Tradisi Calon Arang di BaliÂ
Calon Arang merupakan sebuah adat istiadat yang berasal dari Bali, Indonesia. Biasanya, acara ini dilakukan dengan menggelar pertunjukan teater tari sebagai bagian dari perayaan adat di Bali. Pertunjukan ini melibatkan tarian, musik, dan cerita yang menggambarkan pertarungan. Calon Arang diadakan sebagai bentuk hiburan dan juga sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya Bali. Banyak masyarakat setempat maupun wisatawan yang datang untuk menyaksikan pertunjukan ini, karena dianggap sebagai bagian yang sangat penting dari identitas budaya Bali.
Tradisi Calon Arang diperkirakan sudah muncul dari zaman kerajaan Klungkung. Seni tari Calon Arang memiliki latar belakang Prabu Airlangga dari kerajaan Kahuripan, Jawa Timur. Tradisi ini juga berkaitan dengan sebuah legenda kuno yang menceritakan tentang seorang wanita bernama Calon Arang. Biasanya, tradisi ini dilakukan pada saat tertentu untuk melukat dan membersihkan desa. Salah satu desa adat yang sering mengadakan pertunjukan ini adalah desa adat Kuta.
Tradisi Calon Arang tumbuh dari sebuah cerita zaman Raja Airlangga di Kerajaan Kahuripan. Tradisi ini terkait dengan legenda kuno tentang seorang wanita bernama Calon Arang yang menguasai ilmu hitam. Legenda tersebut mengisahkan bahwa Calon Arang memanfaatkan kekuatannya untuk melakukan perbuatan jahat, seperti menimbulkan penyakit, kelaparan, dan bencana di desa-desa sekitarnya. Akibatnya, masyarakat pun sangat takut kepada Calon Arang dan percaya bahwa ilmu hitam Calon Arang sangat sakti. Dari sini, muncul Tradisi Calon Arang yang berkembang menjadi seni pertunjukan teater tari. Secara keseluruhan, tradisi ini merupakan perayaan budaya yang menggambarkan legenda kuno dan pertarungan antara kebaikan dan kejahatan. Selain menjadi atraksi budaya yang menarik, pertunjukan ini juga berperan penting dalam melestarikan warisan budaya Bali.
Sosok Calon Arang dalam novel "Cerita Calon Arang"
Dalam novel "Cerita Calon Arang" yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, Calon Arang dijelaskan sebagai seorang wanita janda yang sudah sedikit tua, memiliki kepribadian yang buruk, kejam, serta memiliki keahlian sihir. Calon Arang merupakan sosok janda yang sangat kejam, ia senang menyakiti dan menyiksa manusia lain. Bahkan, ia tidak ragu untuk membunuh warga dan merampas harta mereka dengan menggunakan ilmu sihirnya di Dusun Girah, tempat tinggalnya. Dusun Girah terletak di negara Daha dan menjadi tempat yang menakutkan bagi penduduk Daha karena ada Calon Arang yang tinggal di sana. Calon Arang sangat ditakuti oleh penduduk setempat, karena ia akan membunuh siapapun yang melakukan kesalahan padanya.
Di dalam novel ini, Calon Arang juga digambarkan sebagai seorang ibu yang memiliki seorang putri. Ratna Manggali adalah putri Calon Arang yang berusia 25 tahun dengan wajah yang cantik. Meskipun ia memiliki kepribadian yang baik, tidak ada pria yang berani untuk melamarnya karena takut dengan ibunya, Calon Arang. Ratna Manggali adalah anak tunggal yang sangat disayangi oleh ibunya. Namun, ia sering bermain seorang diri karena teman-temannya takut akan Calon Arang.
Teluh yang Tersebar dan Memakan Ribuan KorbanÂ
Suatu hari, Calon Arang marah besar karena penduduk dusun Girah yang selalu membicarakan dirinya dan putrinya. Murid-muridnya memberitahunya bahwa seluruh negeri membicarakan kekejamannya. Bahkan, saat putrinya Ratna Manggali pergi berjalan-jalan, orang-orang menundukkan kepala dan berkata, "Hati-hati dengan dia, engkau tak boleh sembarangan." (Dalam novel Cerita Calon Arang, halaman 14). Karena itu, penduduk negeri pun segan terhadap Ratna Manggali. Akibatnya, Calon Arang menebarkan teluh di dusun Girah.
Untuk membunuh seluruh penduduk dusun dengan teluhnya, Calon Arang harus mengadakan ritual keramas bersama para muridnya di Candi Durga. Di dalam candi tersebut, Calon Arang harus memanggil dewi Durga atau Bagawati, dewi yang menghendaki kerusakan. Ia harus memuja sang dewi dengan ritual dan tarian-tarian. Saat pemujaan, api pengudapan mengepulkan asap tebal, dan di dalam Candi Durga tercium bau ratus dan pandan wangi semerbak. Murid-murid Calon Arang menari seperti orang gila, ada yang menari dengan menjelirkan lidah seperti ular, ada pula yang mendelik-delik ketakutan. Tak lama kemudian, dewi Durga muncul melalui asap pedupaan. Setelah itu, Calon Arang dan enam muridnya berjongkok dan menyampaikan keinginan mereka untuk meneluh penduduk dusun.
Setelah mendapat izin dari dewi Durga, wabah teluh menyebar ke seluruh negeri. Teluh tersebut merupakan penyakit mematikan yang menyebabkan panas-dingin pada manusia. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Ribuan orang menderita sakit tersebut dan tidak lama kemudian mereka meninggal dengan cepat. Penyakit ini terus menelan korban jiwa setiap hari. Orang yang terinfeksi juga akan tertular dan meninggal dalam waktu singkat. Karena banyaknya korban yang jatuh, penduduk Daha semakin berkurang. Banyak pendeta yang mencoba mencari obat untuk penyakit ini dan menghentikan teluh yang dibuat oleh Calon Arang, tetapi upaya mereka sia-sia. Tidak ada yang bisa menghentikan Calon Arang.
Di akhir cerita novel Calon Arang, teluh tersebut dapat dilenyapkan oleh seorang pendeta sakti bernama Empu Baradah dari Lemah Tulis. Empu Baradah memiliki kekuatan yang lebih besar dan mampu melindungi desa dari teluh Calon Arang. Dia menggunakan kekuatan spiritualnya untuk memulihkan dusun dan menghapus kutukan Calon Arang. Dusun Girah pun akhirnya dipulihkan dan penduduknya hidup dalam kedamaian. Calon Arang pun mati dibunuh oleh Empu Baradah pada pertarungan keduanya. Kematian Calon Arang menjadi keselamatan bagi seluruh penduduk negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H