Mohon tunggu...
Salsabila
Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Airlangga

Hobi saya membaca buku dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan Seksual di Indonesia: Ketika diam bukan lagi pilihan

24 Desember 2024   12:41 Diperbarui: 24 Desember 2024   12:40 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan seksual merupakan salah satu permasalahan mendesak di Indonesia. Berbagai insiden mulai dari pelecehan verbal di tempat umum hingga kekerasan seksual di sekolah dan di rumah tidak ada habisnya. Meski jumlah laporan terus meningkat, masih banyak kasus kekerasan seksual yang belum terselesaikan. Korban sering kali berdiam diri karena  takut, malu, dan tekanan sosial. Ini adalah fenomena yang harus kita kerjakan bersama untuk mengakhirinya. Mengapa begitu sulit untuk memberantas kekerasan seksual di Indonesia? Apa saja penyebab masalahnya? Langkah konkret apa yang dapat diambil untuk menciptakan perubahan nyata?

Salah satu penyebab utama kekerasan seksual adalah masih kuatnya budaya patriarki yang masih ada di Indonesia. Dalam sistem patriarki, perempuan seringkali dianggap inferior dibandingkan laki-laki baik dalam peran sosial maupun ekonomi. Pola pikir ini melanggengkan kesenjangan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan, yang seringkali menjadi dasar terjadinya kekerasan seksual. Misalnya saja, komentar-komentar yang menyalahkan korban sering digunakan, seperti ``pakaian wanita tersebut terlalu terbuka'' dan ``wanita tersebut menonjol.'' Hal ini merupakan bentuk menyalahkan korban (victim blaming) yang memandang korban sebagai pelaku kekerasan. Dalam masyarakat patriarki, pelaku sering kali dilindungi sementara korban dibiarkan menanggung trauma yang mereka alami. Lebih lanjut, situasi ini semakin diperparah dengan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap konsep persetujuan. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa kekerasan seksual tidak harus berupa kekerasan fisik, namun bisa juga  berupa perilaku verbal, pelecehan online, atau penyalahgunaan kekuasaan.

Berdasarkan laporan Komnas Perempuan, tercatat lebih dari 4.500 kasus kekerasan seksual pada tahun 2022. Meskipun jumlah ini mungkin tampak tinggi, kenyataannya banyak kasus yang tidak dilaporkan. Banyak prasangka buruk terhadap korban kekerasan seksual di Indonesia. Korban yang melapor sering kali menghadapi pertanyaan menyakitkan seperti "Apa yang Anda lakukan hingga hal ini terjadi?" dan "Mengapa Anda tidak melawan?" Selain itu, sistem hukum  sebelumnya sering kali tidak memadai. Hingga disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) Tahun 2022, banyak kasus kekerasan seksual yang sulit ditangani karena tidak adanya dasar hukum yang jelas. Meskipun UU TPKS merupakan sebuah langkah maju yang penting,  implementasinya masih menyisakan banyak tantangan di bidang ini.

Korban kekerasan seksual tidak hanya menghadapi trauma fisik dan psikologis, tetapi juga menghadapi tekanan sosial tingkat tinggi. Korban sering kali kehilangan dukungan dari keluarga dan masyarakat. Stigmatisasi masyarakat sering kali membuat korban merasa malu dan lebih memilih bungkam. Pengalaman seorang teman saya adalah  contoh yang bagus. Saat masih menjadi mahasiswa, ia pernah dilecehkan secara seksual oleh seseorang yang memiliki posisi berwenang di kampus. Ketika dia akhirnya memberanikan diri untuk melapor, dia diintimidasi dan diasingkan oleh orang-orang di sekitarnya. "Saya merasa seperti saya berjuang sendirian," katanya. Kisah-kisah seperti ini menunjukkan bahwa perjalanan kita masih panjang dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi para korban untuk bersuara dan mencari keadilan.

Mengakhiri kekerasan seksual bukanlah tugas pemerintah semata. Ini adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan perubahan budaya, pendidikan, dan sistem hukum. Berikut beberapa langkah konkret yang dapat kita ambil:

  1. Menghapus Stigma terhadap Korban
    Langkah pertama adalah menghapus stigma terhadap korban. Korban kekerasan seksual harus merasa aman untuk berbicara dan melaporkan kejadian yang mereka alami tanpa rasa takut atau malu. Dukungan psikologis dan sosial sangat penting untuk membantu korban pulih.
  2. Edukasi tentang Consent dan Kekerasan Seksual
    Edukasi tentang consent dan kekerasan seksual harus dimulai sejak dini. Sekolah dan keluarga memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya menghormati hak orang lain dan mengenali bentuk-bentuk kekerasan seksual.
  3. Mendorong Penegakan Hukum yang Tegas
    Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa setiap laporan kekerasan seksual ditangani dengan serius. Pelaku harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, tanpa ada kompromi.
  4. Membangun Lingkungan Aman
    Institusi seperti kampus, tempat kerja, dan komunitas harus menciptakan mekanisme pencegahan dan pelaporan kekerasan seksual yang jelas. Kampanye seperti "Safe Campus" atau "Zero Tolerance Policy" terhadap kekerasan seksual bisa menjadi contoh baik.
  5. Menggunakan Media untuk Meningkatkan Kesadaran
    Media sosial dan media massa dapat menjadi alat yang kuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual. Cerita-cerita korban, jika disampaikan dengan bijak dan anonim, dapat membantu orang lain yang mengalami hal serupa untuk berani melapor.

Kita mungkin tidak dapat menghapus kekerasan seksual sepenuhnya dalam waktu dekat, tetapi setiap langkah kecil yang kita ambil akan membawa perubahan. Generasi muda memainkan peran kunci dalam menciptakan masa depan yang lebih aman dan setara. Dengan meningkatkan literasi tentang kekerasan seksual, mendukung korban, dan menuntut keadilan, kita dapat memutus rantai kekerasan yang telah lama terjadi. Kekerasan seksual bukanlah masalah individu. Ini adalah masalah sosial yang membutuhkan solusi kolektif. Dan untuk itu, kita harus berhenti diam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun