Mohon tunggu...
Salma Surjaatmadja
Salma Surjaatmadja Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasisa/Pelajar

A student from University of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pengaruh Hak Paten terhadap Distribusi Vaksin COVID-19

20 Juni 2021   09:44 Diperbarui: 20 Juni 2021   09:46 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Total jumlah kasus COVID-19 di Indonesia per 20 Juni 2021 berhasil menembus angka 1,96 juta. Melambungnya angka pasien COVID-19 setiap harinya memicu desakan masyarakat untuk mempercepat distribusi vaksin. Namun, distribusi vaksin memiliki hambatan utama dikarenakan polemik hak paten. 

Sebelum membahas lebih jauh mengenai polemik hak paten vaksin COVID-19, kita harus mengetahui terlebih dahulu mengapa hak paten itu penting?  

Hak Paten merupakan hak kepemilikan yang diberikan oleh pemerintah kepada seseorang atas apa yang diciptakan disertai dengan perlindungan hukum terhadap kemungkinan timbulnya pemalsuan oleh pihak lain. Objek paten adalah termasuk benda yaitu benda tak berwujud (imnaterial) yang merupakan bagian hak kekayaan industri. Temuan di bidang paten merupakan karya seseorang atau secara bersama digunakan proses industri. Hak paten sebagai hak kebendaan dapat dijadikan jaminan dengan fidusi, juga dapat dilaihkan kepada pihak lain karena, pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis dan sebab lain yang dibenarkan oleh Undang-Undang. (Abdulkadir Muhammad, 2007) 

Pemegang Paten memiliki hak ekslusif yang dapat mengecualikan dan mencegah pihak lain dari segala tindakan yang termasuk lingkup ekslusifnnya dan sekaligus memiliki hak ekonomi untuk menikmati manfaat finansial dalam pengeksploitasian haknya melalui peralihan hak (assignment) atau perjanjian lisensi (lisence). Pemegang Paten dapat menikmati pendapatan yang dihasilkan dari lisensi Paten tersebut. 

Polemik Hak Paten vaksin COVID-19 menyebabkan pro dan kontra dikarenakan pandangan yang berbeda. Amerika Serikat, Tiongkok dan Indonesia mendukung penghapusan Hak Paten. Indonesia mendukung penghapusan hak paten untuk mendorong kapasitas produksi dalam rangka menciptakan kesetaraan akses vaksin bagi semua negara. Di sisi lain, Jerman menolak gagasan ini karena keterbatasan bahan mentah dan standar kualitas vaksin yang dapat menyebabkan masalah baru seperti pemalsuan vaksin. 

Selain itu, proses pembebasan kekayaan intelektual juga memakan waktu yang lama. Pengabaian hak paten vaksin COVID-19 diprediksi dapat memakan waktu berbulan-bulan karena proses negosiasi dan kesepakatan bulat antara 164 negara yang termasuk dalam World Trade Organization (WTO).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun