Mohon tunggu...
SALMAVIRA AMELIA ATSIR
SALMAVIRA AMELIA ATSIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiawa Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wajib Militer, Implementasi Strategi Pertahanan Total Singapura di Tengah Dilema Keamanan

14 Agustus 2024   11:22 Diperbarui: 14 Agustus 2024   11:24 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wajib militer adalah kebijakan di mana warga negara dengan syarat tertentu diwajibkan untuk menjalani pelatihan dan pelayanan militer selama periode tertentu. Banyak negara yang menerapkan kebijakan ini seperti Korea Selatan, Thailand, Norwegia, Russia, hingga Singapura (Sulistya 2023). Terdapat banyak alasan mengapa wajib militer diterapkan, salah satu yang paling utama adalah alasan dilemma keamanan. Singapura contohnya, menerapkan wajib militer atau yang disebut sebagai National Service (NS) bagi warga negara dan residen tetap generasi kedua berjenis kelamin laki laki yang telah berusia 18 tahun, selama 24 bulan. Para pria yang melakukan wajib militer ini akan ditempatkan di Singapore Armed Force (SAF), Singapore Police Force (SPF), atau Singapore Civil Defense Force (SCDF) (Ganesan 2023). Terlepas dari pro-kontra yang muncul, namun tidak dapat dipungkiri bahwa wajib militer adalah salah satu strategi yang tepat dalam implementasi kebijakan pertahanan total singapura yang telah ada sejak 1984.

Wajib Militer sebagai Implementasi Pertahanan Total 

Wajib militer dianggap sebagai implementasi pertahanan total Singapura yang paling prominen. Pertahanan total sendiri maksudnya adalah pendekatan untuk melakukan pertahanan negara dengan menyatukan semua sektor dan elemen masyarakat dalam negeri untuk menciptakan keamanan kolektif (Matthews & Timur 2023). Terdapat enam pilar pertahanan dalam struktur pertahanan total ini yaitu pertahanan militer, pertahanan sipil, pertahanan ekonomi, pertahanan sosial, pertahanan psikologi, hingga pertahanan digital. Pertahanan militer adalah pilar yang mewakili keamanan konvensional Singapura misalnya alutsista, latihan militer tentara nasional, dan sebagainya. Pilar sipil berkaitan dengan keamanan yang menjadi tugas kepolisian nasional untuk memberikan pelatihan dan edukasi kepada masyarakat sipil mengenai keamanan negara. Pilar pertahanan ekonomi bertugas memastikan kondisi ekonomi dan seluruh aktornya berada pada posisi aman pertahanan sosial guna memastikan kondisi sosial masyarakat terjaga, sementara pertahanan psikologi menjaga masyarakat untuk saling percaya dan toleransi. Terakhir keamanan digital ada untuk menjamin keamanan nasional yang berkaitan dengan digitalisasi teknologi. 

Wajib militer disini dapat dimaknai sebagai irisan antara pilar militer dan juga pilar sipil dalam strategi pertahanan total. Masyarakat sipil khususnya laki-laki diberikan pelatihan militer konvensional dengan layak yang bertujuan semata-mata untuk menjamin seluruh elemen masyarakat siap terlibat dalam menjaga pertahanan negara. Para peserta wajib militer yang berasal dari berbagai latar belakang ras, agama, pendidikan, dan pekerjaan diberikan pelatihan dasar militer untuk sementara waktu kemudian mereka akan ditempatkan di pos-pos tertentu, baik di angkatan laut, darat, udara, maupun kepolisian. Sebagai negara yang menerapkan strategi pertahanan total, wajib militer adalah upaya paling kentara yang dilakukan pemerintah untuk melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam menjaga pertahanan dan keamanan (Huxley 2004). Lebih jauh, setelah periode wajib militer ini akan membawa lebih banyak manfaat yang didapatkan negara maupun masing-masing individu. Sebut saja rasa nasionalisme yang meningkat, pengetahuan pertahanan diri dan kelompok yang meningkat, hingga masyarakat akan lebih melek terhadap masalah politik, pertahanan, dan keamanan negaranya. Hal ini sejalan dengan tujuan pertahanan total adalah memastikan seluruh elemen masyarakat siap akan segala kondisi yang mungkin membahayakan negara, wajib militer membuat para pesertanya siap membantu turun ke lapangan maupun membantu edukasi apabila kondisi keamanan Singapura terancam.

Dilemma Keamanan Kawasan dan Kerentanan Domestik Menjadi Motivasi 

Dalam melakukan strategi maupun kebijakan tertentu, negara pasti memiliki latar belakang atau motivasi tertentu. Sama halnya dengan pelaksanaan wajib militer di singapura yang paling dominan dilatar belakangi oleh dilemma keamanan serta kondisi domestik yang cukup rentan. Berikut penjelasan lebih jauh mengenai motivasi pelaksanaan kebijakan wajib militer sebagai bagian dari strategi pertahanan total singapura. 

Pertama, dilemma keamanan kawasan. Sebagaimana kita ketahui, Singapura memiliki posisi geografis yang strategis namun rawan. Hal ini maksudnya, Singapura berada di antara dua samudera (Hindia-Pasifik) dan dua benua (Asia-Australia) yang membuat negara ini menjadi negara dengan pelabuhan dan perdagangan tersibuk di dunia (Tan 2017). Namun, di saat yang bersamaan, ini menjadikan Singapura lebih rawan akan ancaman eksternal akibat kontestasi kekuatan besar dunia yang memanfaatkannya sebagai negara transit dan jantung perdagangan maupun keamanan. Sebut saja kontestasi antara Amerika Serikat dan China di kawasan Indo-Pasifik yang saling berlomba memberikan pengaruhnya ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Singapura (Leifer 2001). Perekonomiannya yang tumbuh dengan pesat membuat Singapura menjadi mitra penting kedua kekuatan besar tersebut. Selain itu, di kawasan Asia Tenggara yang sebagian besar terpisahkan oleh samudera, luas wilayah Singapura yang kecil dan minimnya sumber daya alam membuat negara ini banyak bergantung pada impor komoditi dari negara lain dan investasi asing. Sebut saja China, Indonesia, dan Malaysia (Peng 2022). Hal ini tentu dapat berimbas pada ketergantungan terhadap negara lain yang dapat berdampak pada keamanan negara apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam hubungannya dengan negara lain. Wilayah yang kecil ini juga membuat Singapura tidak memiliki banyak ruang untuk menempatkan alutsistanya maupun untuk menerapkan strategi keamanannya dengan maksimal. Oleh karena itu, wajib militer yang berbasis pemberdayaan manusia akan jauh lebih efektif untuk menjaga keamanan negara. 

Motivasi lain adalah masyarakat yang sangat heterogen di Singapura membuat tingkat nasionalisme warganya cenderung rendah. Banyak orang berdatangan ke Singapura ketika perekonomian dan pembangunan negara semakin baik. Banyak warga keturunan China, Melayu, India, Arab, hingga Eropa yang menjadi warga negara Singapura karena alasan ekonomi dan bisnis semata. Banyak pula yang akhirnya menjadi residen tetap setelah menimba ilmu di negeri singa tersebut. Sebagai negara yang multikultural dan multietnis, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk menjaga persatuan, kesatuan, dan keamanan negara (Gischa 2021). Maka, dengan adanya wajib militer diharapkan akan memupuk rasa nasionalisme yang akan bermanfaat untuk menjaga keamanan negara.

Dengan beberapa alasan tersebut dan dasar pertahanan total tersebut, bisa dikatakan bahwa wajib militer masih merupakan kebijakan yang tepat untuk dilaksanakan Singapura. Demi meminimalisir dilema keamanan dan meningkatkan rasa nasionalisme masyarakatnya, wajib militer oleh para warga negara dan presidennya yang terorganisir dengan baik tentu menjadi amunisi besar yang membuat pertahanan dan keamanan semakin kuat dan solid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun