Mohon tunggu...
Salma Sakhira Zahra
Salma Sakhira Zahra Mohon Tunggu... Freelancer - Lahir di Jakarta, 28 Februari 2002. Alumni TK Putra III (2007/2008), SDSN Bendungan Hilir 05 Pagi (2013/2014), dan SMPN 40 Jakarta (2016/2017). Kini bersekolah di SMAN 35 Jakarta.

Nama : Salma Sakhira Zahra TTL : Jakarta, 28 Februari 2002 Agama : Islam Jenis Kelamin : Perempuan

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Ketulusan

29 Juli 2019   21:44 Diperbarui: 29 Juli 2019   21:57 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tak perlu kau mengetahui namaku
Apalagi sampai tempat tinggalku
Apa kau akan mengunjungi rumahku?
Atau terus memanggil namaku?

Aku ini hanya orang aneh
Umumnya semua mencari penghasilan dan menuntut ilmu
Tapi aku berbeda
Aku menuntut ilmu dan mencari penghasilan sambil mencari suatu perbedaan
Antara yang tulus, biasa, dan di bawah keduanya
Karena aku pernah diperlakukan berbeda

Ada yang memperlakukanku seperti biasa
Berbicara normal
Nada normal
Tak bertanya kapan aku pulang
Hanya menghampiri bila perlu
Jika ada kesempatan untuk mengobrol, yang dibincangkan pasti yang sangat penting
Bertanya bila ada hubungan dengannya
Ia sibuk dengan urusan sendiri dengan sedikit memikirkan aku

Ada yang memperlakukanku sangat tulus
Berbicara santun
Berbincang layaknya karib
Mengajakku makan setiap hari
Menghampiri kapan saja tanpa ada keperluan
Terus menerus melemparkan senyum dan bersikap hangat
Bahkan tahu bila aku punya masalah
Aku mengenalmu sejak lama
Begitu katanya
Sibuk dengan urusannya, sibuk juga dengan karibnya

Ada yang memperlakukanku seperti api
Yang harus dihancurkan dengan air
Dengan cara apapun itu
Tapi menghancurkannya dengan air panas atau hangat
Setelah hancur bersisa pembalasan dendam
Terus menatap sinis
Berbicara judes
Sehingga aku yang mendengarnya harus merasakan sedikit sakit
Tanpa penjelasan
Bila diri ini tak peduli
Tak akan ada rasa itu
Tapi bila atasan memintaku bekerja sama dengannya
Bagaimana hal ini bisa berjalan?
Aku tak tahu mengapa ia begitu padaku

Aku yang telah menjalankan keduanya
Harus menjelajah dan memilah
Mana yang benar-benar tak mencari masalah
Mana yang cari masalah
Kadang api harus ditaruh di perapian
Bukan ditaruh di hutan
Nanti membahayakan banyak orang
Lebih baik menjadi api yang dibutuhkan

Aku tak tahu untuk tingkat paling bawah ini
Sudah tulus namun tetap mengindahkan pertengkaran
Mau membahas agar damai namun hati menolak
Aku tulus sobat

Terkadang aku harus berhati-hati pada orang yang sudah tulus maupun biasa
Karena hampir menjerumuskan ke jurang pertengkaran lebih dalam
Takutnya dendam membara
Api yang besar memang susah dipadamkan
Aku harus memakai jurus apa?
Sebuah ketulusan

Baik, aku akan melakukannya
Bersikap baik
Tak mencari masalah
Tetap menjadi karibmu
Sampai aku tahu
Aku mencari sebuah ketulusan dari seorang di bawah keduanya
Bukan masalahnya
Nanti urusannya panjang
Pekerjaanku nanti terdampar layaknya paus terdampar
Hampir mati
Ilmuku nanti percuma
Seperti membeli barang
Ternyata benar-benar tak berguna


Lebih baik mendalami ilmu pengetahuan sebuah ketulusan
Daripada mendalami ilmu pengetahuan detektif penghancur perdamaian
Sebuah ketulusan lebih baik
Daripada sebuah kebulusan akibat menjadi detektif penghacur perdamaian

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun