Mohon tunggu...
Salsa
Salsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa uin jakarta

mahasiswa uin jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Agama Diambang Kehancuran: Saatnya Bangkit!

17 September 2024   16:02 Diperbarui: 17 September 2024   23:07 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan agama memiliki peran vital dalam membentuk karakter dan moral generasi muda Indonesia. Namun, ironis rasanya ketika melihat realitas bahwa para pendidik yang bertanggung jawab atas misi mulia ini justru menghadapi berbagai kendala sistemik yang menghambat optimalisasi peran mereka. Kondisi guru agama di Indonesia saat ini dapat digambarkan dalam satu kata: terlupakan

Berbagai faktor berkontribusi terhadap situasi ini. Ambiguitas dalam pengelolaan guru agama antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menciptakan kebingungan di tingkat pemerintah daerah. Akibatnya, banyak daerah enggan atau ragu-ragu dalam mengalokasikan formasi untuk guru agama dalam proses rekrutmen ASN.

 Selain itu, minimnya anggaran yang dialokasikan untuk guru agama, baik dalam hal gaji maupun tunjangan profesi, mencerminkan kurangnya prioritas terhadap pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesejahteraan guru, tetapi juga pada kualitas pembelajaran agama di sekolah-sekolah. Ketimpangan yang terjadi pada distribusi guru agama antar daerah dan antar agama masih menjadi persoalan serius.

Di beberapa daerah, jumlah guru agama Islam jauh dari mencukupi, sementara untuk agama minoritas seperti Kristen, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, ketersediaan guru bahkan lebih minim lagi. Kondisi ini berpotensi mencederai prinsip keadilan dan kesetaraan dalam pendidikan yang dijamin oleh konstitusi. Situasi kekurangan guru agama telah menciptakan beban kerja yang sangat berat bagi para guru yang ada. Mereka dipaksa untuk mengajar jauh melebihi batas kewajaran, sehingga berpotensi mengurangi kualitas pembelajaran dan kesejahteraan guru itu sendiri. Akibatnya, pendidikan agama yang seharusnya menjadi pondasi moral generasi muda menjadi terabaikan. 

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan langkah-langkah konkret dan sistematis. 

Pertama, perlu adanya kejelasan mengenai status dan pengelolaan guru agama. Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi harus berkoordinasi untuk menciptakan kebijakan yang koheren dan komprehensif. Akibatnya, pemerintah daerah menjadi bingung. Banyak daerah akhirnya enggan atau ragu-ragu untuk membuka lowongan guru agama saat merekrut pegawai baru.

Kedua, alokasi anggaran untuk guru agama perlu ditingkatkan karena guru agama membutuhkan perhatian lebih. Selain gaji yang layak, mereka juga perlu mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri agar bisa memberikan pelajaran agama yang lebih berkualitas

Ketiga, Sebelum mengambil keputusan untuk merekrut guru agama, sangat penting untuk melakukan kajian mendalam terhadap kebutuhan setiap daerah. Dengan melakukan survei menyeluruh, kita dapat memastikan bahwa jumlah dan jenis guru agama yang direkrut sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Hal ini akan menghindari penempatan guru yang tidak efektif dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.

Keempat, Sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan guru agama honorer, perlu dilakukan upaya yang berkelanjutan untuk mengangkat mereka menjadi ASN. Dengan memberikan kepastian status kepegawaian, guru agama akan termotivasi untuk meningkatkan kompetensinya dan berkontribusi secara optimal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, langkah ini juga akan menarik minat generasi muda untuk menjadi guru agama.

Kelima, kurikulum pendidikan agama perlu dikaji ulang untuk memastikan relevansinya dengan tantangan zaman. Dalam era yang semakin kompleks dengan tantangan seperti radikalisme, intoleransi, dan ancaman disintegrasi sosial, materi ajar agama perlu disesuaikan agar bukan hanya relevan, tetapi juga mampu membekali peserta didik dengan pemahaman agama yang moderat, toleran, dan inklusif.  

Mengabaikan nasib guru agama sama saja dengan mengabaikan masa depan moral bangsa. Mereka bukan sekadar pengajar, tapi juga penjaga nilai-nilai luhur yang menjadi pondasi bangsa ini. Sudah saatnya pemerintah, baik pusat maupun daerah, memberi perhatian serius pada nasib mereka. Hanya dengan memiliki guru agama yang sejahtera, kompeten, dan dihargai, pendidikan agama bisa benar-benar efektif membentuk generasi muda yang tidak hanya pintar, tapi juga berakhlak mulia.

Investasi pada guru agama bukan sekadar kewajiban, tapi juga langkah strategis untuk membangun bangsa yang kuat secara moral di tengah arus globalisasi. Jadi, mari kita bersama-sama mendorong perbaikan nasib guru agama. Karena sejatinya, mereka adalah para pahlawan yang menjaga moral dan karakter bangsa kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun