MENIMBANG PRO DAN KONTRA: WACANA AMNESTI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN MORALITAS
*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Media Tempo merilis sebuah berita judul "Banjir Kritik Rencana Presiden Prabowo Maafkan Koruptor" yang mengulas tentang rencana Presiden Prabowo Subianto memaafkan koruptor yang mengembalikan uang hasil korupsi. Hal ini menyebabkan muncul banjir kritikan. Sejumlah pihak mulai dari pakar hukum hingga aktivis antikorupsi tak sependapat dengan wacana tersebut. Mereka menilai upaya ini bertentangan dengan peraturan dan terkesan melindungi pelaku rasuah.
Hal tersebut disampaikan saat Presiden Prabowo berpidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu 18 Desember 2024, Â mengatakan akan memberikan kesempatan kepada koruptor untuk tobat dengan memberikan kesempatan para koruptor untuk mengembalikan hasil curiannya.
Wacana amnesti untuk koruptor telah menjadi topik hangat yang menuai berbagai reaksi di kalangan masyarakat dan pejabat negara. Dalam konteks ini, amnesti berarti pemberian pengampunan atau pembebasan dari hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, yang tentunya berpotensi memicu perdebatan tentang keadilan dan moralitas. Beberapa pihak mendukung kebijakan ini dengan alasan untuk mempercepat penyelesaian masalah hukum serta memberi kesempatan bagi pelaku untuk berubah, sementara yang lain menentangnya karena dianggap dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi dan merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Â
Pro Kontra Wacana Amnesti Koruptor
Wacana amnesti untuk koruptor telah menimbulkan polemik yang cukup tajam, baik di kalangan politisi, pakar hukum, maupun masyarakat umum. Di satu sisi, ada pihak yang mendukung amnesti ini dengan alasan bahwa kebijakan tersebut dapat mempercepat penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menggunung, sekaligus mengurangi beban sistem peradilan yang sudah sangat padat. Dengan memberikan amnesti, mereka berargumen bahwa negara bisa menfokuskan sumber daya untuk memberantas kasus-kasus lain yang lebih besar dan lebih kompleks.
Selain itu, ada yang melihat amnesti sebagai cara untuk memberikan kesempatan kepada pelaku korupsi yang sudah menyesali perbuatannya untuk melakukan perbaikan dan berkontribusi positif bagi negara. Mereka beranggapan bahwa sebuah proses rekonsiliasi nasional, yang juga mencakup amnesti, bisa membantu mengembalikan kepercayaan publik pada sistem hukum dan menciptakan iklim politik yang lebih stabil.
Namun, di sisi lain, wacana ini mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama yang berfokus pada aspek keadilan dan moralitas. Kritikus berpendapat bahwa memberikan amnesti kepada koruptor hanya akan merusak prinsip-prinsip dasar keadilan, di mana pelaku kejahatan besar seharusnya dihukum setimpal dengan perbuatannya. Amnesti untuk koruptor dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat, terutama mereka yang telah menjadi korban dari praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Selain itu, kebijakan ini bisa menurunkan efek jera yang seharusnya menjadi salah satu tujuan utama dari sistem peradilan pidana, terutama dalam menangani kasus korupsi yang telah merusak fondasi negara. Kritikus juga khawatir bahwa langkah tersebut akan semakin memperburuk persepsi negatif masyarakat terhadap integritas aparat penegak hukum dan politik, serta menguatkan kesan bahwa para elit politik dan pengusaha besar bisa bebas dari hukuman jika mereka memiliki kekuasaan atau pengaruh yang cukup.
Analisis Perspektif Hukum dan Moralitas