Mohon tunggu...
Salsa Alicia Saputra
Salsa Alicia Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Political Science Student

Political Science Student

Selanjutnya

Tutup

Politik

Human Trafficking di Indonesia: Menyoal Kasus Perdagangan Perempuan yang Tak Kunjung Selesai

15 April 2022   15:47 Diperbarui: 28 Mei 2022   18:32 2496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus human trafficking atau perdagangan orang di Indonesia memiliki angka yang cukup tinggi. Perlakuan ini juga termasuk ke dalam pelanggaran terhadap harkat dan martabat manusia yang berat. Mirisnya, praktik jual beli yang tak lazim ini justru dialami paling banyak oleh perempuan dan anak. Bahkan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban tindak pidana perdagangan orang, dan hal tersebut telah merajalela dalam bentuk jaringan kejahatan secara terorganisasi maupun tidak terorgnisasi.

Di dalam budaya patriarki yang tanpa disadari ada di tengah-tengah masyarakat, diskriminasi gender kerap kali terjadi. Pada budaya seperti ini perempuan dan anak perempuan seakan dianggap rendah dan tidak berdaya, bahkan seringkali hanya dijadikan sebagai pelayan seksual. Meskipun dunia sekarang sudah semakin maju, namun budaya yang kian melekat sedari dulu itu masih sulit untuk diubah sepenuhnya. Dan beberapa faktor yang menjadi penyebab kasus ini merebak di Indonesia adalah kemiskinan, perkawinan usia dini, pendidikan rendah, serta ketidaktaatan akan ajaran agama (Hanifah, 2008).

Di Indonesia sendiri, pada rentang tahun 2005 hingga 2008, perdagangan manusia mencapai angka 3.042 yang didominasi oleh perempuan dengan jumlah 2.048 orang dan Kalimantan Barat sebagai provinsi dengan penyumbang korban terbanyak. Setelah itu, untuk jenis kasus yang paling marak terjadi adalah perdagangan perempuan dengan modus pelacuran di luar negeri di mana jumlah kasusnya terus meningkat setiap tahunnya.

Salah satu contoh kasus perdagangan perempuan antarnegara terjadi pada 7 November 2005 di mana pihak Polda Metro Jaya berhasil mengamankan oknum berinisial FA yang melakukan perdagangan terhadap KS, wanita yang mencari kerja serta penderita patah tulang betis dan akibat tindakan defensif yang dilakukannya yaitu meloncat dari gedung tempat penyekapan. KS hendak dijadikan pekerja seks komersial di Sarawak, Malayasia.

Pada awalnya, korban diberangkatkan oleh oknum FA yang mengaku sebagai salah satu orang dari PT Binhasan Maju Sejahtera di Jakarta Selatan. Tetapi setelah penyelidikan dilakukan, didapati bahwa PT Binhasan Maju ternyata tidak mengirimkan korban. Dan dari situ diduga kuat FA sengaja melakukan perdagangan perempuan dengan korban KS ke Malaysia dengan menggunakan nama perusahaan tersebut dengan maksud memanfaatkan.

Namun nyatanya, kasus perdagangan perempuan yang terjadi di Indonesia tidak kalah banyak dengan kasus yang terjadi di luar negeri. Pada Agustus 2006, tujuh gadis asal Kecamatan Kutayasa dan Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, diperjual-belikan oleh sebuah jaringan perdagangan perempuan dengan titik operasi di Banyumas. Seperti modus perdagangan orang pada umumnya, korban dijanjikan pekerjaan di sebuah kafe. Sesampainya mereka di Medan, para korban malah dijual kepada mucikari dengan rentang harga Rp 3 juta-Rp 5 juta.

Kemudian, pada 15 Januari 2008, korban yang berjumlahkan 16 perempuan muda dipaksa menjadi pemijat serta pekerja seks di sebuah panti pijat di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seorang dari beberapa korban yang berhasil dibebaskan akhirnya mengaku bahwa pada awalnya mereka ditawari sebuah pekerjaan sebagai pelayan di sebuah restoran di Jakarta namun berujung penipuan. Selain itu pada 3 April 2008, tiga remaja berusia 15-18 tahun asal Jawa Tengah menjadi korban perdagangan perempuan di Kalimantan Timur. Ketiga remaja tersebut secara paksa dijadikan pekerja seks di kompleks pelacuran di Kabupaten Kutai Kartanegara. 

Dapat dilihat bahwa kasus perdangan manusia, khususnya perempuan merupakan peristiwa menyedihkan sekaligus kejam yang praktiknya masih banyak terjadi di Indonesia. Melihat situasi tersebut, tentunya harus ada berbagai macam upaya yang dilakukan oleh beberapa sektor, terutama pemerintah. Larangan akan perdagangan orang sebenarnya telah diatur pada Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), utamanya pada pasal 297. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 pasal 83 tentang perlindungan anak menentukan larangan memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual. Namun, KUHP dan Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut belum merumuskan pengertian perdagangan manusia secara tegas dalam hukum. Sehingga diperlukanlah undang-undang khusus tentang tindak pidana perdagangan manusia yang mampu memberikan landasan hukum material serta formal. Dan dengan dasar itu akhirnya ditetapkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang sebagai wujud kepedulian pemerintah kepada meningkatnya kasus perdagangan manusia, terutama perempuan.

Dengan banyaknya peristiwa perdagangan perempuan di Indonesia, tindakan preventif  maupun pemberian sanksi tentunya sebagian besar harus dilakukan oleh pemerintah. Namun masyarakat, terutama perempuan dan anak perempuan sebagai target dari operasi ini tentunya harus melakukan upaya agar kasus ini tidak akan melibatkan mereka. Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan adalah semisalnya meningkatkan pengetahuan atau pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai segala hal terkait perdagangan orang. Dan dengan fakta bahwa kasus ini kerap terjadi, harus ada pula tindakan penanggulangan yang dilakukan selain berkutat kepada undang-undang, yakni harusnya adanya ketegasan penegak hukum dalam menghukum tersangka perdagangan manusia serta dibukanya lapangan kerja oleh pemerintah dan perusahaan guna mengurangi angka kemiskinan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun