POTRET GURU SERTIFIKASI: PERJUANGAN MENCARI 24 JAM EFEKTIF PEMENUHAN TUGAS MENGAJAR
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Guru adalah pilar utama dalam mencerdaskan bangsa, yang sering kali berjuang melampaui batas untuk memenuhi tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk lebih menghargai peran dan dedikasi mereka. Dukungan moral, apresiasi, dan pemahaman terhadap tantangan yang dihadapi guru akan membantu mereka menjalankan tugas dengan lebih baik.
Fenomena guru sertifikasi yang harus berkelana ke sekolah lain demi memenuhi 24 jam mengajar mencerminkan tantangan nyata dalam dunia pendidikan. Kondisi ini menuntut guru untuk mengorbankan waktu, tenaga, bahkan kenyamanan pribadi, yang dapat berdampak pada kualitas pengajaran. Hal ini menunjukkan perlunya kebijakan yang lebih fleksibel dan mendukung, agar guru dapat fokus meningkatkan mutu pendidikan tanpa terbebani oleh kendala administratif atau logistik.
Sertifikasi guru di Indonesia merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik. Sebagai bagian dari program ini, guru sertifikasi diwajibkan memenuhi beban mengajar selama 24 jam per minggu. Namun, aturan ini sering kali menimbulkan tantangan tersendiri bagi guru, terutama di daerah terpencil atau dengan jumlah siswa yang sedikit.
Kondisi ini membuat banyak guru harus berjuang mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain untuk memenuhi ketentuan ini. Fenomena ini menciptakan dilema: di satu sisi, guru dituntut untuk fokus meningkatkan kualitas pendidikan, sementara di sisi lain mereka terbebani dengan kewajiban administratif yang tidak selalu mendukung efektivitas pengajaran.
Banyak guru sertifikasi menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per minggu. Di sekolah dengan jumlah siswa atau jam pelajaran terbatas, tidak jarang guru harus mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain. Fenomena ini terutama terjadi di daerah terpencil atau pedesaan, di mana jumlah sekolah dan siswa relatif sedikit.
Guru sering kali harus berkeliling dari satu sekolah ke sekolah lain, menempuh jarak yang tidak dekat, bahkan dengan kondisi jalan yang sulit. Perpindahan ini tidak hanya menguras tenaga dan waktu, tetapi juga memengaruhi fokus dan kualitas pengajaran, karena guru harus membagi perhatian antara beberapa sekolah. Realitas ini menunjukkan bahwa kebijakan yang mengatur beban mengajar perlu mempertimbangkan situasi di lapangan agar lebih relevan dan tidak membebani guru secara berlebihan.
Pemenuhan kewajiban mengajar 24 jam efektif sering kali memberikan dampak signifikan terhadap kinerja dan kualitas pengajaran guru sertifikasi. Dalam upaya memenuhi tuntutan tersebut, banyak guru harus mengajar di lebih dari satu sekolah, yang tidak jarang berada di lokasi yang berjauhan. Kondisi ini mengakibatkan waktu guru lebih banyak tersita untuk perjalanan daripada persiapan materi ajar yang optimal.
Akibatnya, kualitas pengajaran sering kali menurun karena guru tidak memiliki cukup waktu untuk mendalami kurikulum, menyusun rencana pembelajaran yang kreatif, atau memberikan perhatian lebih kepada siswa di kelas. Selain itu, tekanan untuk mengejar jam mengajar dapat menyebabkan kelelahan fisik dan mental, yang secara langsung memengaruhi kemampuan guru dalam memberikan pengajaran yang inspiratif dan interaktif.
Di sisi lain, hubungan antara guru dan siswa juga terpengaruh. Mengajar di beberapa sekolah membuat guru kesulitan menjalin kedekatan dengan siswa, yang sebenarnya sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru sering kali merasa bahwa mereka hanya "singgah" di sekolah-sekolah tambahan, sehingga sulit untuk memahami kebutuhan dan karakteristik siswa secara mendalam.