Mohon tunggu...
Salmun Ndun
Salmun Ndun Mohon Tunggu... Guru - Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Membaca itu sehat dan menulis itu hebat. Membaca adalah membawa dunia masuk dalam pikiran dan menulis adalah mengantar pikiran kepada dunia

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengapa Kekerasan Politik Masih Ada dalam Demokrasi?

17 Juli 2024   04:31 Diperbarui: 17 Juli 2024   04:33 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

MENGAPA KEKERASAN POLITIK MASIH ADA DALAM DEMOKRASI?

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Baru-baru ini, kampanye politik di Amerika Serikat diguncang oleh insiden penembakan yang menargetkan calon presiden Donald Trump. Peristiwa tragis ini terjadi saat Trump sedang berpidato di sebuah acara kampanye di salah satu negara bagian penting. Penembakan tersebut menimbulkan keprihatinan yang mendalam di kalangan pendukung dan lawan politiknya, serta masyarakat umum. Meskipun Trump berhasil selamat dari serangan tersebut, insiden ini menyoroti ancaman nyata kekerasan politik dalam demokrasi modern. Penembakan terhadap calon presiden ini memicu diskusi nasional tentang keamanan kampanye, polarisasi politik, dan perlunya upaya lebih lanjut untuk memastikan keselamatan semua kandidat politik. Investigasi sedang berlangsung untuk mengungkap motif di balik serangan ini.

Definisi dan Bentuk Kekerasan Politik

Demokrasi sering dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang paling damai dan adil, di mana hak-hak individu dijunjung tinggi dan partisipasi politik masyarakat dihargai. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa kekerasan politik masih kerap terjadi bahkan dalam sistem demokrasi yang mapan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa kekerasan politik masih ada dalam demokrasi.?

Terbukanya ruang demokrasi bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang damai dan inklusif, berbagai faktor seperti ketidaksetaraan ekonomi, kelemahan institusional, persaingan politik yang intensif, serta norma dan nilai budaya tertentu, dapat memicu dan memperburuk kekerasan politik. Esai ini akan mengeksplorasi alasan-alasan mendasar mengapa kekerasan politik tetap menjadi bagian dari realitas demokrasi dan bagaimana kita dapat mengatasi tantangan ini untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang benar-benar damai.

Kekerasan politik merujuk pada penggunaan kekuatan fisik atau ancaman kekuatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mencapai tujuan politik tertentu. Kekerasan ini dapat mencakup berbagai tindakan, mulai dari pembunuhan, penyerangan fisik, penculikan, hingga tindakan intimidasi dan teror. Tujuan dari kekerasan politik seringkali adalah untuk mengintimidasi lawan politik, mempengaruhi hasil pemilu, atau memaksakan perubahan kebijakan.

Kekerasan politik dapat dilakukan oleh aktor negara, seperti militer atau polisi, maupun oleh aktor non-negara, seperti kelompok militan atau individu yang bertindak sendiri. Dalam konteks demokrasi, kekerasan politik merupakan ancaman serius terhadap stabilitas politik dan proses demokratis, karena dapat menghalangi partisipasi politik yang bebas dan adil, serta merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi.

Kekerasan politik dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk kekerasan fisik, verbal, dan struktural. Pertama, Kekerasan fisik melibatkan tindakan nyata seperti penyerangan, pemukulan, penembakan, dan pembunuhan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mencapai tujuan politik tertentu.

Kedua, Kekerasan verbal, di sisi lain, mencakup penggunaan bahasa yang mengancam, menghina, atau merendahkan untuk menakut-nakuti atau mendiskreditkan lawan politik. Ini bisa terjadi dalam pidato, media sosial, atau komunikasi publik lainnya. Ketiga, Kekerasan struktural lebih bersifat sistemik, di mana struktur sosial, ekonomi, atau politik secara tidak langsung menyebabkan penderitaan atau ketidakadilan.

Analisis Penyebab Kekerasan Politik dalam Demokrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun