Mohon tunggu...
Salsa DillaAB
Salsa DillaAB Mohon Tunggu... Lainnya - :0

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketidakstabilan Harga Lada (Merica) sebagai Komoditi Unggulan Desa Matano Kabupaten Luwu Timur

14 Juni 2022   09:29 Diperbarui: 14 Juni 2022   10:49 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkesinambungan atau berkelanjutan yang beriorentasi pada agribisnis, dengan berbagai tujuan, seperti memaksimalkan kualitas, dan kuantitas produksi, meningkatkan kesejahteraan petani, memperluas lapangan pekerjaan, kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri, meningkatkan ekspor, dan pembangunan daerah, dengan demikian pembangunan pertanian diarahkan untuk menumbuhkan perekonomian pedesaan dalam menunjang pembangunan nasional (Sjarifuddin 1997).

Tanaman Lada disebut juga merica atau sahang, yang mempunyai nama latin "Piper nigrum" adalah sebuah tanaman yang kaya akan kandungan kimia, seperti minyak lada, minyak lemak, dan juga pati, dimana lada bersifat sedikit pedas, pahit, hangat, dan antipiretik. Tanaman lada adalah tanaman tropis yang merupakan tanaman perkebunan yang berperan sebagai tanaman ekspor dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia, salah satunya di Sulawesi Selatan. Tanaman Lada  merupakan sebagai tanaman yang dapat menghasilkan devisa Negara non migas dan sumber pendapatan petani.

Matano merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Tanaman Lada di desa ini menjadi komoditi unggulan di bidang perkebunan yang bersifat tahan lama. Namun petani lada mengahadapi kendala. Kendala yang di hadapi para petani adalah ketidakstabilan harga beli yang ditawarkan pengumpul, sedangkan para petani tidak memiliki pilihan lain selain menjual ke para pengumpul tersebut.

"Saat ini harga beli lada (merica) yang di tawarkan pengumpul terhadap hasil panen kami itu tidak stabil dan terus menurun, dulu tahun 2018 -- 2019 harganya masi Rp. 140.000,- /Kg, sekarang turun menjadi Rp. 65.000,-/kg, kalo kita yang mau menjualnya keluar kampung juga harus menyediakan ongkos yang tidak sedikit" ujar salah satu petani lada (merica) Hj. Nurmi.

DOK .WAWANCARA - Dokpri
DOK .WAWANCARA - Dokpri

Para petani menganggap bahwa masalah tersebut  adalah masalah yang serius karena pendapatan mereka hampir seimbang dengan pengeluaran mereka. Dimana biaya yang banyak dikeluarkan berasal dari biaya pupuk, biaya racun hama, dan juga biaya tenaga pemetik yang diberikan gaji sebesar Rp. 100.000/orang, dan dalam 1 hektar kebun lada membutuhkan kurang lebih 7 orang pemetik dengan taksiran 7 hari kerja, belum lagi di desa tersebut para pemilik kebun harus menghadapi  kesulitan dalam mencari buruh pemetik karena mereka tidak mau mengambil buruh pemetik dari luar daerah karena alasan biaya transportasinya sehingga terkadang banyak sekali biji ladah yang membusuk dan berjatuhan karena lambat di panen.

"Yang susah juga di sini itu buruh pemetiknya, karna kami itu pake tenagah masyarakat sekitar untuk jadi buruh pemetik dan tidak mampu untuk mendatangkan buruh pemetik dari luar karena biayanya yang begitu besar belum gajinya, tempat tinggal, dan juga ongkos transportasinya karna ongkos perahu untuk menyeberang ke desa kami saja itu Rp 20.000/orang," ujar salah satu petani lada (marica) Hj. Nurmi.

Berangkat dari masalah yang ada, solusi yang dapat dilakukan ada beberapa yaitu : (1) kita bisa memperkenalkan, dan mengembangkan, serta menjalankan ekonomi kreatif agribisnis kepada para petani agar dapat menambah kualitas produk tanaman lada seperti mengolahnya menjadi lada bubuk yang dapat menarik investor agar jumlah tengkulak dapat berkurang.   (2)pemerintah setempat harus bekerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BELITRO) untuk merancang mesin alat perontok lada, pengering, dan blansir agar dapat membantu petani panen tepat waktu untuk menghidari kerugian akibat lambat panen.  (3) Pemerintah setempat dapat mengadakan program pelatihan pembelajaran teknologi khusus untuk para petani di desa Matano agar dapat memahami dan menggunakan media online dalam melakukan pemasaran produk lada ke masyarakat luas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun