Berbagai banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas bibit atau genetik pada ternak ruminansia terutama pada ternak sapi, salah satu upaya tersebut adalah metode transfer embrio.
      Transfer embrio (TE) ini merupakan metode dalam bidang bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Transfer embrio adalah suatu teknik memasukkan embrio pada alat reproduksi ternak betina resepien menggunakan alat tertentu dengan tujuan agar ternak tersebut bunting. Pada TE, embrio yang dimasukkan merupakan hasil dari pembuahan spermatozoa dan sel telur yang terjadi secara in-vivo (alami) maupun in-vitro (buatan). Pembuahan embrio yang kemudian di panen (flushing) dalam waktu tertentu dan di transfer pada induk resepien.
      Metode transfer embrio (TE) ini dapat dikatakan memiliki keunggulan lebih daripada inseminasi buatan (IB), dimana pada TE untuk mendapatkan bibit murni lebih cepat di dapatkan dibandingkan menggunakan metode IB, bibit murni (pure breed) lebih lama didapatkan karena prosesnya. Selain bisa mendapatkan bibit murni dengan cepat, metode TE juga memiliki keuntungan dimana metode ini dapat memperpendek interval generasi sehingga perbaikan mutu genetik lebih cepat, serta mengurangi resiko adanya penyakit reproduksi menular pada induk.
      Induk yang digunakan pada metode TE untuk dijadikan induk resepien memiliki syarat-syarat tertentu, tidak sembarang induk dijadikan sebagai resepien. Hal ini dilakukan agar metode TE dapat berjalan dengan baik dan tingkat keberhasilan TE dapat tercapai sesuai harapan.  Kriteria resepien untuk metode TE yaitu:
- Memiliki pedigree (catatan data individu) yang jelas.
- Memiliki keunggulan genetik, dapat dilihat pada catatan pedigree.
- Memiliki kemampuan reproduksi yang baik
- Tidak memiliki atau terhindar dari bahayanya penyakit menular, terutama penyakit reproduksi.
- Pernah beranak minimal satu kali dan induk tidak terlalu tua.
- Tidak memiliki riwayat kesulitan dalam beranak (distokia).
Proses produksi embrio  ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara in-vivo dan bisa juga dilakukan secara in-vitro. Proses produksi secara in-vivo adalah proses memproduksi embrio yang berlangsung di dalam tubuh induk sapi dengan member perlakuan tertentu. Sedangkan secara in-vitro, proses produksi embrio berlangsung diluar tubuh induk sapi (dilakukan di laboratorium) dengan tahapan-tahapan tertentu.
Produksi embrio secara in-vivo dilakukan dengan cara:
- Menseleksi induk sapi donor.
- Melakukan superovulasi (penyerentakan birahi) pada induk sapi donor menggunakan hormone FSH.
- Kemudian, dilakukan inseminasi buatan (IB) pada induk sapi donor yang mengalami birahi menggunakan semen pejantan unggul.
- Setelah dilakukan IB, dalam jangka tertentu (7 hari) dapat dilakukan pemanenan embrio (flushing embrio).
- Embrio yang sudah diflushing kemudian di evaluasi dan disimpan (dibekukan), bisa digunakan atau di transfer pada induk resepien.
Produksi embrio secara in-vitro dilakukan dengan cara:
- Koleksi embrio
- Koleksi oosit dari sapi
- Kemudian, tahap maturasi oosit, tahap maturasi ini selama 24 jam
- Setelah tahap maturasi, kemudian tahap fertilisasi (5-18 jam)
- Selanjutnya, tahap kultur embrio, kemudian di inkubasi selama 7 hari. Setelah 7 hari di inkubasi, embrio di evaluasi dan dilakukan penyimpanan.
Selain tahap produksi embrio secara in-vivo maupun secara in-vitro, tidak lupa pula tahap TE. Embrio yang dihasilkan secara in- vivo maupun in-vitro kemudian di transfer pada induk resepien yang sudah disiapkan menggunakan gun TE. Keberhasilan TE dapat ditentukan oleh kualitas embrio, kesehatan induk sapi, masa birahi induk donor dengan resepien, status nutrisi induk resepien dan keterampilan petugas TE.
Perbaikan mutu genetik dengan metode TE dapat menghasilkan sifat unggul yang berasal dari pejantan dan induk yang unggul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H