Mohon tunggu...
SALMAVIRA AMELIA ATSIR
SALMAVIRA AMELIA ATSIR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiawa Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Airlangga, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemenangan Macron: Bukan Hanya Sukacita Pendukungnya Namun Juga Para Pemimpin Dunia

15 Juni 2022   12:53 Diperbarui: 15 Juni 2022   14:58 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Aurelien Meunier/Getty images

Emmanuel Macron, 44, kandidat petahana dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden Prancis 2022 berhasil mengalahkan pesaing terberatnya, Marine Le Pen, 53, dengan perolehan 58,5% suara. Kemenangan ini menjadikan Macron sebagai Presiden Prancis pertama yang menjabat selama dua periode sejak Jacques Chirac 20 tahun yang lalu. Dalam pidato kemenangannya di Champ de Mars Paris, Macron mengucapkan terima kasih kepada para pendukungnya dan menjanjikan "Prancis yang lebih merdeka" serta "Eropa yang lebih kuat". Macron menyadari bahwa para pemilihnya tidak semua setuju akan gagasan yang dia bawa, namun mereka ingin menghindari gagasan ekstremis sayap kanan yang dibawa Le Pen.

Sebelumnya, putaran pertama pemilu Prancis dilaksanakan pada 10 April 2022 dengan total 12 kandidat calon presiden dari berbagai partai di Prancis. Kemudian putaran kedua digelar pada 24 April 2022 antara dua kandidat teratas, Macron dan Le Pen. Pada putaran kedua inilah pemilu menjadi semakin panas, selain karena pendukung masing-masing kandidat, namun juga karena fokus para pemimpin  dunia khususnya negara-negara Uni Eropa pada Prancis mengingat kedua calon memiliki pandangan yang berbeda mengenai kebijakan domestik maupun luar negeri.

Le Pen yang dikenal sebagai pemimpin kubu nasionalis, memiliki pandangan untuk mengubah hubungan Prancis dengan Eropa dan negara barat lainnya. Le Pen berpandangan skeptis terhadap Uni Eropa dan North Atlantic Treaty Organizations (NATO), dia juga turut bersimpati pada Presiden Rusia, Vladimir Putin. Banyak sekutu Prancis yang khawatir terhadap kecenderungan yang dimiliki Le Pen ini. Di sisi lain, perolehan suara Macron memang turun jika dibandingkan dengan jumlah yang dia dapatkan 5 tahun lalu. Bisa jadi hal ini karena ketidakpuasan masyarakat pada status quo yang ditawarkan Macron dan beralih pada politisi ekstremis. Meskipun demikian, penduduk kota-kota besar hampir seluruhnya memberikan suaranya kepada Macron, menunjukkan pengaruhnya yang kuat kepada masyarakat metropolis yang modern. Macron juga didukung oleh para petinggi Eropa dan Barat karena kebijakannya yang liberal secara ekonomi, globalisasi, dan peningkatan hubungan dengan para sekutu.

Kemenangan Macron tidak hanya dirayakan para pendukungnya di Prancis namun juga turut disambut suka cita oleh banyak pemimpin dunia yang menyampaikan ucapan selamat melalui sosial media. Contohnya adalah presiden Amerika Serikat, Joe Biden yang menyampaikan, "Prancis adalah sekutu tertua kami dan mitra kunci dalam mengatasi tantangan global. Saya menantikan kerja sama erat kami yang berkelanjutan termasuk dalam mendukung Ukraina, membela demokrasi, dan melawan perubahan iklim,", serta kicauan Twitter, "Kita dapat mengandalkan Prancis selama lima tahun lagi," yang ditulis oleh Presiden Dewan Eropa, Charles Michel.

Jika dianalisis dari pernyataan-pernyataan selamat dari para pemimpin di atas, menunjukkan bagaimana kemenangan Macron menjadi hal yang amat krusial bagi mereka. Para pemimpin negara besar khususnya negara-negara anggota NATO yang masif memberikan dukungan dan mengucapkan selamat tentunya menjadi hal menarik untuk dibahas lebih lanjut. Kemenangan Macron sebagai presiden petahana, akan memuluskan hubungan diplomatik Prancis dengan dunia internasional yang telah dibentuk pada periode pertama kepemimpinannya. Tidak diperlukan strategi atau perubahan ekstrem dalam pelaksanaannya, sehingga hubungan Prancis dengan para sekutu akan relatif stabil. Hal ini yang kemudian tidak terjadi pada Le Pen. Meskipun  dia menjanjikan berbagai proposal kebijakan strategis, namun kebanyakan di antaranya kontroversial, seperti contohnya kebijakan untuk meninggalkan Uni Eropa dan penggunaan mata uang Euro, pandangannya tentang imigrasi, dan posisinya tentang Islam di Prancis yang mana Le Pen ingin melarang penggunaan hijab, cadar, atau pakaian keagamaan lain di ruang publik apabila dia terpilih. Sebuah strategi yang cukup berani namun hasilnya tidak semaksimal yang dia duga. Hal ini membuat para pemimpin negara barat tidak simpatik padanya serta munculnya berbagai kritik dari pengguna sosial media khususnya di negara-negara mayoritas muslim seperti Indonesia.

Kedekatan pribadi yang telah terjalin antara Macron dan para pemimpin dunia sebelumnya, serta kebijakannya yang pro-barat membuat ia turut mendapatkan dukungan masif secara terbuka dari mereka. Meskipun suaranya turun, tetapi sudah cukup mengukuhkan posisinya sekali lagi sebagai orang nomor satu di Prancis. Dengan terpilihnya Macron, suka cita dan euforia kemenangan tidak hanya dirasakan pendukungnya namun juga mendapatkan sambutan hangat dari banyak pemimpin dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun