Mohon tunggu...
salma wafia
salma wafia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Jakarta

Saya adalah mahasiswa yang memiliki minat terhadap pengetahuan lebih dalam terhadap isu sosial yang terjadi saat ini

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembunuhan Satu Keluarga di Kediri : Bukti Nyata Pancasila Mulai Terabaikan

18 Desember 2024   14:20 Diperbarui: 18 Desember 2024   12:35 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembunuhan berencana di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dilakukan oleh seorang pria bernama Yusa , dengan sadis menghabisi nyawa Keluarganya, yaitu Kristina (kakak kandung), Agus (kakak ipar), dan Christian Agusta Wiratmaja (anak sulung Kristina) dengan Membiarkan anak bungsu Kristina yang sudah kritis berisinial SPY agar tetap hidup sebab pelaku tidak tega membunuhnya sebab usianya terbilang masih dini. 

Setelah korban terlihat tidak bernapas dan bergerak, pelaku segera merampas sebagian barang berharga dan barang elektronik milik Kristina dan Agus. Kelakuan bejat Yusa sudah melanggar Pasal 28G ayat (1) berbunyi "Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya" menandakan bahwa perlindungan atas keamanan diri, keluarga, dan harta benda dibarikan pada setiap warga negara. Kekerasan yang dilakukan oleh pelaku, termasuk pembunuhan dan perampasan barang, menunjukkan pelanggaran hak konstitusional korban.

“Motifnya pembunuhan bisa jadi karena kesal dan sakit hati akibat sang kakak (Kristina) menolak meminjamkan uang kepada pelaku sebab hutang yang lama juga tidak kunjung dikembalikan” Dilansir dari RadarKediri pada Senin (9/12) lalu.

Tidak etis rasanya seseorang membunuh anggota keluarga kandung hanya gara-gara tidak diberikan pinjaman harta dan bukan menjadi tanggung jawab korban untuk menafkahi Yusa. Sampai saat ini, belum ditemukan pasti motif lain mengapa Yusa berulang-ulang meminta uang kepada korban sampai korban muak atas perilakunya. 

Pembunuhan berencana oleh Yusa termasuk salah satu bukti Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab pada Pancasila sudah mulai tidak dihiraukan. Tindakan yang dilakukan oleh Yusa mencerminkan hilangnya rasa keadaban dan juga penghormatan ia sebagai manusia terhadap martabat dan hak hidup orang lain.

Lebih jauh, kasus ini mencerminkan pentingnya penegakan hukum untuk menjaga ketertiban hukum sesuai Bunyi Pasal 28A yaitu “Setiap orang berhak hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Mencerminkan tragedi pembunuhan ini sebab hak korban untuk bertahan hidup dirampas oleh pelaku dengan menghabisi nyawa korban secara brutal tanpa memikirkan panjang kehidupan korban selaku keluarga kandungnya. 

Kelakuan bejat Yusa saat ini baru dikenakan pasal 340 KUHP menyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”. Sesuai dengan peraturan ini, Yusa bisa ditetapkan hukuman berat, termasuk pidana mati, untuk tindakan pembunuhan yang dilakukan dengan perencanaan matang, seperti yang terjadi dalam kasus ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun