Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao
Tiga Pilar Penegakan Hukum
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), dan Kejaksaan Agung (Kejagung) merupakan tiga pilar utama dalam penegakan hukum di Indonesia, masing-masing memiliki peran penting dan spesifik. KPK didirikan dengan tujuan khusus untuk memberantas korupsi di Indonesia, memiliki wewenang yang luas untuk menyelidiki, menyidik, dan menuntut kasus-kasus korupsi, serta melakukan upaya pencegahan.
Polri, sebagai lembaga kepolisian nasional, bertanggung jawab atas penegakan hukum umum, pemeliharaan ketertiban, dan keamanan masyarakat. Polri juga melakukan penyelidikan dan penyidikan berbagai tindak pidana di seluruh Indonesia.Â
Kejagung, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penuntutan umum, memiliki peran dalam melaksanakan fungsi penuntutan, baik dalam kasus korupsi maupun tindak pidana lainnya. Ketiga lembaga ini harus bekerja sama secara harmonis untuk memastikan penegakan hukum yang efektif dan efisien.
Kolaborasi antara KPK, Polri, dan Kejagung sangat penting untuk memastikan penegakan hukum yang efektif dan menyeluruh di Indonesia. Masing-masing lembaga memiliki wewenang dan keahlian khusus yang, jika digabungkan, dapat memperkuat upaya penegakan hukum. KPK dengan fokusnya pada pemberantasan korupsi, Polri dengan kemampuan luas dalam penegakan hukum dan keamanan publik, serta Kejagung dengan perannya dalam penuntutan.
Kolaborasi yang baik akan memungkinkan mereka untuk berbagi informasi, sumber daya, dan keahlian, sehingga dapat menangani kasus-kasus kompleks dengan lebih efektif. Selain itu, sinergi antar lembaga ini juga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan memastikan bahwa tidak ada celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan.
Memaknai Ego Sektoral
Ego sektoral merupakan salah satu masalah utama yang menghambat kolaborasi antara KPK, Polri, dan Kejagung dalam penegakan hukum di Indonesia.Â
Ego sektoral muncul ketika masing-masing lembaga lebih mementingkan kepentingan, wewenang, dan prestise institusional mereka daripada tujuan bersama untuk menegakkan hukum secara efektif. Ketegangan ini sering kali menyebabkan kurangnya komunikasi, koordinasi yang buruk, dan bahkan persaingan antar lembaga, yang akhirnya merugikan proses penegakan hukum itu sendiri.