Identitas Buku
Judul Buku    : Kumpulan Puisi "Ikan adalah Pertapa"
Pengarang    : Ko Hyeong Ryeol
Penerjemah    : Kim Young Soo dan Nenden Llilis Aisyah
Penerbit      : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit  : 2023
Tebal        : 282 halaman
Â
Ko Hyeong Ryeol, lahir di pantai utara kota Sokcho, Provinsi Gangwon Korea pada tanggal 8 November 1954, setahun setelah berakhirnya Perang Korea (1950-1953). Pada usia delapan belas tahun, ia meninggalkan rumah dan bekerja di berbagai tempat seperti kuil, pabrik pemecah batu, dan pabrik roti. Setelah kepergian ayahnya, Ko Hyeong Ryeol kembali ke kota Sokcho dan mulai bekerja sebagai pegawai pemerintah di daerah pantai timur Korea.
Pada tahun 1979, Ko Hyeong Ryeol membuat debutnya dalam dunia sastra dengan puisi berjudul "Chuangtzu" yang diterbitkan dalam majalah sastra Hyundaemoonhak. Pada musim semi tahun 1985, ia menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya yang berjudul "Perkebunan Semangka Puncak Daechong". Sejak itu, Ko Hyeong Ryeol secara aktif menerbitkan kumpulan-kumpulan puisi lainnya, termasuk "Bunga Embun Beku", "Buddha Salju", "Bagaimana Kabarnya Kota Seoul" yang merupakan kumpulan puisi ekologi tentang alam, "Aku tidak berada di Candi Erdene Zuu", dan "Pada Saat Merenung Hal-hal yang Kuno". Selain itu, ia juga menerbitkan kumpulan puisi "Anak Kembar Samudera" bersama penyair Vietnam, Mai Van Phan.Â
Buku "Ikan adalah Pertapa" karya Ko Hyeong Ryeol, yang diterjemahkan oleh Kim Yong Soo dan Nenden Lilis Aisyah, merupakan sebuah karya sastra yang menarik perhatian. Dalam buku ini terdapat puisi pembuka yang menarik berjudul "Mulai Gelap di Indonesia". Pada halaman awal buku ini, Maman S. Mahayana, seorang penyair dan kritikus sastra, berpendapat, "Membaca puisi-puisi penyair Ko Hyeong Ryeol, kita seperti berhadapan dengan kilatan-kilatan gagasan yang hinggap di satu objek tertentu, lalu melompat ke entitas yang lain." Puisi ini memikat pembaca dengan penggunaan kata-kata metafora yang kuat, seperti dalam baris "tiba di sekitar khatulistiwa yang tidak tersentuh oleh ujung jari pelukan". Hal ini membuat pembaca dapat membayangkan suasana berada di ruang terbuka pada sore hari dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah.
Dalam buku ini juga, Nenden Lilis Aisyah, seorang penyair dan dosen di Universitas Pendidikan Indonesia, menyatakan, "Puisi-puisi penyair Ko Hyeong Ryeol sebenarnya bagai satu lampu yang memancarkan cahaya ke berbagai arah. Setiap satu puisi tidak selalu hanya memiliki satu maksud. Setiap tanda dalam puisi-puisi tersebut memiliki makna ke berbagai arah. Puisi-puisi itu, setiap dibaca, selalu menimbulkan makna baru." Ini menunjukkan bahwa puisi-puisi dalam buku ini memiliki kedalaman dan kompleksitas yang memungkinkan pembaca untuk menemukan interpretasi dan makna yang beragam. Selain itu, penggunaan diksi khas, seperti kata "khatulistiwa" yang mengacu pada konteks budaya Indonesia, memberikan nuansa yang khusus dalam puisi-puisi ini.
Buku ini juga terbagi dalam beberapa bagian, dan dalam sebuah jurnal sastra yang relevan,. Salah satu bagian yang menonjol adalah bagian pertama yang berjudul "Bagai Kenangan Milik Cahaya yang Sangat Dekat". Dalam bagian ini, terdapat puisi berjudul "Mitos Ikan" yang menggunakan majas personifikasi, di mana benda-benda tak hidup diberi atribut manusia. Sebagai contoh, dalam baris "burung gelisah dan ikan pertapa", pembaca dapat merasakan kegelisahan yang tetap tenang, mirip dengan seorang pertapa yang menjalani kehidupan di tengah kesibukan.
Buku kumpulan puisi "Ikan adalah Pertapa" karya Ko Hyeong Ryeol, yang diterjemahkan oleh Kim Yong Soo dan Nenden Lilis Aisyah, memiliki beberapa kelebihan yang patut diperhatikan. Salah satunya adalah kemampuan penerjemahan yang sangat baik, di mana pesan dan nuansa puisi asli berhasil dipertahankan dengan baik dalam terjemahan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini memungkinkan pembaca untuk merasakan keindahan dan makna puisi yang ingin disampaikan oleh Ko Hyeong Ryeol. Selain itu, penggunaan diksi yang khas dan referensi budaya Indonesia dalam beberapa puisi menambah daya tarik buku ini, memperkaya pengalaman membaca dan menghubungkan pembaca dengan konteks lokal.
Namun, meskipun buku ini memiliki kelebihan-kelebihan tersebut, beberapa kekurangan juga dapat ditemukan. Salah satunya adalah kurang bervariasinya tema di dalam antologi ini. Beberapa pembaca mungkin juga menginginkan variasi yang lebih beragam dalam struktur dan tema puisi. Tema yang diangkatnya yaitu mengenai persoalan sejarah, politik, dan hal-hal yang berkaitan dengan itu, lalu puisi-puisi dalam buku ini memiliki kedalaman dan kompleksitas, yang di mana hanya beberapa orang saja yang mungkin menyukai dan memahami tema yang diangkat oleh Ko Hyeong Ryeol. Seperti yang dikatakan oleh Nenden Lilis Aisyah selaku penerjemah buku ini, mengatakan bahwa "pada 60 puisi itu kita akan menemukan tema tentang persoalan yang berkaitan dengan sejarah, politik (terutama kaitannya dengan imbas perang dingin dan keterpisahan dua Korea), masalah sosial (termasuk kritik terhadap pemerintah), permasalahan eksploitasi lingkungan alam, dan refleksi personal penvair akan nilai milai kehidupan (termasuk nilai-nilai religi)". Beberapa pembaca mungkin menginginkan keberagaman yang lebih luas dalam hal gaya, tema, dan pendekatan. Hal ini dapat memberikan pengalaman membaca yang lebih dinamis dan memancing rasa ingin tahu yang lebih besar.
Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan tersebut, buku kumpulan puisi "Ikan adalah Pertapa" masih menjadi sebuah karya yang menarik untuk dieksplorasi. Kelebihan dalam penerjemahan yang baik, penggunaan diksi khas, dan kemampuan buku ini untuk menyampaikan makna dan pesan yang dalam menjadikannya sebuah bacaan yang berharga bagi pecinta puisi dan sastra. Namun, pembaca mungkin perlu mengembangkan pemahaman mereka sendiri dan menjalani refleksi lebih lanjut untuk memperluas pengalaman membaca dan menggali makna yang lebih dalam dari puisi-puisi dalam buku ini.
Secara keseluruhan, buku kumpulan puisi "Ikan adalah Pertapa" karya Ko Hyeong Ryeol, yang diterjemahkan oleh Kim Yong Soo dan Nenden Lilis Aisyah, menghadirkan puisi-puisi yang penuh makna dan menarik dengan penggunaan berbagai majas. Seperti yang disebutkan dalam buku tersebut, bahwa puisi-puisi ini dapat menghanyutkan pembaca dalam setiap baitnya, memungkinkan mereka merasakan dan menghayati setiap makna yang terkandung dalam kata-kata tersebut. (Salsa Billa Arafah)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H