ZONASI PENDIDIKAN: SOLUSI PEMERATAAN ATAU PEMICU KETIMPANGAN BARU?
DILEMA*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Penerapan sistem zonasi pendidikan di Indonesia telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk meratakan akses pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketimpangan yang ada antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta memberikan kesempatan yang lebih adil bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan di sekolah-sekolah terdekat.Â
Meskipun demikian, kebijakan zonasi ini tidak lepas dari kontroversi dan tantangan.
Beberapa pihak berpendapat bahwa sistem ini dapat menciptakan ketimpangan baru, terutama terkait dengan kualitas pendidikan yang berbeda-beda antar sekolah dalam satu zona. Dengan latar belakang tersebut, artikel ini akan mengulas apakah zonasi pendidikan benar-benar menjadi solusi pemerataan atau justru memicu ketimpangan yang lebih besar di dalam sistem pendidikan Indonesia.
Suatu kesempatan dalam Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta, Senin 11 November 2024. Wapres Gibran Rakabuming Raka mengatakan untuk menyongsong Indonesia emas 2045 maka diperlukan SDM yang unggul.
 Salah satu caranya, kata Gibran adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan. Gibran mengingatkan kembali agar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, untuk menghilangkan sistem zonasi. Sistem zonasi sekarang dipakai untuk seleksi masuk sekolah negeri.
Zonasi Pendidikan sebagai Solusi Pemerataan atau Ketimpangan?
Zonasi pendidikan, yang diterapkan dalam rangka pemerataan akses pendidikan, bertujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih adil bagi seluruh siswa, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi atau geografi mereka.Â
Sistem ini berfokus pada penerimaan siswa ke sekolah-sekolah yang terdekat dengan tempat tinggal mereka, sehingga mengurangi ketimpangan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Dalam teori, zonasi dapat mengurangi beban biaya transportasi bagi orang tua dan siswa serta mendekatkan siswa dengan lingkungan sekolah yang lebih familiar. Di sisi lain, zonasi juga berpotensi mengurangi praktik penerimaan siswa secara diskriminatif, yang seringkali terjadi di sekolah-sekolah unggulan di kota besar, di mana hanya siswa dengan nilai tertinggi yang dapat diterima.