Mohon tunggu...
Salman Maulana Nur Setyadi
Salman Maulana Nur Setyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN Program Studi Manajemen Keuangan Negara Reguler 2023

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPh Final 0,5 Persen: Apa Saja Dampaknya Terhadap UMKM?

1 Februari 2025   08:25 Diperbarui: 1 Februari 2025   08:25 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu penyokong aktifitas perekonomian Indonesia. UMKM berkontribusi bagi keberlangsungan perekonomian terutama di daerah kelas menengah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, pelaku UMKM dikenakan tarif Pajak Penghasilan sebesar 1 persen. Namun, untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi, saat ini Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan baru terkait tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5 persen dengan diundangkannya PP Nomor 23 Tahun 2018 yang diubah terakhir dengan PP Nomor 55 Tahun 2022. Skema tarif pajak ini dikenakan khusus bagi para pelaku UMKM yang memiliki peredaran bruto atau omzet tahunan maksimal Rp4,8 miliar.

Pengenaan tarif ini berlaku dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kriterianya. Berikut ketentuan penggunaan tarif PPh Final UMKM 0,5 persen PP 23/2018 (diganti PP 55/2022):

  • 7 tahun untuk WP Orang Pribadi
  • 4 tahun untuk WP Badan berbentuk Koperasi, CV, atau Firma
  • 3 tahun untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbatas (PT)

Jangka waktu penggunaan tarif PPh Final 0,5 persen dihitung sejak:

  • Tahun Pajak WP terdaftar, bagi WP yang terdaftar sejak berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018
  • Tahun Pajak berlakunya PP Nomor 23 Tahun 2018, bagi WP yang terdaftar sebelum berlakunya PP ini

Setelah masa penggunaan tarif PPh Final tersebut selesai, maka pelaku UMKM akan dikenakan tarif normal Pasal 17 ayat (1) huruf (a) UU PPh untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan pekerjaan bebas atau dengan metode perhitungan NPPN (Norma Penghitungan Penghasilan Neto).

Saat ini, kebijakan tersebut masih menuai banyak pro dan kontra dari para pelaku usaha. Memang, menurut sebagian orang tarif 0,5 persen dianggap cukup efektif karena memiliki sistem perhitungan yang lebih sederhana jika dibandingkan sistem PPh progresif normal. Namun, tetap saja ada kekhawatiran bahwa tarif pajak final tersebut tetap dikenakan meskipun aktifitas usaha sedang mengalami kerugian. Tarif PPh Final ini dikenakan berdasarkan peredaran bruto, bukan laba bersih usaha dalam setahun. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi pelaku usaha yang masih dalam tahap pengembangan dengan margin keuntungan yang relatif kecil. Untuk lebih lanjut, mari kita ulas apa saja dampak positif dan negatif dari penerapan PPh Final ini. Kita mulai dari dampak positifnya.

Tarif Pajak Lebih Kecil

Dengan ditetapkannya kebijakan PPh Final 0,5 persen, para pelaku UMKM dapat menikmati tarif pajak yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan sistem tarif sebelumnya. Hal ini dapat meringankan kewajiban perpajakan, sehingga para pelaku usaha memiliki lebih banyak modal yang dapat digunakan kembali untuk mengembangkan usahanya, seperti menambah stok barang, meningkatkan kualitas produk, atau bahkan memperluas jangkauan pasar. Dengan beban pajak yang lebih ringan, UMKM memiliki peluang lebih untuk tumbuh dan bersaing di pasar yang lebih kompetitif.

Sistem Administrasi Perpajakan yang Lebih Sederhana

Administrasi merupakan salah satu syarat dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Di Indonesia sendiri, sistem administrasi perpajakan cukup rumit terutama untuk pelaporan Pajak Penghasilan (PPh). Hal ini menjadi kendala yang sering dihadapi UMKM dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, terutama dalam menghitung laporan laba-rugi. Dengan adanya PPh Final 0,5 persen ini, perhitungan pajak penghasilan menjadi lebih sederhana karena didasarkan pada peredaran bruto, bukan peredaran neto. Hal ini sangat memudahkan para pelaku UMKM dalam mengelola pajaknya tanpa harus menyusun laporan keuangan yang kompleks. Sehingga, mereka dapat lebih fokus pada pengembangan usaha tanpa terbebani prosedur perpajakan yang sulit.

Meningkatkan Kepatuhan Pajak

Saat ini, kepatuhan wajib pajak di Indonesia dinilai masih cukup rendah. Pemerintah terus berupaya dalam peningkatan kepatuhan perpajakan di Indonesia. Salah satu langkah yang diambil ialah dengan menerapkan kebijakan PPh Final 0,5 persen. Tarif pajak yang rendah serta sistem pembayaran yang lebih sederhana mendorong lebih banyak pelaku UMKM untuk patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakananya. Sebelumnya, banyak UMKM yang tidak dan terlambat dalam membayar pajak karena sistem yang dianggap terlalu rumit dan juga memberatkan para pelaku usaha. Dengan skema PPh Final ini, mereka lebih termotivasi untuk mendaftarkan diri maupun usahanya sebagai wajib pajak karena proses yang lebih mudah dan tidak terlalu membebani keuangan usaha. Peningkatan kepatuhan pajak tentu berdampak positif bagi peningkatan penerimaan negara dan juga membantu UMKM dalam membangun kredibilitas di kalangan investor dan perbankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun