebagai salah satu bentuk ‘paksaan’ dikarenakan diwajibkan sehingga dapat berdampak kepada kinerja mereka dalam melayani masyarakat. 

Oleh karena itu, ada baiknya sebelum pemerintah benar benar melanjutkan program ini, pemerintah melakukan pertimbangan lain terlebih dahulu. Pertimbangan harus dibuat dengan memandang masalah tersebut dari berbagai sudut pandang sehingga kelak segala keputusan yang diterapkan adalah keputusan yang bijak, keputusann yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Semoga secepatnya permasalahan ini dapat segera diselesaikan oleh pemerintah sehingga tercapainya kesejahteran warga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun