Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ateisme Modern menjadi Gaya Hidup Baru di Tengah Krisis Kepercayaan

14 September 2024   03:59 Diperbarui: 14 September 2024   04:01 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: liks.suara.com

ATEISME MODERN MENJADI GAYA HIDUP BARU DI TENGAH KRISIS KEPERCAYAAN

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Di tengah era ketidakpastian global yang semakin kompleks, masyarakat modern menghadapi krisis kepercayaan yang mendalam terhadap institusi-institusi tradisional, termasuk agama. Ketidakpuasan terhadap dogma religius, skandal keagamaan, serta kemajuan sains dan teknologi yang mengubah cara pandang manusia tentang kehidupan, mendorong munculnya ateisme modern sebagai respons terhadap kebingungan spiritual yang melanda banyak individu.

Ateisme, yang dulunya dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap Tuhan atau keyakinan religius, kini berkembang menjadi lebih dari sekadar pandangan filosofis, telah menjadi gaya hidup yang semakin populer, terutama di kalangan generasi muda yang mencari kebenaran dan kebebasan berpikir di luar batasan doktrin agama. Dalam konteks ini, ateisme modern menawarkan sebuah jalan baru untuk memahami keberadaan dan moralitas di tengah krisis kepercayaan yang melanda masyarakat saat ini.

Kini, muncul banyak sekali kontraversi mengenai agama maupun kepercayaan yang ada di Indonesia. Kontraversi ini dirasakan oleh beberapa kelompok orang atau golongan salah satunya adalah atheis yang mengatakan bahwa Allah tidak ada.

Latar Belakang Krisis Kepercayaan

Krisis kepercayaan di era kontemporer mencerminkan kegoyahan mendasar dalam keyakinan masyarakat terhadap institusi-institusi tradisional, termasuk agama, pemerintah, dan media. Fenomena ini muncul sebagai akibat dari berbagai faktor, seperti skandal-skandal keagamaan yang mengguncang keyakinan publik, ketidakstabilan politik yang menimbulkan rasa ketidakpercayaan, dan perkembangan sains serta teknologi yang kerap menawarkan penjelasan alternatif terhadap pertanyaan-pertanyaan eksistensial.

Semua ini menciptakan lingkungan sosial di mana banyak orang merasa terasing dari doktrin tradisional, mencari jawaban di luar kerangka keyakinan lama. Akibatnya, krisis kepercayaan ini tidak hanya memengaruhi persepsi terhadap agama tetapi juga memicu peningkatan minat pada ateisme sebagai bentuk baru dari pemaknaan hidup di era modern.

Ateisme modern tidak lagi hanya dipahami sebagai penolakan terhadap keberadaan Tuhan, tetapi telah berkembang menjadi sebuah gaya hidup yang mencakup sekularisme, skeptisisme, dan humanisme. Sebagai gaya hidup sekuler, ateisme menekankan pentingnya pemisahan antara agama dan kehidupan publik, mendorong masyarakat untuk mengedepankan rasionalitas dan bukti empiris dalam pengambilan keputusan, baik dalam ranah politik, hukum, maupun pendidikan.

Di sisi lain, skeptisisme menjadi ciri khas ateisme modern, di mana individu dipacu untuk terus mempertanyakan dan mengkritisi klaim-klaim religius dan dogma yang dianggap tidak berdasar. Sementara itu, humanisme menawarkan dasar etis bagi mereka yang mengidentifikasi diri sebagai ateis, dengan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan, seperti kesetaraan, keadilan, dan kebebasan individu, sebagai inti dari moralitas tanpa memerlukan otoritas religius. Melalui kombinasi sekularisme, skeptisisme, dan humanisme, ateisme modern bukan hanya menjadi pilihan pandangan dunia, tetapi juga cara hidup yang dirasa lebih relevan bagi banyak orang di tengah kompleksitas dan tantangan zaman sekarang.

Input sumber gambar: pastordepan.com
Input sumber gambar: pastordepan.com
Faktor Pendorong Popularitas Ateisme di Tengah Krisis Kepercayaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun