Mohon tunggu...
Salmi Fadlilah
Salmi Fadlilah Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar

Never Give Up

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel | Maaf yang Tak Tersampaikan

4 Maret 2020   09:43 Diperbarui: 4 Maret 2020   09:59 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah hari itu, aku jadi sering bertemu dengan Ardito untuk bermain ke luar dan sesekali di rumahku untuk menonton film atau untuk membantu mengerjakan tugas-tugasku yang sulit ku pecahkan. Ia memang anak yang pandai, yang paling kusuka darinya ialah, ia memiliki dada yang bidang, dengan bentuk tubuh yang ideal. Ia juga memiliki paras yang cukup tampan, tidak heran banyak wanita yang menyukainya.

***

Semester pertamaku di tahun kedua berakhir. Aku dan kedua sahabatku berhasil menyelesaikan Ulangan Akhir Semester dengan nilai yang cukup memuaskan. Kami bertiga masuk sepuluh besar di kelas. Dan sekarang tiba saatnya Semester dua, dimana aku dan yang lain sibuk, begitupun Ardito yang lebih sibuk dari kami, karena ia harus mempersiapkan UN dan tugas lainnya. Ya, aku dan Ardito berbeda satu tahun. Karena kesibukan kami masing-masing, kami jadi jarang bertemu, namun aku mengerti akan hal itu. Aku hanya bisa berharap dan berdoa agar Dito dapat menyelesaikan tugas akhirnya dengan baik, dan UN nya lancara.

Akhirnya Dito lulus dengan nilai UN yang sangat memuaskan. Ia langsung datang ke rumahku dan memberi tahuku tentang nilainya, tak mau kalah, Aku pun menceritakan nilai yang ku dapat di Semester dua ini.
"Nilai rata-rataku 9, kamu kalah Yu! ejek Dito
"Ah 9 aja bangga, nilai rata-rataku nih 8! Ga sombong kan!" balasku
"Ya iyalah rata-rata 8 mau apa yang disombongin?" balas Dito sambil mengacak-ngacak rambur Ayu dan terus tertawa melihat ekspresi Ayu yang kesal karena rambutnya jadi berantakan
"Ih Dito!!" kesal Ayu sambil mencubit lengan Dito
Karena takut dibalas lagi oleh Dito, Aku pun berlari menjauh darinya dan Aku segera masuk ke dalam rumah dan mengejek Dito dari dalam lewat kaca rumahku
"Eh curang lah masa masuk ke dalem" ucap Dito
"Bodo amat wle" ejek Ayu
"Yasudah"

Akhirnya aku mengalah dan keluar sambil tertawa dan duduk di sebelah Dito yang sejak tadi diam di kursi depan rumahku.
"Edeh jadi pendiem gini gaasik" ucapku
"Ah taulah" jawab Dito singkat
"Maaf dong masa marah"
"Haha siapa juga yang marah wle"
"Ih ngeselin"
"Yu aku mau ngmong serius nih udah dong jangan balik kesel"
"Yaudah iya apa"
"Aku mau lanjut AKMIL Yu"
"Wah bagus dong mantap"
"Nanti kamu gimana"
"Hah gimana apanya"
"Ya kamu gimana nanti di sini sendiri dong aku pergi haha"
"Hilih ya aku enak lah gada kamu gada yang ganggu aku"
"Ih ko gitu sih"
"Haha ya enggalah, kalo kamu AKMIL ya aku dukung lah"
"Kamu mau nungguin Aku kan, tunggu Aku sampe Aku jadi Abdi Negara"
"Emm gimana ya To, kok kayanya malas banget gitu nungguin orang yang nyebelin kaya kamu. Mending nanti setelah lulus SMA aku kuliah, terus di tahun kedua aku cari cowo ganteng, mapan, baik ga kaya kamu"
"Oh yasudah"
"Hih udah nyebelin sosoan merajuk lagi"
"Bodo amat"
"Haha lucu deh! Tenang aja kali aku pasti nunggu kamu kok"
"Janji?"
"Ya! Aku janji To"

Sepulangnya Dito dari rumahku, tiba-tiba saja kepalaku terasa sangat berat dan pusing. Aku merasakan tubuhku melayang dan penglihatanku kabur lalu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Setelah aku sadar, tiba-tiba saja aku mencium baru ruangan yang sangat aku benci, bau khas dari tempat itu, ya, Rumah Sakit. Ibuku bilang kemarin aku tiba-tiba pinsan dan keluargaku langsung membawaku ke Rumah Sakit dekat rumah
"Bu, kenapa ga langsung pulang aja?" tanyaku. Ibuku tiba-tiba saja menangis saatku melontarkan pertanyaan itu
"Bu..."
"Yang sabar ya sayang, nanti kamu pasti bakal pulang kok, kamu harus kuat"
"Kenapa bu kenapa ga sekarang? Aku sakit apa bu?" tanyaku lagi dengan suara sedikit membentak
"Kamu sakit kanker Yu, kata dokter ini sudah tidak bisa diobati lagi" jawab ibu dengan suara yang serak
"Gamungkin bu.."

Ibu langsung sontak memelukku dengan erat sambil mencoba menenangkanku dan menguatkanku untuk bisa menerima kenyataan ini. Ya tuhan, kupikir tubuhku baik-baik saja selama ini. Mengapa harus aku? Mengapa harus aku yang mengidam penyakit ini? Mengapa Tuhan mengapa?!
Dokter bilang umurku tidak akan lama lagi, mungkin tersisa empat bulan lagi. Bagaimana dengan teman-temanku, sahabatKu? Aku tidak ingin mereka tahu tentang hal ini, Aku meminta Ibu untuk merahasiakannya. Bagaimana dengan Dito? Bagaimana dia akan menerima seorang perempuan yang penyakitan sepertiku? Dengan rambut kepala yang mulai rontok dan kulit yang mulai keriput dan tubuhku yang semakin mengecil. Bagaimana dengan janji yang sudah aku ucapkan? Aku sudah berjanji pada Dito untuk menunggunya. Ibu bilang padaku bahwa Dito akan pulang bulan depan dan menjengukku ke Rumah Sakit, yang Dito tau aku hanya sakit biasa, sungguh tak tega aku berbohong kepadanya.
***

Sebulan kemudian...
Aku menghabiskan satu bulan di Rumah Sakit dengan berbagai macam pengobatan, sebenarnya aku benar-benar tersiksa dengan pengobatan ini karena harus memasukkan berkali-kali cairan ke dalam tubuhku, tentunya dengan jarum suntik. Tapi untuk hari ini Aku benar-benar bersemangat, ini hari yang ku tunggu-tunggu, Aku akan bertemu dengan Dito.

Saat pengobatanku sebelum bertemu Dito, tiba-tiba saja kepalaku terasa sakit yang begitu hebat, tiba-tiba saha tubuh ini seperti menolak cairan yang masuk. Sakitnya sungguh luar biasa Tuhan. Mengapa harus seperti ini? Ya Tuhan apa yang akan terjadi? Aku hanya mendengar suara dokter yang terus mencoba menyadarkanku dengan samar, dan yang paling membuat hatiku sakit adalah jeritan dan tanhisan Ibuku yang terus memanggil namaku sambil meneriaki "Bertahan sayang bertahan"

Ibu, Ayah, maafkan Ayu. Teman-teman tolong maafkan Aku. Dito, Aku ingin terus bertahan hingga kau datang, tapi tubuh ini sudah tak kuasa melawan penyakit yang terus menggerogoti tubuhku, kepalaku benar-benar teramat sangat sakit, maaf aku tidak bisa menepati janjiku, Aku pergi Dito, Aku pergi Bu, Yah, Gefira, Sivia, Aku pergi

Itu yang kuingat terakhir kali setelah rasa sakit yang teramat sangat sakit kurasakan. Dan setelahnya, aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku tidak tahu bagaimana kabar Dito, kuharap ia bisa menemukan wanita yang lebih baik dariku dan bisa menemani hingga akhir hayatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun