Mohon tunggu...
Salsa Billa Risqi Putri
Salsa Billa Risqi Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Era Globalisasi, Masyarakat Membeli Barang atau Membeli Gengsi

20 Desember 2022   19:17 Diperbarui: 20 Desember 2022   19:34 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dewasa ini, banyak orang yang rela merogoh kantong lebih dalam hanya untuk membeli tas, sepatu, baju, dan barang-barang lainnya. Konsumen tidak lagi memilih produk berdasarkan kebutuhan saja namun juga pertimbangan-pertimbangan hedonis, hal ini dapat ditandai dari berbagai perusahaan yang memasarkan produknya tidak lagi menekankan pada unsur utilitas atau daya manfaat dari suatu produk. 

Jika dahulu, proses pengambilan keputusan saat akan membeli suatu barang didasarkan pada melakukan perbandingan dengan beberapa produk yang memenuhi kriteria-kriteria yang telah diputuskan seperti harga, kualitas, model, dan kebutuhan. 

Pada tahap ini konsumen akan memanfaatkan seluruh pengetahuannya mengenai utilitas dari produk dan keinginannya serta kondisi yang ingin dicapai setelah menggunakan produk tersebut. 

Oleh sebab itu, pada tahap perbandingan produk inilah konsumen mampu membedakan apakah produk tersebut memiliki fitur atribut yang cenderung bersifat utilitas ataukah lebih bersifat hedonis.

Umumnya barang yang bersifat hedonis cenderung memiliki harga lebih mahal jika dibandingkan dengan barang yang bersifat utilitas. Namun hal ini bukan berarti barang hedonis tidak memiliki manfaat hanya saja barang hedonis jika dibandingkan barang utilitas memiliki fungsi yang sama namun dengan harga yang jauh berbeda.

Sebagai contoh yaitu penggunaan jamur truffle sebagai bahan masakan, mungkin, bagi yang belum tau harga dari jamur truffle sendiri akan menganggap wajar karena jamur memang bahan makanan.

Fakta bahwa jamur truffle ini dibandrol seharga 5,6 juta/450 gram rasanya sungguh tidak wajar menggunakan jamur seharga handphone tersebut untuk dimakan. Namun bukan tanpa alasan harga jamur ini mahal, terdapat berbagai faktor yang menyebabkan jamur menjadi mahal. 

Faktor pertama yaitu karena jamur ini hanya tumbuh di daerah tertentu dengan masa panen yang lama. Selain itu, menurut beberapa orang rasa jamur ini menambah kelezatan dalam makanan. Bahan makanan mewah ini lebih sering ditemukan dalam sajian fine dining di restoran ataupun hotel-hotel bintang lima. 

Oleh sebab itu, umumnya sajian menu yang mengandung jamur ini sebagai penunjang gengsi dan rasa pada makanan. Meskipun dibandrol dengan harga mahal jamur ini sangat digemari oleh beberapa kalangan, hal ini membuktikan bahwa harga tidak lagi menjadi pertimbangan utama konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli produk hedonis.  

Saat ini, salah satu tolak ukur masyarakat dalam menilai kesuksesan seseorang yaitu melalui barang-barang yang digunakan mulai yang digunakan dari ujung rambut hingga ujung kaki, mulai dari pakaian, tas, sepatu hingga aksesoris penunjang seperti jam tangan. 

Semakin mahal barang yang digunakan semakin sukses seseorang tersebut. Masyarakat mengetahui seberapa mahal barang melalui merek-merek barang mewah yang secara luas diakui sebagai luxury brand seperti Louis Vuitton, Gucci, Chanel, Cartier, dan masih banyak lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun