Mohon tunggu...
Salma Shibghotun
Salma Shibghotun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

"Sungguh orang yang mulia dan beruntung ialah orang yg hatinya dingin dan sejuk dr persoalan dunia, dan hatinya senantiasa panas terbakar oleh api cinta dan kerinduan kepada Sang Pencipta" ~ MR. H.S.M Irfa'i Nachrawi an-Naqsyabandi Q.S

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Kisah Mbah Kasi Kusir Andong Malioboro Sejak Tahun 70-an : Jika Andong Ditiadakan, Kewibawaan Kereta Kencana Bisa Hilang

27 Mei 2024   05:48 Diperbarui: 29 Mei 2024   15:45 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pribadi (Tampak kereta dan kuda Mbah Kasi dari depan)

Yogyakarta - Malioboro sebagai wisata Yogyakarta yang hampir tidak pernah sepi pengunjung sekaligus jadi tempat berkumpulnya para pedagang, becak, hingga andong untuk mencari rezeki. Cuaca kala itu berawan namun sebelumnya terik matahari sangatlah menusuk di kulit. Di pinggir jalan depan toko di kawasan wisata Jalan Malioboro, tampak sosok seorang pria yang sudah tua sedang duduk diatas andongnya. Beliau mengenakan baju surjan hitam motif bunga merah lengkap dengan blangkonnya, sebagai seragam khusus yang dikenakan oleh para kusir Andong di Malioboro. Sosok tersebut ialah Mbah Kasi, seorang kusir andong asal Bangunharjo, Sewon, Bantul. Di usianya yang sudah berumur, beliau masih semangat untuk mencari rezeki melalui andongnya ini guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Mbah Kasi sendiri memiliki tiga orang anak yang masing-masing sudah hidup mapan, sekaligus dikaruniai enam orang cucu yang menjadi pelipur lara bagi Mbah Kasi di tengah kesibukannya mencari rezeki. 

Mbah Kasi menceritakan meskipun keberadaan andong begitu banyak di sepanjang Jalan Malioboro, sebenarnya predikat “Kampung Andong” justru tersemat pada salah satu kawasan di Bantul. Tepatnya adalah kawasan Kampung Kenalan, Padukuhan Nglaren, Kalurahan Potorono, Kapanewon Banguntapan. Maka tidak mengherankan jika kebanyakan para kusir andong yang berada di Malioboro ini datang dari kawasan Bantul, salah satunya Mbah Kasi yang ternyata sudah sejak kecil mengikuti jejak sang Ayah yang merupakan seorang kusir kuda. Bahkan kereta andong yang digunakan Mbah Kasi sekarang ini merupakan warisan dari sang Ayah. Kemudian untuk Kuda-nya sendiri, Mbah Kasi menceritakan bahwa sudah berganti kuda beberapa kali. "Jika pegangan saya ya hanya satu (kuda) ini. Dulu, jika kuda saya sudah tua maka akan saya tukar tambah dengan kuda yang lebih muda. Karena rata-rata  umur kuda itu 25-30 tahun jika diberi keselamatan. Dan biasanya kuda yang sudah tua, disembelih dan dikonsumsi dagingnya. Bahkan disini (Malioboro) dulu banyak yang menjual kuliner daging kuda karena dagingnya yang memiliki rasa khas yang gurih", tutur Mbah KasiKarena kuda yang sudah tua, performa nya cenderung berkurang dan tidak lagi kuat untuk menarik andong.

Setiap hari mulai pukul 9 atau 10 pagi Mbah Kasi sudah berangkat dari kediamannya menuju kawasan Malioboro untuk narik andong. Yang mana, lama perjalanan yang ditempuh Mbah Kasi menggunakan andong dari Bantul menuju Malioboro menghabiskan -+50 menit perjalanan. Dan biasanya Mbah Kasi mulai sekitar jam 10.30 -11.15 dan kembali pulang sekitar pukul 16.00 sore. Untuk tarifnya sendiri, Mbah Kasi mengaku tidak begitu mematok harga yang mahal dibanding beberapa andong lainnya untuk satu kali naik andongnya yakni kisaran Rp.50.000 - Rp. 200.000/orang tergantung jauh dekatnya rute yang ditempuh. Rute yang ditawarkan mulai dari Malioboro sampai Keraton, Malioboro sampai Keraton dan sekitarnya, atau boleh request rute keliling nya dengan tarif yang disesuaikan. Tapi perlu diingat bahwa tarif yang diberikan setiap kusir andong itu berbeda-beda, melihat semakin kesini jumlah kusir andong di Malioboro juga bertambah seiring dengan semakin ramainya kawasan Malioboro sebagai salah satu lokasi wisata di Yogyakarta. Menurut penuturan Mbah Kasi, Malioboro dahulu ternyata tak seramai sekarang. Terlebih pada akhir bulan menjelang tahun baru dan liburan sekolah, menjadi waktu-waktu ramainya kawasan Malioboro karena bertambahnya pengunjung yang datang. Dan di waktu-waktu tersebutlah omset andong keliling khususnya Mbah Kasi sebagai kusir andong jadi meningkat. Untuk rute-nya, dahulu pun terbilang lebih banyak mulai namun berpindah-pindah mulai dari Malioboro berpindah ke Terminal baru THR, kemudian ke daerah Umbulharjo, sampai dekat Ring Road hingga akhirnya kembali lagi ke Malioboro setelah jalannya lebih luas sehingga bisa digunakan untuk tempat mangkal para kusir andong.

Sumber: Pribadi (Tampak kereta dan kuda Mbah Kasi dari depan)
Sumber: Pribadi (Tampak kereta dan kuda Mbah Kasi dari depan)

Mbah Kasi sangat bersyukur mata pencaharian-nya sebagai seorang kusir andong tetap bisa berjalan hingga sekarang. Meskipun di zaman kepemimpinan pak Soeharto, andong sempat akan dihilingkan. Namun, hal tersebut gagal untuk diberlakukan karena tidak disetujui oleh Sri Sultan. "Nek andong diilangi, mengko njuk kawibawaane kereta kencana mboten onten" ("Jika andong dihilangkan, nanti kewibawaan kereta kencana jadi tidak ada"), tutur Mbah Kasi. Selain bermata pencaharian sebagai seorang kusir andong, mbah Kasi juga menggarap sawah di kediamannya. Bagi Mbah Kasi pekerjaannya sebagai kusir andong itu menjadi hiburan sekaligus untuk sumber rezekinya makan sehari-hari dan memberi sangu atau uang saku untuk cucu-cucunya. Mbah Kasi sudah sangat bersyukur melihat anak-anak nya sudah hidup mapan dan berkecukupan, baginya hal tersebut jadi salah satu sumber kebahagiannya sebagai seorang Ayah yang telah berhasil membesarkan anak-anaknya dengan baik. Karena dahulu beliau mencukupi kebutuhannya selain menarik andong juga dengan menggarap sawah. Dan apabila membutuhkan uang segera untuk menyekolahkan anak-anaknya, beliau menjual sapi peliharaan-nya yang dahulu juga menjadi hobi dan hiburannya untuk ingon sapi atau memelihara sapi. Itulah mengapa, sekarang mbah Kasi tidak lagi ngoyo atau berusaha terlalu keras untuk bekerja. Tak hanya mengingat usianya yang cukup berumur yang mana sudah memasuki usia 74 tahun, beliau juga memegang prinsip kuat bahwa dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya ini hanyalah sebuah adu nasib. "Nek nang nggon sepi tapi nasib e arep diparingi rejeki karo sek nduwe urip yo bakal digampangke, tapi nek nggon rame tapi nek hurung dadi rejekine yo angel" ("Jika di tempat sepi nasibnya akan diberi rezeki oleh yang maha kuasa pasti akan dimudahkan, tapi jika di tempat ramai namun belum jadi rezekinya pasti akan susah"), tutur Mbah Kasi. Dan diakhir ceritanya, Mbah Kasi juga memberikan pesan khususnya anak-anak muda untuk selalu bersyukur pada setiap proses yang di jalani saat ini. "Mergo nek urip dinikmati lan akeh syukur, iso ndadekke awake dewe luwih mulyo senajan urip rasane lagi susah-susahe" ("Karena jika hidup dinikmati dan banyak bersyukur, akan menjadikan kita menjadi lebih mulia sekalipun hidup dirasa sedang sulit-sulitnya"), tutur Mbah Kasi.

Sumber : Pribadi (Mbah Kasi bersiap membawa penumpang untuk berkeliling)
Sumber : Pribadi (Mbah Kasi bersiap membawa penumpang untuk berkeliling)

Sumber : Pribadi (Mbah Kasi dengan pose jempolnya)
Sumber : Pribadi (Mbah Kasi dengan pose jempolnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun